Akhiri Peperangan Ini.

Terlihat raja sedang terbang di udara, ia terus mengeluarkan sihir api untuk membantu prajurit Milty.

Hingga perlahan pasukan musuh mulai mundur.

Musuh: Team A Mundur!

Musuh: Team C Mundur!

Musuh: Team B Mundur!

Beralih ke tempat Hifung.

Orang tua Hifung dan tiga prajurit Milty di jadikan sandera oleh musuh.

Musuh: Kita harus segera mundur, kita kembali ke kerajaan.

Hifung: Tunggu!, lepaskan sandera mu.

Musuh: Hah?, jangan mimpi!

Hifung bersiap untuk menyerang.

Musuh: Bergerak sedikit lagi aku tidak akan segan segan.

Musuh itu mengancam Hifung dengan meletakkan pedang nya ke samping leher sandera.

Ray: Hifung, tenanglah.

Hifung kebinggungan.

Hifung (Dalam hati): "Aku harus bagaimana".

Musuh: Mundur!

Hifung: Tunggu!

Musuh itu tidak mendengarkan Hifung, mereka segera berbalik.

Hifung ingin mengejar namun di tahan Ray dan Micyl.

Hifung: Berhenti!!

Hifung terus berteriak menjerit.

Pasukan musuh yang selamat pada mundur.

Raja mendarat di samping Feds dan Darius.

Raja: Bagaimana?

Darius: Mereka pada mundur.

Raja: Bagaimana dengan korbannya?

Darius: Korban prajurit kita tidak terlalu banyak, namun sangat di sayangkan, kita tidak dapat menahan mereka sepenuhnya, sehingga rakyat sipil ada yang menjadi korban.

Raja: Sialan.

Raja terlihat sangat kesal.

Darius: Kita sempat menangkap lima pasukan musuh untuk di jadikan sandera namun mereka langsung bunuh diri.

Raja: Apa!

Darius dan Feds tertunduk.

Raja: Huh, dari pihak kita berapa banyak yang di sandera?

Darius: Musuh berhasil menyandera lima prajurit.

Raja: Lima ya.

Raja mengerutkan keningnya.

Raja: Keterlaluan, beraninya mereka.

Tiba tiba Ray dan Micyl datang ke raja, terlihat Hifung sedang di bawa Ray.

Hifung pingsan.

Ray: Raja.

Raja panik melihatnya.

Raja: Ada apa?

Feds dan Darius ikut melihat keadaan Hifung.

Raja mengecek Hifung.

Raja: Dia hanya pingsan?

Ray: Bukan hanya pingsan, tapi.

Feds: Tapi?

Ray: Dia juga syok karena orang tuanya di sandera musuh.

Ray dan Micyl ikut sedih.

Raja: Apa!?

Feds dan Darius ikut sedih.

Beberapa saat kemudian, saat raja mulai tenang.

Raja: Untuk sekarang kita bawa dia ke rumah sakit terlebih dahulu.

Raja: Feds.

Feds: Ya.

Raja: Kau jaga pasukan, yang terluka bawa ke kerajaan untuk di obati.

Feds: Baik.

Raja: Juga, siapkan makam yang layak untuk pasukan yang gugur.

Feds: Baik (Nada pelan).

Raja: Sini biar aku yang bawa dia.

Raja menawari untuk membawa Hifung.

Ray: O-oke.

Raja mengangkat Hifung dan meletakkannya di pundaknya.

Raja: Ayo.

Ray: Iya.

Micyl terlihat khawatir.

Raja, Ray, Hifung, Darius dan Micyl pun pergi ke rumah sakit di pusat kerajaan.

Feds pergi mengurus pasukan bersama jendral lainnya.

Sesampainya di rumah sakit, raja meletakkan Hifung di atas kasur.

Beberapa saat kemudian, terlihat Raja dengan Micyl berada di dalam ruangan menjaga Hifung, sedangkan Ray dan Darius berjaga di depan.

Darius: Nama kamu Ray ya?

Ray: Eh, iya, ada apa?

Darius ingin berbicara namun mulutnya tertahan.

Darius: Bagaimana ya bilangnya.

Darius terlihat sedih.

Ray: Ada apa?

Darius: Sebenarnya.

Ray: Sebenarnya?

Darius: Komandan Wei Tha, ayah mu.

Darius sangat tertekan, ia menggertakan giginya.

Darius: Gugur di medan pertempuran.

Ray terasa dunia berhenti sejenak, ia seperti terlempar ke ruang hampa.

Ray: Apa?

Ray syok dan tidak percaya.

Ray: Tidak mungkin.

Darius: Komandan Wei Tha gugur saat menahan serangan yang di lancarkan musuh yang dapat membunuh lima puluh prajurit sekaligus.

Ray terdiam, ia termenung.

Darius melihat Ray, ia ikut sedih.

Darius: Aku turut berduka cita, maaf, aku tidak dapat menyelamatkan ayahmu.

Ray teringat saat dulu ia kecil, ia setelah berlatih pedang dengan ayahnya.

Ia dan ayahnya duduk di teras rumahnya.

Ray: Ayah, apa sih impian ayah?

Ayah Ray: Suatu hari nanti ayah mau lihat, kamu sedang berdiri di depan ayah, kamu lebih tinggi dari ayah, kamu sudah dewasa, kamu sudah lebih kuat dari ayah, itu saja impian ayah.

Lalu ayah Ray mengusap kepala Ray.

Kembali ke saat ini.

Terlihat Micyl menunggu Hifung untuk bangun.

Darius sedang pergi.

Raja sedang melihat keluar lewat jendela.

Ray terus termenung di bangku di luar ruangan Hifung.

Hifung: Bapak, Ibu.

Hifung berbicara saat tidur.

Micyl sedih melihat keadaan Hifung saat ini.

Darius kembali ke rumah sakit dengan membawa empat kotak makan.

Darius berjalan ke ruangan Hifung sambil melihat Ray yang sedang termenung.

Darius memasuki ruangan Hifung.

Raja dan Micyl melihatnya.

Darius: Ini makanan untuk kita.

Ia mengangkat ke empat kotak makannya, memperlihatkan ke Micyl dan raja.

Raja: Ou, terima kasih ya.

Raja pun menghampiri Darius.

Raja mengambil kotak makan itu dan meletakkannya di meja di samping kasur Hifung.

Di meja itu terlihat ada nampan berisi makanan Hifung dari rumah sakit.

Raja pun duduk di bangku di samping kasur Hifung.

Darius, Micyl dan raja melihat ke arah Hifung, mereka merasa khawatir.

Darius: Raja.

Raja: Apa?

Darius: Aku tidak tau, tapi apakah aku salah, jika memberitahu Ray jika ayahnya gugur di pertempuran?

Darius menunduk merasa salah.

Micyl terkejut mendengarnya.

Raja: Jadi ayah dia gugur di pertempuran.

Raja merasa bersalah, ia merasa kesal, khawatir, bersalah, dan marah.

Micyl merasa sedih dan khawatir dengan Hifung dan Ray.

Raja: Kenapa harus terjadi pertempuran?, mengambil nyawa orang hanya untuk kepentingan pribadi.

Raja kesal, ia merasa bersalah.

Raja: Ini semua salah ku.

Darius: Eh?

Raja: Jika bukan karena aku membuat kesepakatan untuk melaksanakan pertandingan anak anak perwakilan masing masing kerajaan, pasti perang ini tidak akan menjadi seperti ini.

Darius: Itu bukan sepenuhnya salah raja.

Darius: Mereka yang tidak terima kekalahan, jadi mereka menyerang kita.

Micyl: Benar.

Raja: Mereka tidak terima kalah, makanya memilih berperang, jika pertandingan itu tidak ada, mereka tidak akan merasa kalah.

Raja menyalahkan dirinya.

Darius: Tapi.

Hifung: Itu bukan salah raja.

Raja, Micyl dan Darius terkejut.

Hifung sudah tersadar, ia bangun lalu duduk.

Micyl: Hifung, kamu sudah tersadar?

Hifung: Iya.

Darius: Bagaimana perasaanmu?

Seketika hening sebentar.

Hifung: Rasanya aku belum bisa menerima kalau orang tua ku di sandera.

Raja terlihat merasa bersalah.

Hifung: Ray kemana?

Micyl: Ray di depan.

Tiba tiba Ray masuk ke ruangan Hifung, ia terlihat lemas.

Hifung: Ray kenapa?

Micyl membisikkan ke Hifung.

Micyl: Ayah Ray gugur di pertempuran.

Hifung yang mendengarnya seketika sangat terkejut.

Ray: Kamu sudah sadar Hifung?

Hifung: I-iya, kamu tidak apa apa?

Ray: Aku sudah tau rasanya kehilangan ibu, sekarang kehilangan ayah, rasanya hati ku sudah kosong.

Ray: Rasanya seperti tidak ada gunanya aku terus hidup, aku sudah tidak tau tujuan aku hidup, bahkan impian terakhir ayahku pun tidak dapat aku kabulkan.

Ray mulai menangis dengan tersedu sedu.

Darius pun menghampiri Ray untuk menenangkannya, ia membawa Ray keluar ruangan untuk menenangkannya.

Raja merasa sangat bersalah.

Hifung melihat raja.

Hifung: Raja.

Raja: E-ya?

Hifung: Raja tidak boleh terus merasa bersalah, karena jika raja terus terpuruk dan merasa bersalah, kita tidak akan bisa menang dari kerajaan Hakao.

Raja merenung sebentar.

Raja: Iya.

Hifung: Kembalilah ke kerajaan, pimpin semua pasukan, beri mereka motivasi dan susunlah strategi.

Raja tersenyum.

Raja: Aku tau memang itu yang s

eharusnya aku lakukan.

Raja: Aku pergi dulu ya, kamu juga tidak boleh terus terpuruk.

Hifung tersenyum.

Hifung: Tentu saja.

Raja mengambil satu kotak makan lalu pergi keluar ruangan.

Micyl: Hifung, kamu tidak apa apa?

Hifung: Aku tidak apa apa, aku tau orang tua ku masih hidup, aku lebih khawatir dengan Ray.

Micyl: Iya.