episode 1: alternatif sejarah

SEJARAH ALTERNATIF: INDONESIA MERDEKA TAHUN 1917

1917. Dunia sedang berubah. Di medan Perang Dunia Pertama, Kekaisaran Jerman terus menggempur front Eropa. Kekacauan merembet jauh hingga ke koloni-koloni Eropa, termasuk Hindia Belanda.

Hindia Belanda, yang selama ini dijaga erat oleh KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger), mendadak rapuh. Pemerintah Belanda terpaksa menarik sebagian besar pasukan KNIL kembali ke Eropa untuk mempertahankan tanah air mereka dari serbuan Jerman. Yang tersisa hanyalah garnisun lemah, pasukan lokal yang tidak lagi loyal, serta pemerintah kolonial yang terbelah akibat krisis ekonomi pascaperang.

Kekosongan kekuasaan itu tak dibiarkan lama.

Kebangkitan Liga Hitam

Di tengah kekacauan, sebuah gerakan rahasia yang telah lama berakar di kalangan intelektual dan buruh LIGA HITAM BANDUNG akhirnya muncul ke permukaan. Dipimpin oleh figur-figur revolusioner seperti Budi Soetomo, Tirto Adhi Soerjo, dan Semaun, Liga Hitam menyatukan berbagai elemen bangsa: petani, buruh, pelajar, bahkan mantan prajurit KNIL yang membelot.

Mereka tidak hanya melakukan pemberontakan di Bandung, tetapi juga menggerakkan jaringan perlawanan bersenjata di Surabaya, Aceh, Palembang, hingga Manado. Dalam waktu tiga bulan, Hindia Belanda terbakar dalam gelombang revolusi.

KNIL tak sanggup meredamnya. Jumlah mereka terlalu sedikit, dan pasukan lokal tak lagi percaya pada janji Belanda. Beberapa markas kolonial dibakar, kantor-kantor gubernur diduduki, dan rel kereta api strategis direbut.

Proklamasi Kemerdekaan 1917

17 Agustus 1917 di tengah berkobarnya api revolusi dan hilangnya kendali Belanda atas Nusantara, pemimpin Liga Hitam berdiri di hadapan ribuan rakyat di alun-alun Bandung.

Dengan suara tegas, Budi Soetomo membacakan teks proklamasi:

"Kami, atas nama rakyat dan bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan bahwa penjajahan Belanda atas negeri ini telah berakhir. Kami menyatakan berdirinya Pemerintah Nasional Reklamasi Indonesia dan menyatakan kemerdekaan penuh atas seluruh tanah air dari Sabang sampai Merauke."

"Segala bentuk pemerintahan kolonial dihapuskan. Hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat."

"Merdeka atau mati."

Sorak sorai menggema. Spanduk merah-putih dikibarkan di gedung-gedung pemerintahan. Rakyat mengganti papan nama berbahasa Belanda dengan aksara Melayu. Mata uang kolonial dibakar simbolik di depan Balai Kota.

Belanda Mundur, Dunia Terkaget

Belanda kewalahan oleh perang di Eropa tidak mampu mengirim bala bantuan. Akhirnya, mereka menarik semua aparat kolonial yang tersisa dari Batavia dan pelabuhan-pelabuhan besar.

Kabar tentang kemerdekaan Indonesia mengguncang dunia. Inggris dan Perancis, yang masih disibukkan oleh perang, hanya bisa menyampaikan “keprihatinan.” Amerika, yang mulai menyuarakan hak penentuan nasib sendiri untuk bangsa-bangsa terjajah, menyambut dengan diam-diam.

Pemerintah Nasional Reklamasi Indonesia

Dengan dukungan rakyat dan eks-pejuang dari berbagai latar belakang, lahirlah Pemerintah Nasional Reklamasi Indonesia (PNRI), sebuah bentuk pemerintahan republik awal yang menggabungkan prinsip-prinsip demokrasi kerakyatan, pan-Islamisme, dan nasionalisme.

Di bawah kepemimpinan kolektif yang terdiri dari para tokoh pergerakan, Indonesia mulai membangun:

Tentara Nasional Rakyat (TNR) dibentuk dari milisi Liga Hitam.

Bank Reklamasi Nasional didirikan untuk menggantikan De Javasche Bank.

Bahasa Melayu ditetapkan sebagai bahasa nasional.

Jalur diplomasi dibuka dengan Kekaisaran Ottoman, Turki Muda, dan kaum Pan-Asia Jepang.

Penutup

Merdeka di tahun 1917 membuat Indonesia menjadi negara Asia pertama yang membebaskan diri dari kolonialisme Eropa di era modern. Kemerdekaan ini menjadi inspirasi bagi India, Vietnam, dan negara-negara Afrika di dekade berikutnya.

Dan semuanya bermula dari sebuah pemberontakan rakyat biasa…

Yang menolak tunduk. Yang memilih bangkit.

"Merdeka bukan karena diberi. Tapi karena diambil kembali oleh mereka yang berani."

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1917, Pemerintah Nasional Reklamasi Indonesia (PNRI) segera menyusun dasar negara yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, keadilan sosial, dan persatuan Nusantara. Namun di tengah euforia kemerdekaan, muncul segelintir tokoh yang mencoba menyusupkan ideologi komunisme ke dalam tubuh revolusi.

Gagasan ini ditanggapi keras oleh Budi Soetomo, salah satu arsitek utama kemerdekaan.

Pidato Budi Soetomo di Rapat Agung Rakyat, Surakarta Oktober 1917:

> "Komunisme adalah racun yang menyamar sebagai pembebasan. Tapi jangan tertipu. Komunisme tidak ingin membebaskan bangsa kita, mereka hanya ingin mengganti satu penjajah dengan penjajahan yang lain dengan topeng kelas."

"Jangan biarkan revolusi suci ini dirampas oleh kaum yang tak percaya pada agama, pada adat, pada kepribadian bangsa sendiri. Mereka menolak Tuhan, menolak tanah air, dan menolak keluarga. Apa bedanya mereka dengan kaum kolonial yang kita usir?"

"Saya katakan hari ini: komunisme bukanlah jalan kemerdekaan Indonesia. Mereka adalah pengkhianat dari dalam. Dan siapa pun yang menjajakan ideologi itu, adalah duri dalam dada bangsa."

Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1917, Indonesia tidak larut dalam euforia. Di bawah kepemimpinan Pemerintah Nasional Reklamasi Indonesia (PNRI) dan sosok visioner seperti Budi Soetomo, negara yang baru lahir itu segera bergerak membangun.

“Merdeka bukan akhir, tapi awal dari kerja keras bangsa,” ujar Budi Soetomo dalam sidang kabinet pertama di Batavia, September 1917.

PROGRAM PEMBANGUNAN 5 TAHUN PERTAMA (1917–1922)

1. Pembangunan Militer Nasional

Didirikan Tentara Nasional Rakyat (TNR) dari sisa pasukan pemberontak Liga Hitam dan bekas anggota KNIL yang membelot.

Didirikan Akademi Militer Nusantara di Magelang, dengan instruktur dari Turki, Jepang, dan veteran pejuang lokal.

Penekanan pada semangat bela tanah air, bukan ideologi agresif.

2. Revolusi Pendidikan

Bahasa Melayu ditetapkan sebagai bahasa nasional dan pengantar pendidikan.

Didirikannya Sekolah Rakyat Reklamasi di seluruh desa dan kota.

Universitas pertama, Universitas Indonesia Raya, dibuka di Yogyakarta tahun 1920.

Mata pelajaran menekankan ilmu, agama, nasionalisme, dan etika Nusantara.

3. Infrastruktur dan Industrialisasi

Pembangunan jalan raya strategis dari Aceh hingga Bali: Jalur Reklamasi Raya.

Rehabilitasi rel kereta api kolonial, kini menjadi Jalur Merdeka.

Pembentukan Badan Industri Nasional (BIN) yang mendukung produksi baja, tekstil, dan alat pertanian.

Mulai dibangun pelabuhan besar di Surabaya, Belawan, dan Makassar.

1922: DEKLARASI NETRALITAS INTERNASIONAL

Dalam Kongres Nasional di Bukittinggi tahun 1922, Presiden PNRI (jabatan kolektif pada masa itu) menyampaikan pidato bersejarah yang dikenal sebagai Deklarasi Bukittinggi:

"Kita bukan milik Timur maupun Barat. Indonesia adalah tanah air bagi semua rakyatnya, bukan pion bagi negara adidaya."

"Kami tidak akan masuk ke blok militer, tidak akan menjadi kaki tangan kolonialisme baru dalam rupa apa pun. Indonesia berdiri sebagai negara netral, berdaulat, dan merdeka dari segala bentuk dominasi asing."

"Kita akan berdagang dengan siapa pun. Kita akan belajar dari siapa pun. Tapi kedaulatan kita, tidak untuk dijual."

RESPON DUNIA

Turki Muda dan Mesir mengapresiasi sikap Indonesia dan menjalin hubungan diplomatik resmi.

Inggris dan Belanda mencoba melobi lewat tekanan ekonomi, namun gagal.

Amerika Serikat menghormati posisi netral Indonesia, menyebutnya “model baru negara pascakolonial.”

Uni Soviet dan Tiongkok menganggap Indonesia "non-kooperatif", namun gagal menyusupkan ideologi mereka karena ketatnya kebijakan PNRI terhadap komunisme.

Penutup: Negara Baru, Prinsip Lama

Dalam lima tahun, Indonesia bukan hanya bertahan. Ia berdiri tegak. Tidak tunduk pada Barat. Tidak larut dalam Timur.

Negara netral dengan karakter kuat.

Berkembang tanpa menjadi satelit siapa pun.

Dan semuanya dimulai dari sikap: kami tahu siapa kami, dan kami tahu jalan kami.

"Kita merdeka bukan untuk memilih penjajah baru, tapi untuk menentukan arah sendiri."

Budi Soetomo, 1922