Chapter 25 - Kembali ke Lowen

Tiga hari setelah insiden di Kuil Meridion, rombongan Aedric akhirnya kembali menjejakkan kaki di gerbang selatan Lowen. Tubuh mereka lelah, luka-luka belum sepenuhnya pulih, namun hati mereka sedikit lebih ringan. Di antara mereka, Seraphine kini berjalan sendiri, meski wajahnya masih pucat, matanya memancarkan keteguhan baru.

Evelyn tersenyum samar. "Nggak nyangka… kita beneran bisa nyelametin dia."

Aedric menepuk bahunya pelan. "Jangan terlalu santai dulu. Masalah kita di kota belum selesai."

Dari kejauhan, siluet Menara Obsidian menjulang, dan bendera-bendera bergambar lambang Raja Ivar berkibar di atas Distrik Utama. Lowen terlihat damai di permukaan… namun Aedric tahu, itu hanya ilusi.

---

Kota yang Berubah

Begitu memasuki Distrik Selatan, perubahan di kota terasa jelas.

Jalanan dipenuhi patroli penjaga berseragam hitam, mata mereka awas, tangan selalu dekat gagang senjata. Poster-poster berisi peringatan hukum darurat terpampang di setiap sudut.

"Larangan bepergian setelah jam malam."

"Larangan berkumpul tanpa izin."

"Setiap aktivitas mencurigakan akan dianggap pemberontakan."

Garret mengumpat pelan. "Ivar gerak cepet juga, ya."

Thorne mengamati dari balik bayangan. "Dia manfaatin situasi. Nyebarin ketakutan sambil ngaku-ngaku jaga keamanan."

---

Kabar Buruk dari Lorian

Mereka segera menuju markas kecil yang tersembunyi di balik toko buku tua milik Lorian Kess. Pria itu sudah menunggu, wajahnya lebih suram dari biasanya.

"Situasi memburuk cepat," kata Lorian tanpa basa-basi. "Ivar resmikan dekrit darurat dua hari lalu. Dia udah nyuruh tangkep semua 'pemberontak' potensial, termasuk beberapa kontak kita."

Aedric duduk, menatap peta Lowen yang terpampang di dinding.

"Kau punya info soal gerakan dia selanjutnya?"

Lorian mengangguk. "Ada… tapi berita buruknya, dia bakal ngadain demonstrasi kekuatan besar-besaran waktu Festival Musim Gugur. Deklarasi raja mutlak, katanya."

Garret mendengus. "Festival itu tinggal lima puluhan hari lagi."

Lorian menatap Aedric tajam. "Dan sebelum itu… dia bakal nutup semua akses keluar-masuk kota. Termasuk jalur bawah tanah."

---

Rencana Cepat

Aedric berpikir keras. Situasinya jelas:

✔ Ivar makin kuat secara politik.

✔ Jaringan pemberontakan terpukul mundur.

✔ Jalur kabur dan pergerakan terbatas.

✔ Tapi mereka punya Seraphine, Relik, dan sebagian dukungan Sirkulasi Gelap.

"Kita harus nyerang sebelum Festival," gumam Aedric.

Thorne mengangguk. "Tapi langsung ke jantung kekuasaan dia… itu bunuh diri."

Evelyn menambahkan, "Kita butuh bukti. Bukti keterlibatan dia sama Abyss. Kalau publik lihat itu, bahkan bangsawan pengecut pun bakal mikir dua kali buat dukung dia."

---

Tawaran Tak Terduga

Saat mereka menyusun strategi, pintu toko berderit terbuka. Masuklah seorang wanita muda berambut hitam panjang, wajah cantiknya dibalut ekspresi dingin, matanya tajam seperti elang.

"Lana Varess," ucap Thorne lirih. "Putri bangsawan Varess… loyalis Raja tua."

Lana melempar surat ke meja.

"Aku datang bukan buat main politik. Aku muak sama Ivar. Kalian perlu bukti? Aku punya sebagian. Tapi aku nggak kasih gratis."

Aedric mengangkat alis. "Apa maumu?"

Lana menatap tajam. "Bantu aku selamatin adik perempuanku. Dia diculik orang-orang Ivar… disekap di Benteng Kastara."

---

Misi Baru

Benteng Kastara adalah pos militer di tepi utara kota, dikenal sebagai penjara rahasia bagi lawan-lawan politik Ivar. Menyusup ke sana nyaris mustahil… tapi jika berhasil, mereka bukan hanya menyelamatkan tawanan, tapi juga dapat akses ke bukti yang bisa menghancurkan reputasi Ivar.

[Sistem: Misi Sampingan - Penyelamatan di Benteng Kastara]

✔ Target: Selamatkan Alia Varess.

✔ Hadiah: Bukti keterlibatan Ivar dengan Abyss.

✔ Risiko: Tinggi, penjagaan ketat, jebakan politik.

✔ Waktu sebelum Festival: 48 Hari.

Aedric memandang rekan-rekannya. Ini langkah berbahaya… tapi juga peluang emas.

Dia menatap Lana.

"Kita terima."

---

Bayangan yang Menanti

Malam itu, di balik gemerlap Lowen yang pura-pura damai, roda pemberontakan mulai berputar kembali.

Dan di kejauhan, Ivar… tertawa dalam bayangannya sendiri.