Bola mata Mika melebar menemukan dirinya terbangun di tempat asing. Ranjangnya memang empuk, udaranya segar, dan tempat ini sang luas. Namun, Mika sendirian.
Potongan ingatan kemarin malam satu per satu memasuki kesadaran Mika. Mika mengangkat selimut yang membalut tubuhnya. Menemukan tubuhnya terbaring tanpa sehelai benang, seketika ia merasa lemas. Napasnya tercekat. Ia langsung membalut tubuhnya dengan selimut itu, lalu memejamkan mata. Ia merasa malu dan bodoh.
"Ternyata, apa yang terjadi kemarin malam bukanlah mimpi. Itu nyata," ucap Mika pelan. Nada suaranya terdengar berat.
Potongan ingatan kembali muncul. Kali ini, berisi obrolan mereka di tepi pantai. Ilona memukul pelan kepalanya. "Dasar si bodoh ini!" Ia memaki dirinya sendiri.
Mata Mika terbuka. Ia mengernyitkan dahi. Napasnya berembus kasar. "Kenapa kamu malah ngomong gitu, sih?" Ia memarahi dirinya sendiri.
"Semua yang kamu omongin kan dari tulisan yang kamu ketik di novel online itu," imbuh Mika.
Mika menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mengacak-acak rambutnya yang sebenarnya sudah berantakan sejak awal.
"Memangnya kamu pikir kamu tokoh utama novel? Atau, Cinderella? Kenapa kamu melantur kayak gitu, sih? Terdengar payah!" Mika merasa frustrasi.
Mika menoleh ke samping, ke sisi ranjang di sampingnya yang telah kosong, tetapi meninggalkan jejak wangi parfum maskulin. Potongan ingatan kembali muncul bersama tarikan napas panjang. Mika tidak bergeming. Sejujurnya, ia menikmati itu. Tanpa sadar, ia membentuk sudut kecil di ujung bibir.
Mika segera tersadar. Ia menepuk pipinya beberapa kali. Mengusir semua ingatan itu.
"Sadar, Mika! Sadarlah!" serunya.
Tangan Mika masuk ke dalam selimut, meraba-raba sisi ranjang di sampingnya. Ia merasa lega setelah tangannya menggenggam kain yang ia cari. Kemudian ia masuk ke dalam selimut untuk membalut tubuhnya dengan gaun itu. Ia khawatir akan ada orang yang tiba-tiba masuk saat ia mengenakan pakaian.
Setelah selesai mengenakan gaun, Mika beranjak dari ranjang. Ia berdiri di depan cermin rias, melihat pantulan dirinya. Rambutnya amat berantakan. Ia menyisir sejenak agar tidak mengundang stigma buruk dari orang-orang yang melihatnya.
Seorang wanita berbaju seksi lalu keluar dari kamar hotel dengan rambut awur-awuran, Mika sendiri akan bergosip kalau bertemu wanita seperti itu.
Saat meletakkan sisir, perhatian Mika tertarik pada sebuah kertas panjang yang tergeletak di atas meja rias. Ia mengangkat kertas itu. Bola matanya melebar, tangan kirinya menutupi mulut yang terbuka, sedangkan tangan kanannya tiba-tiba bergetar.
"Du-dua ratus juta?" katanya, menyebut nominal yang tertulis di dalam selembar cek itu.
Perhatian Mika kembali melihat kertas lain, di atas meja. Kali ini, kertas itu berasal dari buku tulis. Ia mengangkat kertas itu dengan tangan kanan. Bola matanya mulai bergerak mengikuti kata per kata yang diucapkan bibirnya.
Jumlahnya memang tidak terlalu banyak. Tapi, tolong gunakan untuk tambahan uang jajanmu.
Aku harap kamu tidak merasa tersinggung. Tidak ada satu pun dari niatku yang merendahkan kamu.
Ini pengalaman pertamamu, kan? Aku merasa sangat jahat kalau meninggalkan kamu begitu saja.
Selepas membaca, pandangan Mika berputar ke sekeliling. Setelah ia yakin kalau dirinya sendirian di sini, ia bergumam, "Jadi, dua ratus juga ini untukku? Uang sebanyak ini?"
Awalnya Mika merasa girang, lalu berubah seketika, menjadi rasa curiga.
"Uang sebanyak ini untukku? Secara cuma-cuma? Atau, jangan-jangan ini cek palsu?" gumam Mika.
Mika menyimpan cek itu ke dalam dompet. Kemudian ia cepat-cepat keluar dari hotel. Ia memesan taksi online yang mengantarkan dirinya pulang lebih dahulu.
Taksi itu berhenti di depan rumah Rosa, tempat ia menginap selama berlibur di sini. Ia heran karena rumah itu sangat sepi, pintu tertutup rapat, dan gordennya belum dibuka. Padahal, ini sudah jam sembilan.
"Apa Kak Rosa lagi keluar, ya?" guman Mika.
Mika langsung masuk. Ia hafal sandi kunci digital pintu rumah Rosa.
Seisi rumah begitu sepi. Tidak ada jejak-jejak kehidupan.
"Apa Kak Rosa beneran pergi, ya?" gumam Mika lagi.
Mika pun bergegas menuju kamar Rosa. Ia membuka pintunya dan--
"Ah, sial!" pekik Mika. Ia langsung menutup pintu itu.
Rupanya Rosa tengah beradu keringat dengan pacarnya yang katanya dari Korea itu.
Kepala Mika bergeleng-geleng. Ia berdengus lelah. "Apa ini enggak terlalu pagi untuk melakukan itu?"
Mika tidak menggubris. Ia langsung pergi ke kamarnya. Ia mandi, lalu mengganti pakaian dengan celana jeans slim fit dengan panjang 7/8 berwarna hitam dipadukan kaus lengan pendek slim fit abu-abu. Ia melihat pantulan wajahnya di cermin sembari menguncir rambut.
Tiba-tiba Mika teringat ucapan Sandi kemarin malam, "Kamu tuh kalau enggak suka pakai pakaian terbuka gini, enggak usah maksa. Setiap wanita cantik dengan caranya masing-masing."
"Dan ini adalah pakaian ternyamanku, seorang Mikayla Hana, bukan Rosalie Skye," gumam Mika menjawab ucapan Sandi.
Mika melangkah keluar kamar. Ia berpapasan dengan Rosa yang telah mengenakan daster.
"Kapan kamu pulang? Kok, aku baru tahu?" tanya Rosa.
Mika berdengus sinis. "Barusan. Kamu lagi sibuk tadi, makanya enggak tahu," jawab Mika, sedikit menyindir.
Rosa tertawa lirih. Ia mengerti.
"Aku mau ke bank. Ada sesuatu yang harus aku urus," ujar Mika.
Mika bergerak terburu-buru. Ketika hendak mencapai pintu, Rosa menghentikan langkah Mika dengan ucapannya.
"Lho, bukannya tahun baru bank masih tutup?" tanya Rosa.
Mika menepuk jidat. Ia terlalu semangat untuk memastikan cek dua ratus juta itu sampai lupa.
Tiba-tiba muncul suara seorang pria menengahi obrolan mereka. "자기야, 너 누구랑 얘기하고 있는 거야?"
(Sayang, kamu sedang bicara dengan siapa?)
Tak lama, pria itu sudah berdiri di samping Rosa. Rosa menoleh, lalu menunjuk Mika dan menjawab, "이 사람, 내 친구. 어제 얘기했던 사람."
(Orang ini adalah temanku. Yang aku ceritakan kemarin)
Kedua pasang mata itu langsung mengarah ke Mika. Sedangkan Mika tak mengerti sedikit pun yang mereka bicarakan.
Pria itu menyapa Mika, "안녕! 만나서 반가워!"
(Halo! Senang bertemu denganmu!)
Mika hanya mengangguk-anggukkan kepala seperti orang bodoh. "Yes, yes," katanya, asal menjawab.
Tawa Rosa meledak. Kemudian ia menjelaskan, "Dia nyapa kamu. Katanya senang bertemu denganmu."
"Sebenarnya, aku enggak suka bertemu denganmu. Kuharap kamu segera pulang dari rumah ini," ujar Ilona dengan senyum lebar dan nada yang santun. Sehingga orang asing ini akan menganggap ucapannya sebagai sapaan ramah.
Benar saja. Pria itu tidak mengerti ucapan Mika. Ia bertanya pada Rosa. Kemudian Rosa menjelaskan menggunakan bahasa Korea, yang Mika sendiri tidak mengerti. Namun, ia paham satu, Rosa pasti membohongi pria itu.
Mika pun kembali ke kamar.
-oOo-