Seluruh orang di arena masih terkejut melihat pemandangan yang baru mereka lihat.
Para guru hendak melerai pertarungan, tapi...
"Jangan... Aku ingin melihat potensi anak itu, apa dia mampu melawannya atau tidak." — telepati Tora ke semua guru. Para guru akhirnya menahan diri.
Bima memelototi Varka dengan amarah yang memuncak. "Aku benci bau iblis seperti ini..." batinnya.
Varka menyeringai licik, "Kamulah yang membuat aku menggunakan kekuatan ini... Jadi sekarang, buatlah aku puas! Huwahahaha!" Tawanya membuat seluruh arena merinding.
Varka melesat dengan kecepatan tinggi ke arah Bima. Tapi di sela-sela ia berlari—tembok batu keluar dari tanah, menghalangi langkah Varka. Itu adalah sihir yang digunakan oleh Litzie.
Krak!
Varka memukul tembok batu yang keras itu bagaikan terbuat dari kaca. Ia memukulnya dengan begitu mudah hingga hancur berkeping-keping.
Varka terus melesat ke arah Bima, dan Bima yang sudah siap menahan serangan dari Varka, Bima mundur beberapa langkah akibat serangan itu.
"Haha! Kemana semangatmu tadi? Kenapa sekarang kamu mirip kayak anjing kampung yang bertemu singa?!" ucap Varka dengan sombong.
"Anjing kampung yang bertemu singa..." gumam Bima.
Tak lama, Litzie mencoba menyerang Varka dengan sihir. "Bola cahaya suci!" Litzie melempar bola sihir berelemen cahaya ke arah Varka.
Varka langsung menghindar dan bergegas ke arah Litzie.
Amarah Bima semakin meledak. Matanya berapi-api, siap membakar lawannya. Ia melesat lalu menendang Varka dengan keras hingga Varka terpental, menabrak rekan satu timnya. Rekan timnya hanya terpelanting, sementara Varka terjerembab keras ke tembok arena.
Varka kembali bangkit, mulut sebelah kanannya tampak terbuka seperti orang kesakitan, memperlihatkan ekspresi meringis yang dalam.
"Lumayan..." ucap Varka sambil membanting leher ke kanan dan kiri hingga tulangnya berbunyi keras.
"Gila, dia ditendang sampai nabrak dinding tapi masih berdiri?" ucap Meilin tak percaya.
Varka kembali melesat ke arah Bima. Ia menyerempet Meilin hingga membuat Meilin terpental dan menabrak dinding.
Bima berlari lalu menahan serangan Varka sekuat tenaga.
"Yuda! Aku mohon bantuanmu! Kalau kamu tidak membantuku, kita semua bisa tamat!" teriak Bima, menengok ke arah Yuda.
"Kemana pandanganmu, hah?!" Varka menendang Bima, tapi Bima hanya mundur selangkah.
"KURUNG KAMI DENGAN ES-MU! CEPAT!" teriak Bima.
Yuda hanya mengangguk dan merapal sihir es tingkat tinggi.
Varka mencoba melesat ke arah Yuda, namun langkahnya tertahan oleh Bima yang memeluk tubuh besar Varka— lalu membantingnya keras ke tanah.
"BIMA! ES-KU HANYA BERTAHAN 3 MENIT! KALAHKAN DIA SECEPAT MUNGKIN!" teriak Yuda.
"Mengerti!" jawab Bima sambil menahan Varka dalam pelukannya.
Tak lama kemudian, dinding es besar muncul dari bawah tanah, mengurung Bima dan Varka.
Hawa dingin menyelimuti arena. Semua penonton— bahkan Tora pun merasa kedinginan meski melihat dari jauh. Yuda tumbang karena sihir yang ia gunakan terlalu besar.
"Aku mohon, Bima... Jangan mati dulu... Aku bingung harus bilang apa ke ayahmu tentang 10 silver yang kamu pinjam dulu." gumam Ted melipat tangannya seraya berdoa.
Bletak!
Ted dipukul kepalanya oleh Litzie, yang tersenyum menyeramkan.
"Ma-maaf..."
Didalam dinding es...
Bima melepaskan pelukannya dan menjauh dengan cepat.
"Sial, bisa-bisanya aku ditahan oleh tubuh kecil manusia." Varka bangkit.
"Sekarang sudah tidak ada yang melihat, aku akan menghabisimu dengan cepat." Bima menghunuskan pedangnya. "Hiaat!"
Bima melesat ke arah Varka. Varka pun melesat ke arah Bima.
Terjadilah pertarungan sengit. Kedua pedang beradu, baju serta kulit tersayat satu sama lain. Tapi Bima merasa bingung karena kulit yang tersayat itu pulih dengan sangat cepat.
"Apa yang aku lawan sekarang ini? Aku seperti melawan seekor Buto... Iblis tingkat bawah yang punya pertahanan fisik terkuat dan regenerasi tinggi." batin Bima.
Pedang kembali beradu, namun...
Trang!
Pedang Bima hancur ketika menyayat lengan Varka.
Duagh!
Varka menendang Bima dengan keras, membuat tubuh Bima menghantam dinding es.
Varka meregangkan tangan. "Huwahahaha! Percuma! PERCUMA! Kau tidak akan bisa melawanku, kecuali kau punya kekuatan dewa!"
Mendengar ucapan itu, Bima menyeringai lalu bangkit.
"Terimakasih atas bocorannya... Walau aku tak sekuat dewa, tapi aku punya sesuatu yang membuat raja iblis saja bergidik sampai kencing di celana." Bima membuang pedangnya yang patah.
Sejurus kemudian, Bima menghentakkan kakinya. Seketika sulur berkilauan seperti berlian muncul dari tanah.
Melihat sulur itu, Varka langsung bergidik ketakutan. "I-itu... Cahaya suci?!"
Bima mematahkan sulur itu dan mengelusnya, sulur yang berkilauan— kini berubah menjadi sebilah pedang berlian.
Varka melesat ke arah Bima. Begitu pula dengan Bima, yang melesat kembali ke arah Varka. Saat Bima melesat, ia mengulurkan tangannya—sulur berwarna hijau bagaikan zambrud keluar dari tangannya dan langsung melilit tubuh Varka.
"GRAAA! APA INI?!" auman Varka membuat dinding es bergemuruh.
Varka mencoba memberontak, tapi semakin keras ia melawan, semakin kuat sulur itu mengikat tubuhnya.
Bima mencabik-cabik tubuh Varka hingga sulur yang mengikatnya terlepas.
Varka menyeringai. "Terimakasih sudah melepas—AARGH!"
Kata-kata Varka terhenti karena sulur kembali mengikat kedua tangan serta kaki Varka.
Srat! Srat!
Kedua tangan Varka putus oleh tebasan Bima.
"Dengan begini, tanganmu tak akan kembali lagi," ucap Bima dingin. "Aku tahu kamu di dalam sana, Varka. Aku juga tahu—kalau kamu kesakitan sejak tadi. Aku akan menghadiahkanmu kematian yang tidak akan kamu rasakan."
Bima membabi buta, ia menyayat kesegala arah.
Ssrrr...
Dinding es mulai mencair. Kabut mulai menutupi arena.
Dengan penuh harapan, para penonton hening seketika— sambil menatap ke tengah arena yang dipenuhi kabut. Sekejap kemudian, siluet seseorang muncul dari balik kabut.
Di sana, terlihat Bima berdiri sambil memegang pedangnya yang patah.
"HUWAAA!" Sorak dan tepuk tangan menggema mengisi arena.
"BIMAAA!" Teriak Ted berlari ke arah Bima dan langsung memeluknya.
Tuuuut~
Yah, benar. Suara kentut Ted terdengar lagi...
"Sialan, bau bangke!" Bima melempar Ted hingga tersungkur ke tanah.
Ted bangkit cepat. "Itu hadiah selebrasi kita! Aku kira kamu bakal mati, sumpah!"
Litzie tersenyum lega. Meilin berjalan tertatih ke arah Litzie, lalu jatuh ke pelukannya.
"Kita beruntung... Kita menang..." ucap Meilin lalu pingsan di pelukan Litzie.
Sorak para penonton mengisi arena. Matahari pun tersenyum di tengah musim gugur ini, merayakan kemenangan Bima.
Tora menyeringai. Ia menyuruh para guru menghentikan ujian dan membawa Varka ke ruang kepala akademi. Kemudian ia pergi.
"UJIAN DIHENTIKAN SEBENTAR!" teriak Jun yang tiba-tiba muncul di tengah arena.
"Huuu~ Guru-guru ke mana saja, sih?!"
"Padahal tadi bahaya banget, tapi baru muncul, huu!"
Para murid menyoraki para guru. Guru-guru tersenyum pahit, mereka hanya menelan sorakan para murid dengan mentah-mentah.
"Untuk kalian, silakan pergi ke ruang kesehatan untuk memulihkan luka," ucap Jun.
Bima dan teman-temannya bergegas pergi ke ruang kesehatan.
Para guru kini sibuk memindahkan tubuh Varka yang besar, sambil membereskan arena yang tampak kacau.
—
Di ruang kepala akademi.
Sepuluh menit Tora menunggu, hingga akhirnya Varka sadar dan terduduk.
"Apa aku pingsan?" batinnya.
"Jadi..." Tora menopang dagunya dengan kedua tangan di meja, "penjelasan apa yang akan aku terima darimu?" Tanya Tora menatap dingin ke arah Varka.
Bersambung...