Keesokan harinya, antrean panjang masih terbentuk di depan Aula Tiga Prinsip.
Meskipun Aula Tiga Prinsip saat itu masih memiliki pintu kayu yang berangin, dan papan namanya masih berupa papan kayu rusak dengan tulisan kuas, orang-orang yang mengantri berpakaian mencolok, mengenakan jam tangan mewah dan pakaian modis, namun semua berdiri dengan ekspresi hormat dan khidmat.
Terlebih lagi, semua orang menolehkan kepala mereka, menatap ke arah sudut jalan, seperti istri yang rindu menunggu suaminya, penuh dengan antisipasi.
Akhirnya, siluet tinggi muncul di sudut jalan.
Begitu melihat sosok ini, semua orang dalam antrean mulai berbisik satu sama lain.
"Apakah ini Dokter Ilahi Wang?"
"Itu dia! Aku pernah berkonsultasi dengannya sebelumnya. Aku mengenalinya."
"Aku tidak percaya dia begitu muda; sungguh tidak masuk akal."
"Siapa peduli jika dia muda! Aku belum pernah melihat dokter seilahi dia."
...