Bayangan di Ujung Lorong**
Dimas baru saja pindah ke rumah tua peninggalan keluarganya. Rumah itu terletak di pinggiran kota, jauh dari keramaian. Ia teringat betul bahwa orang tuanya sering mengingatkan untuk tidak tinggal di sana, namun ia tidak mempercayai cerita-cerita aneh tentang rumah tersebut. Semua itu hanya mitos belaka, pikirnya.
Suatu malam, setelah seharian membersihkan rumah yang berdebu dan gelap, Dimas merasa lelah. Ia berjalan melewati lorong panjang menuju kamar tidur. Di ujung lorong itu, ada sebuah jendela kecil yang tertutup rapat dengan tirai lusuh. Semua tampak normal, namun ada perasaan tidak nyaman yang merayap di kulitnya.
Tiba-tiba, Dimas merasakan sesuatu yang ganjil. Suara desiran angin yang tidak pernah ia dengar sebelumnya datang dari ujung lorong. Ia berhenti sejenak, mencoba untuk tidak memikirkan hal buruk. Tetapi, pada saat itulah ia melihatnya.
Di ujung lorong, tepat di depan jendela, sebuah bayangan muncul. Bayangan itu gelap dan besar, hanya terlihat samar, tapi Dimas tahu bahwa itu bukan sekadar ilusi. Sesuatu, atau seseorang, sedang berdiri di sana. Tubuhnya kaku, wajahnya tidak terlihat jelas, namun matanya—matanya yang mengerikan—menatap lurus ke arah Dimas.
Ketakutan merayap naik di tubuh Dimas. Ia ingin lari, tetapi tubuhnya tidak bergerak. Bayangan itu mulai bergerak pelan, mendekat, meskipun hanya terlihat samar. Semakin dekat. Semakin dekat.
Dimas akhirnya berlari menuju kamar tidurnya, mematikan lampu, dan bersembunyi di bawah selimut. Namun ketakutannya tidak hilang. Ia merasa ada yang mengintainya, memerhatikan dari kegelapan. Setelah beberapa menit, akhirnya ia memberanikan diri untuk keluar dari kamarnya. Ia membuka pintu dengan hati-hati dan melangkah kembali menuju lorong.
Namun, lorong itu kini kosong. Tidak ada bayangan, tidak ada suara. Hanya ada keheningan yang tebal.
Dimas merasa lega, tetapi saat ia hendak menutup pintu lorong, ia melihat sesuatu di lantai. Sebuah jejak kaki basah yang mengarah ke arah jendela, seolah-olah seseorang baru saja melewatinya.
Dan saat itu, Dimas mendengar sebuah bisikan halus dari ujung lorong, berkata dengan suara yang lebih dalam dari angin malam:“Kamu sudah melihat kami. Kami tidak akan membiarkanmu pergi.”
Dimas menutup pintu dengan panik, namun suara langkah kaki terus terdengar di belakangnya, seakan mengikuti setiap gerakan yang ia buat.