Peringatan yang Manis Sekaligus Pahit

## Sudut Pandang Hazel

Mobil meluncur mulus menembus lalu lintas sore hari sementara aku duduk di samping Sebastian, kakiku yang cedera dengan hati-hati ditopang oleh bantal yang dia bersikeras untuk membawanya. Setiap guncangan di jalan mengirimkan sengatan kecil rasa sakit melalui lututku, tapi aku berusaha untuk tidak menunjukkannya di wajahku.

Tangan Sebastian terulur melintasi ruang di antara kami. "Apa kamu nyaman?"

Jari-jarinya melayang dekat milikku, sebuah pertanyaan tak terucap dalam gesturnya. Setelah pengungkapan kami sebelumnya, semuanya terasa berbeda—terisi dengan makna baru. Aku hanya ragu sejenak sebelum menggeser tanganku ke dalam genggamannya.

"Senyaman yang aku bisa," aku mengakui.

Ibu jarinya menelusuri lingkaran lembut di kulitku. Sentuhan sederhana itu mengirimkan kehangatan yang menyebar melaluiku yang tidak ada hubungannya dengan rasa sakit.

"Kita hampir sampai," kata Sebastian, suaranya rendah dan menenangkan.