Feng Ling Tian Xia

Chu Yang, Guru Pedang Sembilan Kesengsaraan yang ke-9, mengorbankan hampir segalanya yang dia miliki demi meningkatkan seni bela dirinya, termasuk cinta dalam hidupnya. Setelah menghabiskan tiga tahun mencari potongan kelima dari Pedang Sembilan Kesengsaraan, dia disergap dari semua sisi di tempat itu. Terluka parah tanpa cara untuk melarikan diri, Chu Yang melaksanakan teknik pengorbanan dengan menusukkan Pedang Sembilan Kesengsaraan ke jantungnya sendiri. "Dengan darah dari hatiku, sepuluh ribu kesengsaraan akan runtuh!"

Setelah menyaksikan kematian semua penyerangnya, pandangan Chu Yang mulai menggelap. Di kejauhan, beberapa saat sebelum kematiannya, dia melihat dalang yang merencanakan kejatuhannya — Mo Tian Ji. Dengan itu, matanya akhirnya tertutup.

Namun, dengan tiba-tiba, Chu Yang terbangun kembali dan mendapati bahwa dia kembali ke usianya yang keenam belas! Lebih jauh lagi, Roh Pedang dari Pedang Sembilan Kesengsaraan sekarang bersemayam di dalam Dantian-nya, pusat energi tubuhnya! Dari saat itu, Chu Yang kemudian mulai memperbaiki semua penyesalan masa lalunya, dan mengukir legendanya sendiri dengan memenuhi takdirnya sebagai Guru terakhir Pedang Sembilan Kesengsaraan, dan mengalahkan Iblis Surgawi di luar wilayah Benua Sembilan Langit.

Melampaui Sembilan Langit

"Dengar, semua orang! Kita akan menghadapi Three Stars Divine Clan untuk keselamatan seluruh Tiga Langit Tengah," Gu Duxing langsung ke intinya, "Kita mungkin mati… atau menghilang… atau mungkin terkubur di mulut roh binatang. Tapi, saya hanya punya satu hal untuk dikatakan mengenai hal ini… "


Di bawah, sekitar dua ribu prajurit berdiri. Pandangan mereka tertuju padanya.


Dal di sana hening. Tidak ada yang berbicara sepatah kata pun.


Gu Duxing berdiri di bawah bendera Klan Gu. Dia mengeluarkan pedangnya dan berteriak, "Saya ingin mengatakan bahwa… apapun yang terjadi, kita akan selalu memiliki dukungan dari tanah air kita… orang tua kita… orang-orang tercinta kita… keluarga kita… dan anak-anak kita."


"Jadi, mari kita berangkat sekarang." Dia kemudian melompat ke depan, dan mendarat di kuda. Setelah itu, dia berbalik dan membungkuk. Dia mengepalkan tinjunya dengan hormat, "Ayah Angkat, tolong jaga diri Anda."


Whoa! Guru!