Satu minggu setelah badai di pusat kota.
Cahaya matahari pagi menembus jendela besar apartemen penthouse, menyapu lantai kayu yang bersih dan menerangi partikel-partikel debu yang menari malas di udara. Aroma roti panggang dan kopi samar-samar tercium dari dapur. Bagi kebanyakan orang di Stellara, ini adalah pagi yang normal. Bagi Kaelen Vance, ini adalah normalitas barunya yang aneh dan luar biasa.
Ia duduk di meja makan, mencoba fokus pada buku pelajarannya, tapi perhatiannya terus teralihkan. Di seberang meja, adiknya, Elara, sedang asyik bermain game di konsol portabelnya sambil sesekali menyuap sereal ke mulutnya. Dan di sebelahnya, duduk dengan postur sempurna dan punggung lurus, adalah Lyra.
Gadis berambut perak itu tidak melakukan apa-apa, hanya menatap sepotong roti panggang di piringnya dengan ekspresi penuh konsentrasi, seolah itu adalah artefak misterius dari dimensi lain. Setelah beberapa saat, ia dengan hati-hati mengambilnya, menirukan cara Kael mengoleskan selai stroberi, lalu menggigitnya dengan sangat pelan. Matanya melebar sedikit, sebuah kilatan kecil keajaiban muncul di sana.
"...Manis," bisiknya pelan, lebih pada dirinya sendiri, sebelum kembali menatap Kael, seolah meminta persetujuan.
Kael tersenyum dan mengangguk. "Itu selai stroberi. Enak, kan?"
Lyra mengangguk sekali, sebuah gerakan kecil yang kaku, lalu kembali memakan rotinya dengan khidmat.
Melihat pemandangan ini, Kael merasa hatinya menghangat. Seminggu terakhir adalah pusaran adaptasi. Mengajari Lyra cara menggunakan shower, menjelaskan konsep televisi ("Kotak sihir yang menunjukkan cerita?"), dan yang paling sulit, meyakinkannya bahwa Kael akan baik-baik saja saat pergi ke kamar mandi sendirian. Lyra adalah bayangannya yang setia, kehadirannya yang pendiam memberikan rasa aman yang aneh bagi Kael, sama seperti kehadiran Kael yang menjadi jangkar bagi Lyra.
"Kak Kael, nanti sore jadi kan antar aku ke toko game?" tanya Elara, memecah lamunan Kael. "Ada rilisan baru!"
"Tentu, tentu," jawab Kael.
"Kak Lyra juga ikut?" Elara menoleh pada Lyra.
Lyra tidak menjawab, hanya menatap Kael, menunggu jawabannya.
Kael tertawa kecil. "Tentu saja dia ikut. Dia kan 'pengawalku'."
Lyra tampak puas dengan jawaban itu dan kembali fokus pada rotinya.
Kehidupan baru ini, meskipun rumit dan terus-menerus di bawah pengawasan Ordo (Kael tahu Rina mungkin sedang mengamati mereka dari gedung seberang saat ini), terasa… benar. Terasa seperti sebuah keluarga.
Di lokasi yang berbeda, di kedalaman bayang-bayang kota Stellara, di sebuah markas bawah tanah yang tersembunyi jauh dari jangkauan Ordo Chronosentinel.
Seorang pria dengan bekas luka tipis di alisnya menatap serangkaian layar holografik. Ia adalah pemimpin unit Crimson Hunt yang menyerang pusat kota. Di layar utama, terpampang profil Kaelen Vance, lengkap dengan foto yang diambil secara diam-diam saat ia berjalan ke sekolah.
"Laporannya sudah masuk, Bos."
Seorang bawahan masuk ke ruangan yang remang-remang itu. "Analisis dari pertempuran itu selesai. Anak itu, Kaelen Vance, bukan sekadar Resonator biasa. Kemampuannya untuk menenangkan Phantasm Nova tanpa paksaan… itu belum pernah terjadi sebelumnya."
Pria itu menyeringai, sebuah senyum dingin yang tidak mencapai matanya. "Aku tahu. Aku merasakannya di lapangan. Dia bukan penghalang. Dia adalah kunci."
Ia beralih ke layar lain, menampilkan data energi dari Lyra dan Phantasm Echo.
"Lunanima Core memang berharga. Tapi kemampuan untuk mengendalikan sumber dari Core itu sendiri… itu tak ternilai harganya," lanjutnya. "Lupakan tentang perburuan Phantasm secara acak untuk sementara waktu. Fokus kita sekarang berubah."
Ia menyentuh layar yang menampilkan foto Kael.
"Cari tahu semua tentang dia. Rutinitasnya, teman-temannya, keluarganya… adiknya." Ada kilatan kejam di matanya. "Kita tidak akan mencoba melawannya secara langsung lagi. Kita akan memancingnya keluar. Kita akan memberinya sesuatu yang tidak bisa ia tolak, atau mengambil sesuatu yang tidak bisa ia biarkan hilang."
Ia berbalik menghadap bawahannya. "Siapkan tim infiltrasi. Dan hubungi 'klien' kita. Katakan pada mereka kita telah menemukan sesuatu yang jauh lebih menjanjikan daripada sekadar bahan mentah. Kita telah menemukan 'sang pawang'."
Pria itu kembali menatap foto Kael, senyumnya semakin lebar. "Selamat menikmati kedamaianmu selagi bisa, Kaelen Vance. Karena bayang-bayang akan segera datang untuk menjemputmu."
[VOLUME 1 SELESAI]