2

"Apa yang harus kita lakukan?"

Tanya salah seorang pria paruh baya kepada temannya.

"Menunggu Marsekal,"

Jawabnya pasrah akan keadaan yang menimpa kota mereka.

"Menunggu Marsekal? Bukankah kita akan mati menunggunya yang tak kunjung datang. Lagi pula belum saatnya dia untuk kembali kesini. Setelah menemui kaisar, Marsekal berencana menemui tuan Furom."

"Tidak mungkin. Kau tahu sendiri, tuan Furom selalu memiliki cara tersendiri dalam menghadapi berbagai ancaman yang menimpa kota yang dipimpinnya."

"Jikalau demikian. Kenapa Marsekal tidak mengirimkan utusannya untuk menemui tuan Furom, melainkan dia sendirilah yang pergi menemui tuan Furom."

"Hey! Dasar! Sesuai dengan namamu, engkau selalu saja melihat sebuah urusan kekaisaran dengan sebelah mata. Dan menganggap semua urusan Marsekal tidak ada apa-apanya,"

Tutur pemuda itu sebelum bangkit dari duduknya.

"Ingat! Jikalau kita bertindak sekarang, sama halnya dengan kita menyerahkan diri kepada orang-orang itu. Jangan gegabah dalam bertindak! Kita harus menunggu Marsekal"

Sambungnya.

Kedua pria itu tak lain adalah Feis dan Tagar.

Keduanya ditugaskan untuk menjaga kediaman Marsekal, selama Marsekal dan juga beberapa pengawalnya tidak ada disitu.

Tagar dan Feis mengetahui kejadian yang menimpa kota mereka. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa, sebab mereka takut ada penyusup yang berani menyelinap masuk kediaman Marsekal. Oleh karena itu mereka tetap menjaga kediaman Marsekal.

"Sampai kapan kita bertahan dalam keadaan seperti ini?" lagi-lagi Feis bertanya.

Dilain sisi dia mulai merasa tak nyaman dengan keadaan kota mereka.

"Cepat atau lambat, kita harus menunggu Marsekal. Tidak ada pilihan lain selain menunggu Marsekal,"

Jawab Tagar.

Setelah sekian lama keduanya berdebat tanpa kepastian, nampak dari jauh seorang pria dan wanita paruh baya berjalan penuh kewaspadaan menuju ke kediaman Marsekal yang membuat mereka berdua kebingungan.

"Siapakah mereka?"

Tanya Feis penuh kebingungan.

"Tentunya mereka ialah warga disini,"

Jawab Tagar.

Kedua orang tersebut berjalan secepat mungkin tanpa menurunkan kewaspadaan.

"Bukankah itu ayah dan ibunya Yuan Er,"

Cetus Feis.

"Yuan Er? Siapakah Yuan Er?"

Tanya Tagar.

Feis yang tadinya berdiri, kini mulai duduk di samping kanan pintu masuk kediaman Marsekal.

"Yuan Er adalah gadis yang paling cantik di kota ini. Tidak ada yang bisa menyaingi dia terkhusus gadis-gadis yang seumuran dengannya. Selain cantik, dia memiliki etika yang sangat baik pula,"

Feis kemudian menarik nafasnya dalam-dalam, sebelum menatap Tagar dengan sangat dalam, "Belakangan ini aku dengar Marsekal juga menginginkan gadis itu sebagai pendampingnya."

Tagar mengerutkan dahinya, tatapannya mengarah kepada kedua orang tua Yuan Er, sebelum mengalihkan pandangannya kepada Feis, "Jikalau demikian, apa maksud dari kedatangan mereka?"

Feis bangkit dari duduknya, tatapannya penuh tanya mengarah pada Yao Ming yang berjalan layaknya orang sakit, 'Apa yang terjadi pada nya?'

Benaknya.

"Lihat dia,"

Feis menunjuk ke arah Yao Ming, "Apakah engkau tahu apa penyebabnya?"

"Mana mungkin aku tahu, sedangkan mengenalinya pun tidak,"

Tagar berpikir sejenak, sembari menyentil-nyentil jidatnya, "Mungkin dia adalah salah satu korban yang berhasil selamat dari para penyusup?"

Feis menganggukan kepalanya pelan. Rasa antusias terhadap kedua orang tua Yuan Er mulai merasuki.

Apalagi dia adalah seorang bawahan Marsekal, tentunya tidak mau menerima orang-orang yang ada di kota itu mengalami hal demikian.

Feis kemudian menggelengkan kepala pelan, "Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Jikalau tidak, cepat atau lambat seluruh warga yang ada di kota ini akan meninggalkan kediaman mereka demi mencari kenyaman yang bisa membuat mereka terhindar dari segala musibah."

Setelah kemunculan kedua orang tua Yuan Er, terlihat belasan warga lainnya mengikuti keduanya dari belakang dengan tergesah-gesah dan penuh kewaspadaan.

Mereka semua terlihat sangat terpukul dengan musibah yang menimpa, sehingga tatapan mata mereka sangat berbinar-binar.

Dilain sisi ada beberapa dari mereka mengalami luka akibat penindasan yang dilakukan oleh para penyusup. Hal itu terjadi karena mereka melakukan perlawanan.

"Apa! Tidak mungkin."

Feis bangkit dari duduknya, tatapan matanya sangat lebar mengarah pada orang-orang tersebut, "Tidak ada gunanya kita berdiam diri disini,"

Cibirnya.

Tagar menepuk pundak Feis,

"Kamu seharusnya tenang …"

Dia kemudian melangkah kedepan dua langkah. Tatapannya sangat antusias terhadap orang-orang yang berkunjung ke kediaman Marsekal, "Jangan gegabah dalam bertindak. Lihatlah mereka yang datang mencari perlindungan... Apakah kita akan meninggalkan mereka disini atau menyuruh mereka pulang tanpa memikirkan keselamatan mereka?"

Tegurnya.

Feis menggelengkan kepalanya pelan serta menatap orang-orang yang berjalan ke arah mereka dengan penuh rasa iba. Dia kemudian Menghampiri Tagar dan orang-orang tersebut.

"Apa maksud dari kedatangan kalian?"

Tanya Feis.

Walaupun Feis mendengar jelas kejadian yang dialami kota Rinjani, namun dia ragu mengambil keputusan dari kedatangan beberapa warga tersebut.

"Apa yang terjadi dengan dirimu?"

Tanya Tagar, ketika melihat seorang pria paruh baya mengalami luka dibagian lengan kanan.

"Ini tidak ada apa-apa, tapi..."

Pria itu menarik nafas dalam-dalam, sebelum menatap Feis dan Tagar dengan penuh harap, "Tolong selamatkan put... Putriku,"

Pinta pria itu tak berdaya.

Dia mengalami luka yang sangat serius.

Tagar dan Feis seketika salah tingkah, sedangkan warga yang ada panik.

"Cepat tolong dia,"

Ucap beberapa warga.

"Apa yang harus kita lakukan?"

Tagar sangat panik. Dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk membantu pria tersebut.

Sedangkan Feis mulai menutup luka dari pemuda itu menggunakan kain yang awalnya terikat di pinggang pria tersebut.

"Hey!"

Bentak Feis seraya memukul lengan Tagar dengan sangat kuat, "Jangan bengong! Cepat bantu aku menutup lukanya dan bawalah dia masuk ke dalam ruangan perawatan Marsekal."

Tanpa ada basa-basi, Tagar langsung membopong pria paruh baya itu masuk ke dalam menuju ke ruangan perawatan.

Sedangkan Feis mulai memberikan arahan kepada beberapa warga tersebut terlebih dahulu, sebelum masuk ke dalam kediaman Marsekal dan mengambil obat-obatan yang dapat membantu mereka yang mengalami cedera.