Chapter 15 - Di Bawah Tanah, Di Bawah Harapan

Tiga hari persiapan yang intens telah berlalu. Aedric dan timnya kini berdiri di depan pintu masuk tersembunyi menuju Saluran Bawah Tanah Lowen, tepat di balik lorong tua yang terlupakan di Distrik Timur. Dinding bata yang rapuh, bau lembab, dan kegelapan pekat menyelimuti tempat itu.

Di belakang mereka, sejumlah sekutu yang berhasil mereka kumpulkan bersiap:

Lorian Kess, informan dan mantan jurnalis pemberani.

Erik Darwen, eks-prajurit Kerajaan yang tak percaya lagi pada sistem bobrok.

Beberapa warga sipil yang pernah menjadi korban Kultus, kini nekat angkat senjata.

Evelyn menyisir rambutnya ke belakang, raut wajah tegang. "Kalau informasi Silas benar, markas utama mereka ada di bawah sana, di reruntuhan Kuil Abyssal lama. Tapi... kita masuk ke sarang monster. Ini bukan operasi biasa."

Thorne memeriksa pedangnya, matanya dingin. "Begitu kita mulai, nggak ada jalan mundur."

Garret menghentakkan kapak ke bahu, senyum lebarnya mengerikan. "Sempurna. Aku benci mundur."

Aedric menatap mereka semua, lalu ke arah lorong gelap itu. "Dengerin baik-baik. Kita nggak datang buat main hero. Target utama: rebut dokumen, lumpuhkan pemimpin mereka, amankan jalan keluar. Kalau situasi memburuk, kita prioritasin selamat, bukan mati konyol."

Semua mengangguk.

Tanpa buang waktu, mereka mulai masuk.

---

Jalur Bawah Tanah Lowen

Lorong-lorong itu sempit, dinding bata tua dipenuhi lumut, dan air kotor menggenang di sepanjang jalur. Bau busuk menyengat, suara tetesan air bergema menambah kesan mencekam.

Namun yang paling mengerikan bukanlah kegelapan... tapi ukiran-ukiran tua yang memenuhi dinding—simbol-simbol Abyssal, tertulis dalam bahasa kuno yang bahkan Evelyn pun bergidik saat membacanya.

"Ini... mantra panggilan," bisiknya ngeri. "Mereka udah aktifin sebagian besar ritual di sini."

Semakin jauh mereka masuk, suasana semakin berat. Aura Abyssal begitu kental hingga udara terasa menekan dada.

Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki cepat dan gemerisik logam.

Aedric memberi isyarat berhenti.

Dari balik bayangan, muncul sekelompok penjaga Kultus. Wajah mereka ditutupi topeng hitam, mata merah menyala di baliknya.

Tanpa ragu, pertempuran pecah.

---

Pertempuran di Lorong

Aedric melesat ke depan, pedangnya berkilat dalam kegelapan. Dia menebas penjaga pertama, memanfaatkan Intuisi Bahaya untuk menghindari serangan tak terlihat.

Garret mengayunkan kapaknya dengan brutal, memecahkan formasi lawan. Thorne bergerak di sela-sela pertempuran, menusuk titik lemah.

Evelyn, di belakang, merapal sihir pelindung dan mantra penghancur, sinar ungu meledak di lorong.

Tak butuh waktu lama, para penjaga tumbang.

Namun, dari tubuh mereka yang mati, asap hitam Abyssal merayap keluar... membentuk bayangan mengerikan, lalu menghilang ke dalam dinding.

Aedric mengerutkan kening. "Mereka udah siapin ini. Tubuh mereka cuma wadah sementara."

Evelyn mengangguk, wajahnya semakin pucat. "Semakin dekat kita ke markas, semakin kuat pengaruh Abyss."

---

Reruntuhan Kuil Bawah Tanah

Akhirnya, mereka tiba di ruangan besar—reruntuhan Kuil Abyssal tua. Pilar-pilar batu raksasa menopang langit-langit melengkung, sementara lantai penuh simbol sihir kuno yang berpendar samar.

Di tengah ruangan, altar hitam berdiri. Di sekelilingnya, lusinan Kultus berkerumun. Di antara mereka, sosok Penjaga Malam berdiri, mata merah menyala tajam di balik topeng setengah peraknya.

Tapi yang paling membuat Aedric terpaku adalah sosok lain di samping altar.

Seorang perempuan berambut perak, wajahnya cantik namun pucat, matanya kosong... dan dada kanannya terdapat bekas luka Abyssal yang berdenyut samar.

Aedric mengenalnya.

Seraphine.

Di masa lalu, dia adalah... kekasihnya. Salah satu orang yang mati dalam ritual pertama Abyss. Tapi kali ini... dia hidup. Atau, setidaknya, tubuhnya hidup.

Penjaga Malam berbicara, suaranya bergema ke seluruh kuil.

"Aedric Kael. Selamat datang. Kau tepat waktu untuk menyaksikan awal kehancuran Lowen."

Aedric mengepalkan tangan, emosinya berkecamuk.

"Seraphine... apa yang kau lakukan padanya?"

Penjaga Malam tertawa pelan. "Dia adalah wadah yang sempurna. Setengah manusia, setengah Abyss. Dan kau... adalah kunci yang kubutuhkan untuk menyelesaikan ritual ini."

---

[Sistem: Situasi Gawat - Ritual Abyssal Tahap Akhir]

Objektif:

Hentikan Ritual.

Selamatkan Seraphine (Opsional, Resiko Tinggi).

Lumpuhkan Penjaga Malam.

Waktu Tersisa: 56 Hari 10 Jam 18 Menit.

Namun, Ritual Abyss bisa dipercepat jika Penjaga Malam berhasil.

---

Aedric menatap Evelyn, Thorne, dan Garret. "Kita nggak mundur sekarang."

Mereka mengangguk, bersiap.

Penjaga Malam mengangkat tangannya, bayangan pekat melingkupi altar. Para kultis berteriak, memanggil Abyss.

Pertempuran penentuan pun dimulai.