Bima terpaku didalam ruangan, ia ingin berhenti menghirup asap dari dupa nirwana— namun tubuhnya bertolak belakang dengan keinginannya. Perasaan yang damai bagaikan melayang di udara terus ia rasakan.
"Jadi... Siapa Anda sebenarnya?" tanya Tora dengan nada santai namun menusuk jantung.
"Aku hanya murid biasa, pak. Tidak lebih." Ucap Bima berbohong.
Namun, Tora tidak bisa dibohongi. Ia tertawa kecil. "Tubuh anda tidak bisa berbohong..." Tora bangkit dari bangkunya. "Pasti perasaan anda sekarang sedang damai, bukan?"
Bima terdiam. Mulutnya ingin berkata "tidak" tapi tubuhnya berkata "iya".
"Anda bilang anda hanya murid biasa?" Tora tertawa kecil.
Tora mengambil artefak vision dari balik laci, kemudian menunjukkan hasil replay yang direkam artefak itu.
Bima terkejut, pertarungannya dengan Varka ternyata terekam dengan jelas didalam sana.
Tora menyeringai. "Sulur berlian... Bahkan saya saja yang penyihir tingkat alam mendalam ke-9 hanya dapat menggunakan sulur dari Ruby..." Tora kembali duduk di meja kerjanya. "Jadi... Bagaimana 'murid biasa' menggunakan sulur berlian?" tanya Tora tersenyum.
Senyuman Tora mengorek Bima, mau tidak mau Bima harus mengakui siapa dirinya.
"Baiklah..." Bima mengeluarkan bola kecil berwarna putih mirip dengan gumpalan awan.
Itu adalah bola ingatan.
Kemudian Bima melempar pelan bola ingatan itu ke kepala Tora.
Tora langsung terbelalak, ia melihat seluruh kenangan Bima. Saat Bima menjadi Aegista Eugmanolo.
Tora ditunjukkan kenangan mulai dari Aegista Eugmanolo melawan para iblis yang muncul di Jabal World atau sering disebut sebagai gunung dunia. Hingga ia kembali ke pegunungan Hoora tempat ia dan keluarganya tinggal yang rata dengan tanah akibat ulah para dewa. Sampai ia melawan para dewa lalu dikurung didalam kubus ruang dan waktu.
Setelah melihat kilasan balik tersebut, Tora langsung bersujud dihadapan Bima. "Maafkan hamba, wahai dewa alam yang agung. Hamba sempat lancang kepada anda..." tubuh Tora bergetar sangat hebat.
Bima tersenyum. "Hanya kamulah yang tahu siapa aku sebenarnya, tolong sembunyikan identitasku."
"Baik, hamba mengerti."
Tora kemudian mengangkat kepalanya, kini ia dalam posisi berlutut. "Kalau begitu, hamba juga akan menunjukkan siapa diri hamba."
Seketika tubuh Tora bersinar terang, rambutnya berubah warna menjadi hijau pucat, telinganya meruncing, serta tubuhnya yang sedikit bertambah tinggi.
"Hamba adalah Tora Yerno, salah satu cucu dari Yamasha Yerno— sang pemimpin bangsa Hight Elf dari hutan Yutarta. Usia saya sebenarnya 50.000 tahun, saya sudah mendengar dari kakek saya tentang anda."
Bima terkejut. "Yamasha?! Kamu cucunya?"
"Benar, hamba cucu tertua Yamasha."
"Kalau begitu, bagaimana kabarnya?"
"Kakek kini mengurung diri di lembah lumut abadi. Namun sebelum itu... kakek pernah bercerita, setelah jejak anda menghilang seratus ribu tahun yang lalu— bencana raya pun terjadi. Bahkan saya pun ikut merasakannya..."
"Bencana raya?!"
"Benar... Banyak monster baru yang bermunculan, iblis yang dulunya bersembunyi dibalik neraka kini telah berani menunjukkan dirinya didunia ini, mulai dari iblis tingkat bawah hingga para petinggi neraka,"
"Bencana raya berlangsung selama 80.000 tahun, hingga para penduduk bumi hampir punah. Namun semua ras dan suku bergandengan tangan untuk menghentikan bencana itu, alhasil kami semua memperoleh kemenangan mutlak..."
"Tapi... 20 tahun belakangan ini, sistem kekaisaran semakin aneh..."
Bima berjongkok dihadapan Tora. "Aneh?" tanya Bima memiringkan kepala.
"Agama Zenith yang dulunya agama yang tercampakkan, kini menjadi agama resmi kekaisaran,"
"10 tahun kemudian, muncul sebuah sekte bernama sekte Tangan Kosong 9 Beladiri—yang langsung dianggap sebagai salah satu sekte besar, mereka juga mempengaruhi sistem politik serta kekuasaan kekaisaran ini,"
"Sebagai bukti, anda telah melawan Varka. Ia adalah salah satu boneka dari sekte itu."
"Jadi..."
"Benar... Jurus terlarang dari sekte itu bernama Bayangan Darah Iblis, jurus yang dapat meningkatkan kekuatan sang pengguna— namun... Ada harga yang harus mereka bayarkan,"
"Pengguna menjalin kontrak dengan para iblis untuk mendapatkan kekuatan mutlak dari kontraktornya, serta— kontraktor dapat mengendalikan tubuh sang pengguna."
Bima mengusap dagunya. "Bagaimana mereka melakukan jurus itu?"
Tora menundukkan kepala. "Maaf, itu pertanyaan yang sulit saya jawab. Tapi, saya dengar kalau pengguna harus meminum darah iblis untuk menjalin kontrak."
"Pantas saja aku seperti melawan seekor Buto... Ternyata memang Buto lah yang mengendalikan anak itu..."
"Anda benar, kemungkinan besar— Varka telah menjalin kontrak dengan iblis berjenis Buto, walau dia iblis dengan level terendah di neraka— namun kekuatannya dapat menahan serangan manusia biasa,"
"Ketahanan fisik, serta regenerasi yang tinggi adalah kekuatan utamanya. Namun betapa terkejutnya saya ketika anda dapat memutuskan lengannya hanya dengan sekali tebasan."
"Ah, sudahlah... Ayo bangkit..." Bima memapah tubuh Tora. "Jadi, apa yang harus aku lakukan?"
"Hamba ingin menghancurkan agama Zenith dan sekte Tangan Kosong 9 beladiri."
"Kenapa kamu nggak langsung menghancurkannya saja? Kamu kan tinggal panggil para bangsa Hight Elf, mereka pasti binasa hanya dalam sekejap mata."
Tora tersenyum. "Kalau bisa begitu, pasti sudah saya lakukan sejak dulu...,"
"Tapi... Hubungannya berat karena ikrar yang dibuat oleh para manusia, kami para Elf, Orc, manusia binatang buas, dan para naga untuk tidak saling mengusik satu sama lain,"
"Dan juga... Zenith... Mendapat perlindungan langsung dari kekaisaran."
Bima terdiam sejenak. "Jadi... Hanya aku yang bisa?" tanya Bima.
"Anda adalah reinkarnasi dari dewa, anda pasti bisa melawan Zenith dan sekte itu. Anda tidak akan terikat pada apapun karena anda adalah dewa tertinggi setelah sang cahaya pertama..."
"Jadi... Hamba memohon..." Tora kembali bersujud. "Tolonglah kami demi seluruh penduduk dunia ini."
Bima kembali memapah Tora untuk berdiri. "Sudah, sudah. Aku akan menolongmu... Ayo kita hancurkan Zenith bersama-sama"
"Terimakasih..." Tora meneteskan air mata.
"Kalau begitu, aku undur diri... Tolong rahasiakan identitasku, jangan sampai ada yang tahu."
"Baik, hamba mengerti." Tora membungkukkan badannya.
Bima keluar dari ruangan kepala akademi, namun langkahnya terhenti karena Yuda telah menunggunya didepan pintu.
"Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Bima.
"Bisa bicara sebentar?" tanya Yuda dingin.
"Baiklah, ayo kita berbicara."
Yuda membawa Bima ke belakang gedung asrama, disana ada tembok besar yang memisahkan bukit dengan akademi.
"Entah kepala akademi lupa mengaktifkan sihir pengedap suara atau ia sengaja menurunkan pertahanan— karena gedung dewan sedang sepi akibat para guru sedang sibuk di arena," ucap Yuda menyentuh tembok. "Maaf, aku mendengar sedikit ucapanmu dengan kepala akademi."
"Dia... Menguping ucapan kami?" batin Bima. "Jangan-jangan, dia tahu identitas ku?"
"Karena telah mendengarnya sedikit, aku jadi yakin kalau aku harus menceritakan semuanya..." ucap Yuda menengok kearah Bima.
Yuda melangkah mendekati Bima. "Sebenarnya... Aku adalah..."
Bersambung...