BAB I

Meghan menggerakan kepala, merubah posisinya menjadi tengkurap. Sekejap ia membenamkan wajahnya di atas bantal dengan kasar. Jari tangannya pengepal begitu erat.

Butuh waktu sekian detik sampai ia mengangkat kepalanya. Namun ia masih cengo dan terdiam cukup lama sampai ia memutuskan untuk merebahkan kepalanya diatas bantal lagi.

Wajahnya murung, tatapan matanya kosong. Pagi itu ia awali dengan meringkuk diatas tempat tidur. Sangat lama sampai sebuah notifikasi dari Smartphone memaksanya untuk bangkit dan memeriksa.

"Ayah" Bisiknya gusar.

Hari ini adalah hari pernikahan Ayahnya, Adji Santoso. Seorang pengusaha kelapa sawit sukses yang sudah menduda selama sepuluh tahun karena ditinggal meninggal oleh mendiang istrinya. Sementara Meghan, putri satu-satunya kini harus merelakan Ayahnya menikah dengan Ayana silvi seorang aktris sinetron ibukota demi kebahagian sang Ayah.

Meghan duduk di depan cermin rias, mencoba mengaplikasikan cleanser di wajah sembabnya. Matanya melirik tepat pada figura foto yang berisikan potret ia bersama dengan Ayahnya diatas jeep ketika berada di kebun sawit.

Dengan cekatan, ia meraih figura tersebut, dan membuangnya ke dalam tempat sampah yang ada di seberangnya.

Perasaan cinta, kecewa dan sedih bercampur aduk menjadi satu. Ada sedikit rasa sesal atas tindakan impulsifnya, matanya kembali menatap tempat sampah itu dengan nanar. Kaki kanannya masih memainkan tutup tempat sampah hingga berayun membuka dan menutup.

Dengan rasa sesal, kembali ia memungut foto itu. Dengan seksama dia mengelapnya dengan tisu dan di letakkan kembali sejajar dengan foto ibunya dan mulai menangis. Baginya, Ibunya terlihat cantik. Lebih cantik dari tante Ayana, aktris sinetron itu.

Tak banyak waktu yang tersisa baginya untuk bersiap. Namun dengan santainya, ia masih mengenakan sheet mask sembari menyiram puluhan bunga kaktus di balkon kamarnya. Ia hanya malas dan sengaja menunda.

"Krek" Suara pintu kamarnya terbuka.

Ayahnya, kini berjalan mendekat kearah Meghan berdiri. Ia terlihat tampan dan berwibawa mengenakan tuxedo hitam. Potretnya kini sangat mirip dengan Anjasmara. Aktor papan atas yang pernah beradu acting dengan calon ibu tirinya. Pantas jika Ayana mau menikah dengan Ayahnya, selain kaya, Adji Santoso juga tak kalah good looking.

Meghan menoleh ke arah ayahnya, tersenyum dengan ekspresi yang tidak dapat dijelaskan. Ada kekhawatiran, kekecewaan dan kepalsuan yang tersirat dari ekspresi anak semata wayangnya itu.

"Ayok buruan mandi, princessnya Ayah" Kata Pak Adji sembari membelai rambut singa Meghan.

"Iyaa sebentar Ayahh, masih pagi juga takut banget kalau Meghan ngga dateng" Ucap Meghan cemberut.

"Ngga gitu, nantikan banyak media ngeliput. Apa kata orang nanti kalau Ayah dateng terlambat" Kata Pak Adji halus namun penuh penekanan di akhir.

Meghan menyilangkan kedua tangannya cemberut, "Ayah lebih peduli sama media dari pada perasaan anak Ayah sendiri?".

"Ngga gitu Meghan, sampai kapanpun kamu prioritas Ayah, tolonglah hari ini ayah mau menikah, kemarinkan Meghan udah setuju kenapa sekarang ngambek lagi sih" Kata Pak Adji mulai gusar.

Meghan menerawang jauh, bibirnya cemberut. Ia hanya terdiam, tidak tahu harus berbicara apa. Ia marah, tak tega dengan mendiang ibunya. Namun, kehidupan harus tetap berjalan. Ayahnya butuh lebih dari sekedar teman hidup. Ia berhak bahagia setelah merawat Meghan seorang diri selama satu dekade terakhir ini.

“Iyaa itukan kemaren, sekarang Meghan ngga suka sama tante Ayana. Ayah ngga takut apa kalau Meghan nanti di siksa ibu tiri ?” Meghan masih merajuk.

“Ngapain tante Ayana nyiksa Meghan, tante Ayana juga bawa anak sayang. Nanti kamu punya saudara cowo” Pak Adji mencoba menenangkan dengan menggenggam kedua bahu Meghan.

Meghan mengenyitkan dahi, “Sejak kapan tante Ayana punya anak? Bukannya dia belum pernah menikah?”

“Ceritanya Panjang sayang, tante Ayana memang belum menikah, tapi dia udah punya anak. Nanti malem kita bisa ngobrol sambal cerita, kamu juga bisa kenalan sama calon saudaramu. Biar kalian akur” Kata Pak Adji.

“What?” Meghan mulai tampak kesal. Penjelasan dari Ayahnya justru memperkeruh citra Ayana di depan Meghan. Ia semakin tidak menyukai calon ibu tirinya itu.

“Kenapa dari sekian banyak orang di dunia ini, Ayah lebih memilih tante Ayana yang jelas bukan perempuan baik-baik untuk Ayah nikahi?” Tanya Meghan penuh dengan penekanan.

“Plak” sebuah tamparan mendarat mulus di wajah Meghan.

Meghan terkejut, Pak Adji tak kalah terkejut atas reflek yang baru ia lakukan kepada putrinya.

“Ma..maafin ayah sayang, ayah ngga sengaja” Pak Adji memeluk Meghan dan mengelus rambutnya dengan khawatir.

Meghan mulai meneteskan air mata, suaranya serak. Semakin berat, seperti tercekat di tenggorokan. Ia tak menyangka, Ayah yang selalu di kasihi dan menjadi satu-satunya pelindung di hidupnya kini tanpa ragu menampar wajahnya demi seorang wanita.

Meghan memang keterlaluan, namun menamparnya adalah hal lain. Ayahnya tidak pernah kasar, bahkan tak pernah marah meskipun Meghan memecahkan vas bunga mahal atau ketika ia terpaksa dikeluarkan dari sekolah karena berkonflik dengan teman sekelasnya.

Pak Adji selalu membela Meghan, meskipun terkadang Meghan ada di posisi salah. Ia akan dengan segera membereskan masalahnya dengan uang. Baginya, nama baik Meghan tidak boleh kotor. Meghan harus selalu bahagia meski dengan cara yang salah.

Namun, tamparan pagi ini membuat Meghan menyadari realitas yang ada. Sekarang, ia bukan satu-satunya bagi Ayah. Ada orang lain yang membuatnya tersingkir. Seorang wanita yang merebut Ayah darinya.

Meghan mengepalkan kedua tanganya kasar, matanya memburu. Nafasnya bergejolak.

"Sampai kapan pun dia hanya orang luar buat Meghan. Ngga akan ada yang bisa gantiin bunda" Bisik Meghan sembari berjalan menuju kamar mandi meninggalkan Ayahnya berdiri sendiri di balkon kamar.

Pak Adji menatap nanar punggung Meghan, ia menggelengkan kepalanya kasar. “Maafin ayah nak. Mungkin selama ini ayah ada salah dalam mendidikmu” Ucapnya lirih.

Sekitar setengah jam kemudian, Meghan mulai berjalan menuruni tangga dengan langkah gontai. Ia terlihat cantik menggunakan dress warna putih pink selutut dengan rambut kepangnya.

Wajahnya masih terlihat murung. Namun sebisa mungkin ia sembunyikan agar tidak membuat kekacauan pada hari bahagia Ayahnya.

Meghan mencoba mengayunkan tanggan pada Ayahnya. Sementara Pak Adji membalasnya datar. Ada rasa bersalah tergambar di wajahnya.

"Ayo non Meghan sarapan dulu, sebentar lagi kita akan berangkat" Ucap Budhe asisten rumah tangga yang berdiri di belakang Meghan.

Meghan mengangguk kemudian mengikutinya dari belakang. Memastikan diri agar dia menjauh dari Ayahnya untuk sementara waktu. Selain tak ingin berbuat onar, ia juga sedang muak dan malas untuk berpura-pura.

Para kerabat dekat mulai berdatangan, mereka sengaja berkumpul di rumah Meghan sebelum berangkat bersama ke venue.

Banyak dari mereka berbasa basi memuji, bagaimana Ayahnya bisa mendapatkan hati Ayana Silvi sang aktris sinetron yang sangat cantik dan lebih muda sepuluh tahun itu.

Meghan tak bergeming, Ia fokus dengan smartphone di depannya. Matanya kosong, mulutnya menggunyah roti bakar cukup lama namun tak kunjung di telan.

"Bunda lebih cantik" Ucapnya pelan.