"Apakah kamu mengancamku?" aku bertanya lagi, suaraku jatuh menjadi bisikan berbahaya.
Mata Hayes berkilat dengan kesenangan. "Mengancam? Tidak. Anggap saja sebagai janji."
Kesabaranku pecah seperti ranting rapuh. Dalam satu gerakan cepat, aku meraih kerah Hayes, menariknya cukup dekat untuk melihat amarah dingin di mataku.
"Biarkan aku membuat sesuatu menjadi sangat jelas," aku menggeram. "Aku tidak merespons dengan baik terhadap janji-janji yang terdengar seperti ancaman."
Hayes tidak gentar. Sebaliknya, bibirnya melengkung menjadi senyuman sinis. "Begitu berapi-api dalam dirimu. Kovenan bisa memanfaatkan itu."
Dengan dorongan jijik aku melepaskannya. "Pergi. Jawabanku final."
"Baiklah." Hayes merapikan kerahnya dengan sikap acuh tak acuh. "Renner, kita pergi."