Prolog: Bayangan di Balik Takhta
Di bawah cahaya bulan yang pucat, Menara Pengetahuan berdiri megah di tengah Kota Eldoria. Pilar-pilar tinggi yang menopang bangunan itu seolah menjulang ke langit, seakan ingin menantang bintang-bintang yang bertabur di malam gelap. Di dalamnya, ribuan gulungan naskah berjejer rapi, berisi sejarah, ilmu, dan rahasia dunia—tetapi hanya sedikit yang benar-benar memahami kekuatan yang tersembunyi dalam lembaran-lembaran usang itu.Di sudut terdalam menara, seorang lelaki tua dengan jubah hitam duduk di depan meja kayu berukir. Elder Darian menghela napas panjang, jemarinya yang keriput melayang di atas perkamen kuno yang berisi ramalan yang telah dilupakan oleh banyak orang. Di sisi lain ruangan, seorang gadis berusia enam belas tahun berdiri dengan kepala tegak. Sierra, murid terbaiknya, telah mencapai titik di mana ia harus mengetahui kebenaran yang disembunyikan selama bertahun-tahun."Dunia ini tidak berputar hanya karena takhta dan perang, Sierra," suara Elder Darian terdengar serak namun penuh wibawa. "Ada sesuatu yang lebih besar dari ambisi manusia—sebuah keseimbangan yang harus dijaga. Dan kau akan menjadi bagian dari itu."Sierra menatap gurunya dengan penuh keteguhan. Sejak kecil, ia telah belajar tentang strategi, diplomasi, dan filsafat yang membentuk kebijaksanaan para pemimpin sejati. Tetapi malam ini, ia akan belajar sesuatu yang jauh lebih dalam—sebuah rahasia yang hanya dipercayakan kepada mereka yang benar-benar memahami arti kekuatan."Apakah ini tentang kematian Raja?" Sierra bertanya, nada suaranya mengandung ketegangan yang tidak bisa disembunyikan.Penatua Darian tersenyum tipis, namun matanya penuh kekhawatiran. "Kematian Raja hanyalah permulaan dari sesuatu yang lebih besar. Akan ada perebutan kekuasaan, manipulasi, dan perang yang mungkin tak dapat dihindari. Yang perlu kau pahami adalah bahwa kekuatan terbesar bukanlah pedang atau sihir, melainkan kata-kata dan kebijaksanaan."Sierra mengangguk. Ia telah melihat bagaimana orang-orang bertarung demi kekuasaan, bagaimana pemimpin jatuh karena kesalahan mereka sendiri, dan bagaimana rakyat selalu menjadi korban dalam permainan para penguasa. Jika ada cara untuk mengubah semua itu, ia ingin mengetahuinya.Malam itu, di bawah cahaya lilin yang bergetar, Sierra bersumpah bahwa ia akan menemukan jalan yang benar—bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk masa depan Eldoria. Dan tanpa ia sadari, bayangan-bayangan di balik takhta mulai bergerak, mempersiapkan permainan mereka sendiri.Malam itu, saat Sierra melangkah keluar dari Menara Pengetahuan, udara dingin menyelimuti kota. Cahaya lentera-lentera yang tergantung di sepanjang jalan memberikan bayangan samar pada bangunan-bangunan tua Eldoria. Di kejauhan, suara riuh dari pasar malam masih terdengar, tetapi di balik keriuhan itu, ada bisikan—bisikan dari mereka yang berencana merebut kekuasaan.Sierra menyesap udara dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Kata-kata Elder Darian masih berputar di kepalanya. Kekuatan terbesar bukanlah pedang atau sihir, melainkan kata-kata dan kebijaksanaan. Tapi bagaimana kebijaksanaan bisa melawan ambisi mereka yang telah lama haus akan kekuasaan?Langkahnya semakin cepat saat ia mendekati istana, di mana berita kematian Raja telah menyebar ke setiap penjuru kota. Para bangsawan berkumpul, berbincang di balik pintu tertutup, sementara para prajurit berjaga dengan wajah penuh waspada. Dunia sedang berubah, dan Sierra harus menentukan di mana ia akan berdiri.Saat ia tiba di gerbang utama istana, seorang penjaga menghentikannya. “Siapa kau dan apa tujuanmu di sini pada malam seperti ini?” tanyanya dengan curiga.Sierra menatapnya dengan percaya diri. “Aku membawa pesan dari Elder Darian. Aku harus bertemu dengan Pangeran Kael.”Mata penjaga itu menyipit, tetapi setelah beberapa saat, ia memberi isyarat agar pintu gerbang dibuka. Sierra melangkah masuk, menyadari bahwa malam ini adalah awal dari perjalanannya.Di dalam istana, pertemuan antara para bangsawan telah mencapai titik panas. Pangeran Kael berdiri tegap, tatapan tajamnya menembus ruangan, sementara Putri Elara duduk dengan ekspresi tenang—tetapi tak ada yang bisa menyembunyikan ketegangan yang memenuhi udara.“Kerajaan ini membutuhkan pemimpin yang kuat,” Kael berkata lantang. “Bukan seorang diplomat yang hanya bisa berbicara tetapi tak bertindak.”Elara menatapnya dengan dingin. “Kekuatan tanpa kebijaksanaan hanyalah kehancuran.”Di saat itu, Sierra melangkah ke dalam ruangan, menyadari bahwa ia telah memasuki permainan yang jauh lebih besar dari dirinya sendiri.Apakah kebijaksanaan cukup untuk mengubah jalan sejarah? Ataukah dunia memang ditakdirkan untuk selalu berada di bawah bayang-bayang kekuasaan?