MISTERI PABRIK GULA

Misteri Pabrik Gula

Pabrik Gula Sukma Manis sudah puluhan tahun tak beroperasi. Bangunannya ditelan waktu, dindingnya retak, atapnya runtuh sebagian. Namun warga desa Srono masih menunduk setiap melewati gerbangnya. Tak ada yang berani berbicara banyak soal tragedi besar yang terjadi dua dekade lalu—kebakaran yang membakar habis ratusan ton tebu... dan puluhan pekerja di dalamnya.

Andra, seorang mahasiswa tingkat akhir, memutuskan menjadikan pabrik itu sebagai bahan tugas akhir. Ia yakin misteri di balik tragedi itu lebih dari sekadar kecelakaan.

“Saya dengar ada suara mesin malam-malam,” kata Pak Joko, penjaga sekolah dekat pabrik. “Padahal tak ada listrik. Kadang bau gosong masih kecium, kayak daging terbakar.”

Andra menertawakan cerita itu. Malam harinya, ia diam-diam masuk ke dalam pabrik membawa kamera dan senter.

Langkahnya menggema di lantai beton yang dingin. Mesin-mesin tua berdiri diam seperti mayat besi. Ia menyalakan kamera dan mulai merekam.

Namun ketika jam menunjukkan pukul 00.13, suara dentingan mesin terdengar dari dalam. Lampu senternya berkedip, lalu padam.

Dari lorong gelap, terdengar tangisan lirih, lalu teriakan panjang.

Andra memutar tubuhnya. Di ujung ruangan, sesosok perempuan muncul—gaun putihnya hangus, kulitnya melepuh, dan mata hitam legam menatap kosong.

“Gula manis... darahnya lebih manis...”

Tubuh Andra terpaku. Nafasnya berat. Tiba-tiba lantai di bawahnya retak dan ia jatuh ke sebuah ruangan bawah tanah—penuh tulang belulang dan karung-karung tua berisi gula yang menggumpal merah.

Ia berusaha naik, tapi suara bisikan terus menghantui telinganya:

“Kamu tumbal terakhir... supaya pabrik ini hidup kembali...”

Keesokan paginya, kamera Andra ditemukan di depan gerbang pabrik, masih menyala.

Rekaman terakhir hanya memperlihatkan wajah Andra yang ketakutan... dan bayangan sosok di belakangnya... tersenyum.