Chapter 9.1 – Gerbang Ingatan yang Terkunci
---
“Masa lalu bukanlah penjara. Tapi kunci yang tak semua hati sanggup memutar.”
---
[Gerbang Itu Akhirnya Terbuka]
Setelah menyelesaikan lagu terakhir Ailina, energi yang terkumpul dari memori-memori Lamina membentuk sebuah jalur cahaya menuju reruntuhan kuno—tempat yang disebut dalam legenda sebagai Ars Memoria, sebuah dimensi spiritual yang menyimpan kenangan sejati dunia. Rinah, Lugh, dan Yorsen berdiri di hadapan gerbang raksasa dari batu hitam berurat emas, dengan ukiran simbol-simbol lama yang terus berubah mengikuti pikiran mereka.
> Yorsen:
“Ini bukan sekadar tempat penyimpanan memori… Ini semacam kesadaran.”
> Lugh:
“Dan hanya mereka yang mampu berdamai dengan masa lalu, yang bisa melewatinya.”
Rinah melangkah maju. Di hadapannya, gerbang bersinar samar, menanti pengakuan terdalamnya.
---
[Syarat yang Tak Tertulis]
Untuk membuka gerbang, setiap orang harus menampilkan kenangan terburuk yang ingin mereka lupakan, dan menghadapinya secara langsung. Lugh masuk lebih dulu, memperlihatkan momen saat ia gagal menyelamatkan kampung halamannya dari kutukan Velkarr.
> Lugh (gemetar):
“Aku... lari. Aku meninggalkan mereka... semua.”
Namun alih-alih menolak, gerbang membuka celah baginya.
> Gerbang (bergema lembut):
“Penerimaan... bukan pelarian.”
---
[Rinah dan Luka yang Belum Tersembuhkan]
Kini giliran Rinah. Tapi saat dia menapak lebih dekat, sihir di sekelilingnya mendadak menggila. Angin memutar, kenangan-kenangan terfragmentasi membanjiri ruang: wajah Ailina, tawa ibu mereka, percikan darah, suara denting terakhir dari lyranith.
> Rinah (menutup telinga):
“Berhenti… aku tidak siap… aku tak mau mengingatnya!”
Namun gerbang tak membuka.
> Gerbang (tajam):
“Jiwa yang menolak luka tak bisa memahami kebenaran.”
Rinah roboh. Tapi Lugh mendekatinya dan menyentuh pundaknya.
> Lugh:
“Kau tak perlu menghadapinya sendirian. Biarkan aku berbagi kenangan itu.”
Dalam sekejap, gerbang perlahan bersinar… dan terbuka.
---
[Di Dalam Ars Memoria]
Begitu mereka melangkah masuk, dunia berubah. Mereka kini berada dalam arsip hidup—ruangan tak terbatas yang berisi kristal-kristal kenangan. Masing-masing bersinar dengan warna dan irama berbeda, menggambarkan emosi pemiliknya.
Namun, di tengah ruangan utama, ada satu kristal hitam besar, terkunci dalam segel rumit. Yorsen, yang mendekatinya, tampak goyah.
> Yorsen:
“Ini… ini bukan hanya kenangan Ailina. Ini… adalah kenangan dunia yang dilenyapkan.”
> Rinah:
“Apa maksudmu?”
> Lugh (membaca ukiran segel):
“Satu peristiwa. Satu hari. Satu dosa yang ingin dilupakan semua umat manusia.”
Mereka belum menyadari bahwa membuka kenangan itu bisa membangkitkan entitas lama yang bahkan Velkarr pun ingin lupakan.
---
[Bayangan yang Bernafas]
Saat Lugh menyentuh kristal hitam itu, ia melihat… bayangan dirinya sendiri. Namun berbeda—penuh luka, penuh darah, dan menatapnya dengan amarah.
> Bayangan Lugh:
“Kau bukan aku. Kau hanya setengah dari diriku. Aku… adalah pilihan yang tak kau ambil.”
> Lugh:
“Kau… kenangan dari masa depan yang mungkin terjadi?”
> Bayangan:
“Aku adalah kenyataan dari dunia yang membiarkan Velkarr menang.”
---
[Penutup: Takdir yang Menanti]
Sebelum kristal hitam itu pecah, muncul sosok berjubah putih dari kejauhan. Sosok itu tak memiliki wajah, hanya cahaya di balik tudungnya. Ia memperkenalkan diri sebagai Archivist, penjaga terakhir Ars Memoria.
> Archivist:
“Satu langkah lagi, dan kalian akan mengetahui kebenaran yang mungkin tak bisa kalian terima. Apakah kalian siap?”
Rinah, dengan tatapan penuh tekad, menjawab:
> Rinah:
“Aku tak ingin tahu kebenaran. Aku ingin menyelesaikan cerita ini. Dengan caraku sendiri.”
---