Kota Lowen perlahan bangkit dari tidurnya, namun di balik hiruk-pikuk pasar, denting pedagang, dan tawa anak-anak di jalanan, bayangan ketakutan masih menggantung di udara. Tak ada yang tahu apa yang terjadi semalam di Benteng Hitam. Tak ada yang tahu betapa dekatnya kota ini dengan kehancuran.
Dan itulah yang diinginkan Aedric.
Di dalam markas kecil mereka, sebuah rumah tua di Distrik Selatan yang mereka jadikan persembunyian, Relik Kegelapan tergeletak di atas meja, diselimuti segel sihir dan jimat pelindung.
Evelyn terus mengamati benda itu, wajahnya pucat namun matanya tajam. "Aku sudah periksa sepuluh kali. Relik ini... belum aktif. Tapi aku bisa rasakan, dia hidup. Seperti... jantung yang berdetak pelan, menunggu waktu yang tepat."
Garret duduk di kursi, mengasah kapaknya. "Kita hancurkan saja benda sialan itu. Beres."
Evelyn menggeleng. "Kalau dihancurkan sembarangan, energi Abyssal-nya bisa lepas. Bisa-bisa malah bikin kerusakan instan."
Aedric mengangguk, matanya mengarah ke jendela, memandang ke arah menara istana di kejauhan.
"Kita butuh rencana. Relik ini bukti kuat buat buka mata pemerintah. Tapi kita nggak bisa asal serahkan ke mereka. Kultus punya orang di dalam sistem. Salah langkah, Relik ini malah jatuh ke tangan mereka lagi."
Thorne masuk ke ruangan, membawa kabar terbaru. "Aku dapat info. Penjaga Malam nggak ngilang. Dia masih di Lowen, nyamar. Dan dia... mulai gerakin pasukannya lagi."
Aedric mengepalkan tangan.
Tentu saja dia belum selesai.
---
Progress Regresor
[Sistem: Progress Fondasi Regressor - 97%]
Relik Kegelapan: Diamankan ✔
Musuh Utama: Masih aktif ✖
Pengaruh Kultus: Tinggi
Waktu Tersisa: 59 Hari 04 Jam 38 Menit
---
"Kita cuma punya waktu dua bulan sebelum Festival Musim Gugur," ujar Aedric, suaranya tegas. "Kalau sampai saat itu Kultus masih kuat, mereka pasti cari cara lain buat buka celah ke Abyss."
Thorne melemparkan gulungan peta ke meja. "Aku tandai beberapa titik. Gudang senjata rahasia mereka, jalur pelarian, tempat pertemuan bayangan. Kita bisa mulai ganggu mereka, potong jalur suplai."
Evelyn menyelidik Relik itu sekali lagi. "Sementara aku cari cara netralisir Relik ini tanpa ledakan energi."
Garret menyeringai. "Dan aku? Kapan aku bisa mulai mukulin orang lagi?"
Aedric menepuk bahu Garret. "Cepat atau lambat, darah bakal mengalir lagi."
---
Sore Hari - Distrik Barat
Target pertama mereka adalah gudang tua di Distrik Barat, tempat Kultus menyimpan senjata dan perbekalan. Dengan koordinasi cepat, mereka bergerak malam itu juga.
Gudang itu tampak sepi, namun Aedric tahu lebih baik daripada mempercayai kesan pertama.
Evelyn merapalkan mantra pendeteksi sihir. "Ada jebakan di pintu depan. Tapi aku bisa netralisir."
Thorne dan Garret menyelinap ke sisi gedung, mencari jalan masuk alternatif.
Beberapa menit kemudian, mereka sudah berada di dalam, bergerak hati-hati.
Di dalam gudang, mereka menemukan senjata, bahan peledak, dan... sesuatu yang membuat darah Aedric mendidih.
Di sudut ruangan, tersembunyi di balik kain terpal, ada deretan kandang besi. Di dalamnya, manusia—lelaki, perempuan, bahkan anak-anak. Wajah mereka pucat, tubuh mereka penuh luka.
"Budak sihir," bisik Evelyn ngeri. "Mereka... korban eksperimen Abyssal."
Aedric mengepalkan tangan, matanya membara.
"Kita bebaskan mereka. Sekarang."
Garret memecahkan gembok kandang dengan kapaknya, sementara Thorne berjaga di pintu.
Namun, saat mereka hampir selesai, suara langkah kaki berat terdengar dari luar. Sekelompok kultis bersenjata masuk, dipimpin oleh pria besar dengan tato hitam melingkari lehernya.
Aedric mengenali dia—Brann, Tangan Abyss, salah satu eksekutor brutal Kultus.
"Sudah kuduga kalian bakal mampir," geram Brann, menghunus belati besar berlumuran energi hitam. "Dan kalian tepat waktu... buat mati."
---
Pertempuran di Gudang
Tanpa basa-basi, Brann menerjang, tubuhnya seperti raksasa, gerakannya cepat tak terduga untuk ukuran tubuhnya.
Aedric menangkis serangannya, namun kekuatan Brann jauh di atas rata-rata manusia biasa.
Di sisi lain, Garret melawan dua kultis, sementara Evelyn melindungi para tawanan dengan perisai sihir.
Thorne melempar belati ke arah Brann, namun pria itu menepisnya seolah itu hanya gangguan kecil.
Pertempuran berlangsung sengit. Darah berceceran, teriakan memenuhi gudang tua itu.
Namun, perlahan tapi pasti, Aedric membaca pola serangan Brann.
Dengan Intuisi Bahaya dan pengalaman regresinya, dia menemukan celah.
Saat Brann mengayunkan belati besar ke kiri, Aedric berputar ke kanan, menusukkan pedangnya ke sela pelindung dada Brann.
Brann mengerang, darah mengalir dari luka itu, namun dia masih bertahan.
"Dasar bocah sialan..." geram Brann.
Namun sebelum dia sempat menyerang lagi, Garret menghantam kepalanya dari belakang dengan gagang kapak.
Brann ambruk, pingsan.
---
Kemenangan Kecil
Mereka membebaskan semua tawanan, mengamankan senjata, dan membakar gudang itu sebelum pergi.
Malam itu, Kultus kehilangan salah satu jalur suplai utamanya.
Namun Aedric tahu, ini baru awal. Semakin mereka menggigit, semakin ganas Kultus akan menyerang balik.
---
[Sistem: Progress Fondasi Regressor - 99%]
Jalur Suplai Kultus: Dihancurkan ✔
Korban Selamat: Dibebaskan ✔
Pengaruh Musuh: Terpukul
Musuh Utama: Masih aktif ✖
---
Di atap bangunan seberang, sosok bertopeng setengah perak mengawasi mereka diam-diam, mata merahnya menyala dalam kegelapan.
Penjaga Malam tersenyum samar.
"Baiklah, Regressor... mari kita lihat seberapa jauh kau bisa bertahan."