Jejak Segel Langit

Bab 1: Anak dari Gubuk Sunyi

Di sebuah perdesaan terpencil di benua Xuan Ling, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Yan Zue. Sejak kecil, ia hidup sebatang kara di sebuah gubuk tua di kaki gunung. Ia tak tahu siapa orang tuanya—hidup atau mati—namun satu hal pasti: ia ingin menemukan mereka dan diakui dalam dunia persilatan.

Hari-hari Yan Zue diisi dengan berlatih sendiri. Setiap jurus dia pelajari dari pengamatannya terhadap hewan, alam, dan potongan-potongan buku tua yang ia temukan dari pedagang keliling. Impiannya sederhana tapi besar: menjadi cukup kuat agar keberadaannya diakui.

Saat usianya menginjak 17 tahun, ia memberanikan diri untuk mendaftar ke Sekte Bulan Perak, salah satu sekte terkenal di wilayah timur. Namun, harapannya pupus saat ia ditolak mentah-mentah.

> "Kau tidak memiliki akar spiritual. Tak akan bisa mencapai apapun dalam dunia kultivasi," kata salah satu tetua sekte.

Kecewa dan terpukul, Yan Zue melamun di puncak bukit, di bawah hujan gerimis. Tapi tekadnya tak goyah. Ia memutuskan untuk melatih diri di gunung, jauh dari siapa pun, percaya bahwa kekuatan bisa lahir dari usaha, bukan hanya bakat.

Suatu hari, saat ia tengah berteduh di balik tebing berbatu, datanglah seorang lelaki tua berjubah lusuh. Wajahnya teduh, namun matanya menyimpan kilatan tajam.

> "Siapa namamu, Nak?" tanya lelaki itu.

> "Nama saya Yan Zue, Kek."

Lelaki tua itu mengamati dahi Yan Zue dan matanya sedikit membelalak. Ada segel aneh yang tertanam di sana, tersembunyi tapi kuat. Namun dia memilih menyimpannya sendiri.

> "Apa yang kau lakukan di sini sendirian?"

> "Berlatih, Kek. Aku ingin mencari orang tuaku."

Orang tua itu mengangguk perlahan. Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam jubahnya—sebuah batu kecil bercahaya—dan memberikannya pada Yan Zue.

> "Gunakan ini untuk membuka segelmu, perlahan-lahan... Jangan paksa. Suatu hari kau akan mengerti."

Seketika, lelaki tua itu menghilang seperti kabut tersapu angin, meninggalkan Yan Zue yang kebingungan tapi juga merasa sesuatu dalam dirinya mulai bangkit...

Bab 2: Segel yang Terbangun

Sejak pertemuan dengan lelaki tua itu, hari-hari Yan Zue tak lagi sama. Batu kecil bercahaya yang diberikan padanya kini selalu ia genggam. Batu itu hangat, seolah hidup, dan setiap malam mengeluarkan cahaya samar ketika bulan penuh menggantung di langit.

Di sebuah gua kecil di lereng gunung, Yan Zue duduk bersila. Napasnya tenang, tubuhnya diam bagai batu. Ia mencoba mengikuti petunjuk kakek misterius itu: membuka segel perlahan-lahan, bukan dengan paksaan.

Malam itu, saat meditasi, batu itu bersinar lebih terang dari biasanya. Cahaya biru lembut menyelimuti tubuhnya. Lalu tiba-tiba, sebuah rasa panas membakar dahinya. Yan Zue menggigit bibir, menahan sakit luar biasa.

> "Arghh... a-apa ini...?!"

Tubuhnya gemetar. Dalam pikirannya, muncul kilasan bayangan: sosok seorang wanita berpakaian putih, menatapnya dengan mata berkaca. Di belakangnya, seorang pria bertubuh tinggi mengenakan jubah hitam bertarung melawan bayangan hitam raksasa.

"Zue... maafkan kami..." suara lembut itu menggema, lalu menghilang.

Yan Zue terjatuh ke tanah, napasnya memburu. Ia baru sadar, segel di dahinya mulai retak. Tidak sepenuhnya terbuka, tapi cukup untuk melepaskan kekuatan kecil dari dalam tubuhnya.

Esok paginya, saat ia mencoba berlatih gerakan dasar, tubuhnya terasa jauh lebih ringan. Pukulan tangannya menggetarkan batu. Lompatannya mencapai pohon tinggi. Dia tersentak.

> "Aku... menjadi lebih kuat...?"

Namun, kekuatan itu belum stabil. Setiap kali ia mencoba menggunakan kekuatan lebih dalam, rasa sakit dari segel itu kembali muncul. Seolah ada sesuatu yang belum siap dilepaskan.

Satu hal yang jelas bagi Yan Zue: dirinya bukan anak biasa. Segel itu menyimpan kunci, dan batu dari lelaki tua itu adalah pembuka pintunya.