Sudut Pandang Hazel
Dokumen-dokumen hukum itu tergeletak dalam map manila di kursi penumpang di sampingku. Aku tak bisa berhenti meliriknya saat mengemudi, senyum tersungging di bibirku setiap kali melakukannya. Setelah semua—semua rasa sakit dan pengkhianatan—kertas-kertas itu melambangkan kebebasanku.
Alistair benar-benar telah menandatangani surat cerai itu.
Aku menurunkan jendela, membiarkan udara pagi yang segar memenuhi paru-paruku. Untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan, aku merasa benar-benar ringan, seperti bisa melayang pergi jika tidak ditahan oleh sabuk pengamanku.
Teleponku berdering melalui speaker mobil. Nama Sebastian muncul di layar dasbor, membuat jantungku berdebar.
"Selamat pagi," aku menjawab, berusaha terdengar tenang meskipun denyut nadiku meningkat.
"Hazel." Suaranya yang dalam memenuhi mobil. "Kau terdengar ceria hari ini."