Alasanku?

"Apa sebenarnya alasanmu datang ke kota ini?"

Wanita berkulit pucat itu bertanya.

Alasanku? Aku tidak tahu jika benar-benar bisa mempercayai Akoto sepenuhnya. Terlebih lagi aku hanya mengenalnya beberapa hari yang lalu. Aku meragukan harus mengatakan sesuai dengan kenyataan ── atau sebaliknya.

"... Kau tidak perlu mengatakannya jika tidak ingin."

Aku melepas kerah bajunya dan duduk termenung di lantai. Lantas, apa yang harus kulakukan jika aku sendirian di kota penuh warga bertopeng? Aku tidak paham mengapa banyak serangkaian kejadian aneh.

"Aku tidak akan pergi dengan waktu yang lama, hanya sedikit urusan penting."

Aku menempatkan diriku dengan posisi duduk di sofa dan terkekeh, terlebih karena perkataannya yang serius dengan 'urusan' penting yang ia bicarakan.

"Apakah semua ras vampir memiliki urusan yang sama sepertimu?"

Aku berbicara dengan nada menggoda,

Ia mengambil sebuah gelang rotan dengan hiasan dua tanduk rusa yang bergantung. Lalu mengambil beberapa langkah dan memberikannya kepadaku.

"Patahkan dua tanduk rusa itu ketika dalam bahaya, di saat kau melakukannya. Aku akan datang."

Dua tanduk? Aku memeriksa gelang rotan yang di berikan dan memang terlihat agak sedikit rapuh. Akan tetapi, warna dan silhuet yang menyinarinya sangatlah cantik. Sangat sayang jika kedua tulang ini di patahkan.

"Apakah tidak ada cara lain? Kau memiliki ponsel kan"

"Jika rasku mengetahui aku berhubungan dengan dunia luar, mereka akan dengan senang hati memburuku."

Aku hanya mengangguk pelan sebagai respon, jika di pikir-pikir. Aku belum pernah melihat makhluk mistis selain vampir, Akoto memberi tahuku kalau sumber mistis di kota ini bukan hanya milik dia seorang. Akankah ada ras yang sama sepertinya? Atau jenis makhluk lain.

"Hei akoto─ "

"Aku sudah mentransfer uang di rekeningmu, sebaiknya cek saja."

Bagaimana ia mengetahui nomor rekeningku?

"Maaf rambut oranye waktuku sudah tidak banyak, mereka memanggilku."

Setelah ia mengucapkan beberapa kata itu, tubuhnya menghilang menjadi serpihan debu. Meninggalkanku sendirian bersama teh yang sudah dingin ini.

Jujur saja, aku merasa takut menghadapi dunia luar. Jika aku salah bersikap, bisa-bisa aku berubah menjadi hantu seperti mereka yang tinggal di kota ini.

Karena masalah terselesaikan, lebih banyak muncul pertanyaan. Jika mereka semua berubah menjadi hantu, bagaimana mereka menjadi saksi mata akan kematian pamanku?

Akoto tidak menjelaskannya dengan detail, apakah para hantu itu masih berperilaku yang sama sewajarnya mereka saat masih hidup? Atau sebaliknya.

Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya. Yaitu, menghadiri sekolah dan mempelajari perilaku yang mereka cerminkan. Mungkin dengan begitu aku akan terbiasa dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru ini.

Lagipula aku tidak akan pulang, tidak sebelum kasus pamanku terpecahkan.

Tunggu aku paman, aku berjanji akan menguak kebenarannya.

Aku segera balik ke kamarku, merencanakan kegiatan yang akan kulakukan esok harinya.

───────────

Namun ... keadaan berubah. Aku malah berakhir tidak masuk dengan alasan sakit. Malas untuk bangun dari ranjang yang lembut ini.

Lagian, toh aku sudah melakukan banyak aktivitas berat sebelumnya. Mungkin memang aku yang terlalu mengkhawatirkan keadaan kota ini. Nyatanya para hantu itu mengambang atau berjalan layaknya seorang manusia.

Aku memperhatikan gerak-gerik mereka melalui jendela dan tidak beda jauh dari rutinitas mereka setiap harinya. Memang benar ketakutan hanya datang dari diri sendiri, kecuali prajurit bersenjata pistol itu karena mereka memang benar nyata.

Aku ingin keluar dan mencari udara segar, akan tetapi tubuhku berkata lain. Sudah sekitar 3 bulan aku tinggal di kota terpencil ini. Namun, masih belum menemukan informasi sedikitpun mengenai Paman John.

Sepertinya aku harus menggali informasi lagi, aku mengambil ponsel pintarku dan membuka beberapa situs mengenai kasus pembunuhan atau menghilangnya Pamanku.

Sebenarnya pihak kepolisian belum menginformasikan perihal benar atau tidaknya ia di bunuh. Akan tetapi, sebagian keluargaku sudah menganggapnya tidak ada di dunia ini. Aku tidak menyalahkan mereka, karena 10 tahun sudah berlalu.

Akan tetapi tekadku untuk menyelamatkan Paman John tetap kuat. Ia adalah orang yang baik, mengapa ada orang yang mempunyai niat jahat kepadanya?

Aku mengacak-acak rambutku dan tidak tahan dengan ruangan yang dingin ini. Aku menyelimuti diriku dengan ekstra selimut dan bantal. Selimut kemerahan dengan kombo sprei kehijauan.

Merasa jenuh, aku turun sembari membawa selimut dan bantalku. Aku tidak ingin berbohong, keadaan ku dengan kaki yang patah ini cukup menyulitkanku.

Krek

Lagi-lagi suara yang di buat sangat nyaring, anak tangga demi tangga.

Ternyata orang yang memiliki cacat tulang kaki mengalami hal seperti ini seumur hidup mereka.

Rasanya mustahil jika tidak ada yang mengenal Paman John di area ini. Bahkan dalam kurun waktu 10 tahun mereka menjawab seakan-akan Paman John tidak pernah berada disini. Apakah ada kemungkinan ia diculik?

Aku tidak memiliki satupun keluarga atau kerabat dekat yang tinggal di sekitar sini. Akoto mengatakan kalau aku dapat melihat ilusi hantu bertopeng itu. Aku menjadi penasaran jika ada warga pendatang atau orang luar yang datang ke kota ini.

Jika saja Ibu dan Ayah masih ada disini, mereka bisa membantuku mencari tahu asal-usul kematian Paman John. Terlebih lagi merekalah yang paling dekat hubungannya.

Ahh! Aku tidak tahan dengan rutinitas yang membosankan ini, walau sebenarnya aku sedang bolos. Aku segera mengganti sweaterku dengan jaket yang tebal. Lalu mengambil tongkat krek dan beranjak pergi dari kawasan rumahku.

Aku kembali mencari udara segar di hutan yang lebat. Salju sudah turun, air sungai berubah menjadi es.

Menarik!

Sayang sekali wanita bertaring itu tidak dapat melihat pemandangan ini. Aku penasaran bagaimana keseharian hidup vampir.

Di Hutan itu, aku memandangi pemandangan sungai. Arus air yang sebelumnya sangat deras itu kini berubah menjadi es, lalu aku melempar batu itu ke arah sungai dengan harapan es akan kembali mencair.

Namun kenyataannya tidak,

Aku bersandaran dan menaruh tongkat krek di bawah pohon pinus sembari mengacak-acak tumpukan daun berwarna hijau dan mengambil beberapa pinus yang tergeletak. Rasanya jenuh sekali hari ini.

Lalu, aku mendengar suara langkah kaki yang kian mendekat.

Kletak-kletuk

Aku segera mengambil tongkat kayu itu dan beranjak berdiri. Sial! Aku lupa bahwa kota ini masih berpenghuni walau mereka tidak bernyawa.

Aku segera menggenakan topeng yang sedari tadi tidak kupakai. Dan segera menghadapi hantu bertubuh transparan yang berada tepat di belakangku itu.

Namun, alangkah terkejut. Alih-alih mendapati hantu bertopeng yang memiliki ekspresi layaknya manusia. Aku bertemu dengan seorang Kakek yang tidak lain kutemui hari pertama berada di hutan ini.

Anehnya, ia tidak memakai topeng? Akoto tidak pernah memperingatkan aku mengenai orang yang tidak berubah menjadi hantu.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi?