Bab 4 – Pertarungan Pertama
Kabut di reruntuhan makin tebal. Layla, Gusion, dan Lesley berdiri dalam formasi segitiga, masing-masing siap dengan senjata di tangan. Tapi yang bikin ngeri, bukan cuma suasananya… tapi fakta kalau simbol aneh di tanah itu mulai menyala.
Warnanya merah kehitaman, dan dari setiap garis lingkarannya, mulai muncul retakan kecil ke tanah—kayak portal mini yang siap ngebuka sesuatu dari dalam.
“Gue enggak suka ini…” bisik Lesley pelan.
“Ya iyalah, siapa juga yang suka dilihatin simbol kayak mata setan,” jawab Gusion sambil narik kunai dari balik jubahnya.
Layla berdiri paling depan. Meriamnya siap, dan matanya fokus ke tengah simbol.
Dan tepat saat itu…
“WUSSHH!!”
Dari portal hitam pertama, muncul sosok monster besar berkulit hitam pekat. Badannya kayak armor, tapi licin. Matanya cuma satu—berwarna biru menyala, dan dari mulutnya keluar suara serak yang... nggak kayak suara makhluk hidup.
“Apa itu?” Layla mundur setengah langkah.
“Monster hasil fusi Abyss,” kata Lesley. “Gue pernah baca laporan. Mereka bukan cuma binatang. Mereka kayak… pasukan uji coba.”
“Tes apaan?” tanya Gusion.
“Tes... seberapa cepat mereka bisa ngehancurin kita.”
Tanpa aba-aba, monster itu langsung lompat ke arah Layla. Dengan refleks, Layla langsung tembak—BOOM!!—satu tembakan meledak kena dada monster. Tapi bukannya mati… dia malah makin agresif.
“Gila, dia kebal?!”
“Enggak kebal, tapi cepat adaptasi!” teriak Lesley.
Gusion langsung teleport ke samping monster itu dan tebas pakai pisau sihirnya. Percikan ungu meledak, tapi monster itu justru muter balik dan nyabet Gusion pakai cakarnya.
“WAKK!!”
Gusion mental dan nabrak dinding batu.
“GUSION!” teriak Layla.
“Aku gapapa... sedikit... mual doang,” jawab Gusion, walau jelas mukanya pucat.
Lesley enggak nunggu. Dia ngelompat ke atas reruntuhan dan nembak dari jarak jauh—DUARR!—peluru energi kena bagian kepala monster. Kali ini, ada efek. Kepala makhluk itu goyah, dan dia jatuh berlutut.
“Layla! Finish dia sekarang!”
Layla langsung angkat meriam, narik energi maksimal, dan—“ULTIMATE!!”—tembakan biru raksasa meluncur lurus, BOOOM!!!
Monster itu meledak di tempat. Tanah di sekitarnya pecah, dan simbol merahnya mulai padam.
Hening sejenak.
Tiga-tiganya terdiam. Nafas ngos-ngosan.
“…baru satu, loh,” gumam Gusion sambil duduk dan nahan pinggang.
“Gue benci kalau ini baru pemanasan,” kata Lesley.
Layla berdiri, masih liatin tanah yang pecah. “Yang aneh… kenapa cuma satu yang keluar?”
Mereka bertiga saling pandang. Dan saat itu juga, simbol yang barusan padam tiba-tiba muncul lagi, tapi kali ini tiga kali lebih besar.
Dan suara itu muncul lagi.
> “Kami hanya ingin melihat… siapa yang cukup kuat untuk bertahan.
Tapi jangan khawatir… pertunjukan baru saja dimulai.”
---
Di sisi lain dunia, Aurora masih mantengin bola kristalnya.
Ekspresinya berubah tegang.
“Ada sesuatu yang salah…”
Estes yang berdiri di sampingnya ikut menatap layar. “Tanda energi di sekitar Layla dan timnya naik drastis.”
“Bukan cuma energi biasa. Ini… kekuatan dari inti Abyss. Tapi... bukan berasal dari Thamuz.”
Aurora menatap Miya.
“Siapin tim penyelamat. Kalau mereka kalah di sana, kita bisa kehilangan lebih dari sekadar tiga hero.”
Miya mengangguk. “Gue bakal bawa Harith dan Zilong. Kita berangkat sekarang.”
Dan di balik layar kristal, simbol mata tertutup tadi muncul perlahan… lebih gelap, lebih jelas, dan… mulai terbuka satu kelopak.