Makassar, Maret 2023
Putri Langit membuka mata. Cahaya matahari yang lolos dari sela korden kamarnya yang besar menyeruak masuk dan menyentuh lembut kelopak matanya yang masih dikuasai kantuk. Dahi halus itu mengrenyit. Mencoba bertahan dari sengatan pagi sambil memiringkan tubuhnya ke arah lain. Berharap cahaya tersebut menghilang segera dan dia bisa melanjutkan tidurnya yang tertunda. Tapi ternyata leher jenjangnya yang sekarang menjadi sasaran empuk cahaya pukul delapan tersebut. Putri, panggilan kesayangan dari anak juragan kapal kondang Andi Muhammad Langit di Makassar itu bangkit dengan malas. Libur semester masih beberapa hari lagi sebelum dia harus kembali ke Yogya melanjutkan kuliahnya di sebuah universitas negeri tertua di Indonesia.
Putri berjalan tersaruk menuju dapur rumahnya yang nyaris keseluruhan luas rumah ukuran 45 meter persegi. Gadis tinggi semampai itu meraih cangkir dan mengisinya dengan kopi Toraja yang telah tersedia di mesin kopi besar Victoria Ardunio. Setelah beberapa teguk barulah matanya terbuka sempurna. Aiihh! Kafein di cangkirnya ini sanggup membuka kesadarannya seketika. Putri mencari-cari dengan sudut matanya. Itu dia!
Seekor Ashera meringkuk bermalas-malasan di teras belakang rumah bergaya modern dengan corak arsitektur khas Bugis itu. Putri berlari kecil menghampiri.
“Panticaaa!” Putri berteriak kencang dengan nada gemas sambil berusaha meraih kucing berjenis Ashera yang langka itu. Si kucing bertubuh gemuk itu menghindar dengan gerakan lincah. Putri membelalakkan matanya yang indah sembari mendengus kesal. Pantica, kucing kesayangan keluarganya ini entah mengapa enggan setiap kali Putri hendak menyentuhnya. Mungkin sedikit trauma karena Putri cenderung mengumbar kegemasannya dengan cara agak mengerikan bagi seekor kucing. Mencabik-cabik bulunya yang tebal, menguling-guling tubuhnya yang besar, menarik-narik ekornya yang mekar panjang persis kemoceng, dan mengejar-ngejarnya dengan kekuatan penuh jika ia lari menghindar. Meski penuh kasih sayang, tapi Ashera berwarna unik loreng kekuningan itu selalu merasa terganggu dengan semua kelakuan Putri.
Putri menamai kucing Asheranya yang super mahal dengan sebutan lengkap Panthera tigris sondaica dengan panggilan Pantica. Kucing itu sudah hadir di tengah-tengah keluarganya semenjak 3 tahun lalu saat Ayahnya berkunjung ke Turki dalam rangka pameran prototype kapal Phinisi terbaik miliknya ke negeri Mediterrania itu.
Gadis bertinggi 169 cm berambut hitam legam sepunggung itu menghentikan upayanya yang tiada hasil setelah Pantica dengan lincah memanjat pohon kersen besar di sisi belakang kolam renang berukuran ½ olympic yang terbujur tenang di halaman samping rumah bangsawan Bugis kaya raya itu.
Cuaca cukup terik. Matahari hadir dengan sengatan panasnya yang leluasa di seluruh penjuru kota Makassar. Putri hendak kembali ke kamarnya dan berniat melanjutkan tidur saat teguran halus menyapa telinganya.
“Putri Langit, jangan tidur lagi mi. Tidak baik ji anak gadis tidur sementara matahari masih tak lebih dari sepenggalah.” Putri menoleh dan nyengir malu. Tubuhnya dihamburkan ke pelukan Ibunya dengan lagak manja. Wanita setengah baya itu tersenyum sabar sembari mengelus putri bungsunya. Putri makin tenggelam dalam kehangatan Ibunya. Terdengkur dengkur lirih saat Putri jatuh tertidur di pelukan wanita yang masih kelihatan cantik di usia tuanya.
Ibu Putri menggelengkan kepala sambil harus menahan berat tubuh putri kesayangannya. Putri adalah anak bungsu sekaligus perempuan satu-satunya dari 3 orang anak yang diamanahkan Tuhan kepadanya. Meskipun sudah beranjak dewasa dan memasuki semester akhir di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada, tapi Putri tetaplah gadis kecil yang kolokan jika berhadapan dengan Ibunya. Berbeda jika berhadapan dengan Ayahnya, Andi Muhammad Langit. Putri hanya bisa bersikap patuh dan tekun. Juragan galangan kapal sekaligus pemilik puluhan kapal ikan itu adalah seorang lelaki yang sangat tegas. Jarang tersenyum, apalagi tertawa. Meskipun pada dasarnya dermawan, tapi keteguhannya memegang adat istiadat Bugis membuat Andi Muhammad Langit terlihat menyeramkan bagi sebagian orang. Bahkan bagi anak-anaknya sendiri. Puang Maharani, Ibu Putrilah yang setiap saat meluluhkan hatinya agar tidak bersikap terlalu keras kepada anak-anaknya.
Putra sulung mereka, Amir Langit, menjadi kapten kapal kargo antar benua. Enggan menikah dan tidak mau pulang ke rumah. Sudah punya pilihan sendiri namun tidak direstui Andi Muhammad Langit, lalu menolak saat Ayahnya mencoba menjodohkan dengan beberapa gadis pilihan yang tidak dicintainya.
Putra kedua, Umar Langit, aristek lulusan UI dan master Cambridge University, lebih parah lagi. Mengembara dan memutuskan menetap di London Inggris. Lagi-lagi karena menghindar dari pilihan Ayahnya. Sempat patah hati berat karena cintanya kandas dengan teman kuliahnya di UI. Lagi-lagi juga karena tidak mendapatkan restu dari bangsawan Bugis kaya raya itu.
Kedua putra Andi Muhammad Langit tidak berani membantah sedikitpun dalam ketidaksetujuan mereka terhadap sikap keras dan keputusan tegas Ayah mereka. Pemberontakan yang mereka lakukan adalah dengan bekerja jauh dan tak mau lagi pulang ke rumah di Makassar. Masing-masing punya alasan kepada Puang Maharani, Ibunda tercinta, bahwa kesempatan untuk pulang jarang didapat karena harus bekerja.
Puang Maharani yang sudah mendampingi suaminya selama 30 tahun lebih, hanya bisa menguatkan kesabaran setiap saat menghadapi situasi keluarga yang sangat memedihkan hatinya itu. Satu-satunya harapan agar bisa dekat dengan anak-anaknya adalah Putri. Gadis cantik jelita itu sepertinya tidak ada masalah dengan Ayahnya. Puang Maharani hanya berharap putri kesayangannya itu jatuh cinta dan menikah dengan seorang pemuda yang cocok dan mendapatkan restu dari Andi Muhammad Langit.
Wanita setengah baya itu menghela nafas panjang sambil menuntun putrinya ke tempat tidur. Kasihan melihat Putri lelap dalam dekapannya. Setelah membaringkan gadis yang sudah beranjak dewasa itu baik-baik, Puang Maharani menutup celah korden yang terbuka lalu keluar diam-diam agar Putri tidak terbangun.
Putri membuka matanya sedikit karena sadar tidak lagi dalam pelukan Ibunya, tapi segera menutupnya kembali karena rasa kantuk yang luar biasa kembali menyerangnya. Putri tertidur pulas. Bertemu dengan mimpi yang selama ini selalu dibangunnya saat tertidur. Mimpi yang tidak pernah menyingkir sekalipun pada setiap episode tidurnya. Mimpi bercakap-cakap di sebuah rumah makan tradisional di Kaliurang yang antriannya seringkali membuat orang sakit kepala. Mimpi bersama Arung Samudera. Pemuda sahabatnya yang diam-diam telah menjatuhkan hatinya meski si pemuda sepertinya sama sekali tak menyadari.
Dalam tidurnya, Putri tersenyum kecil. Menyaksikan Arung bercerita tentang pengalamannya menjadi ojek online hari ini. Mendapatkan penumpang aneh yang minta diantar kemana-mana mencari alamat anaknya tapi membayarnya dengan sekarung ubi jalar karena tidak punya uang tunai. Senyum Putri semakin lebar. Arung melanjutkan kisah memperoleh penumpang yang tak kalah aneh saat malam tiba.
Seorang wanita paruh baya yang luar biasa gendut meminta untuk mengantarnya ke sebuah restoran di dekat Malioboro, lalu menyuruhnya menunggu sampai wanita itu selesai makan dan memberinya tip sekotak nasi yang isinya hanya nasi setelah mengantarnya pulang di daerah Sleman. Dalam penglihatan Putri, Arung tertawa terbahak-bahak dan tidak jengkel sedikitpun meski tip yang diberikan nasi tanpa lauk. Arung bilang mungkin Ibu itu lupa memesan lauk, atau lauknya ketinggalan tidak dimasukkan oleh pelayan restoran. Mata Putri bercahaya, mahasiswa semester akhir jurusan Hubungan Internasional itu selalu nampak ceria meski menjalani kehidupan yang terjal agar tetap bisa menyelesaikan kuliahnya.
Dalam mimpinya, Putri berniat membelikan nasi kotak berisi lauk pauk saja agar bisa dibawa pulang Arung untuk melengkapi kisah sekotak nasi itu. Tapi mendadak Putri terbangun dengan kaget karena kakinya terasa sakit dan pedih. Matanya yang indah membelalak kesal. Ashera emas kekuningan itu dengan santai menggigit ibu jari kakinya lalu melompat keluar sambil mengeong-ngeong lirih. Tanda puas sudah berhasil membalas dendam kepada Putri yang sering mengganggunya.
*