Chap 3 - Mata-Mata Sekte dan Bayangan Masa Lalu

Keesokan paginya, kabut yang menyelimuti Lembah Es Terlarang belum sepenuhnya menghilang. Tapi kabar soal Leng Wuxian—si murid buangan yang membuka warisan kuno dan melawan roh penjaga—telah menyebar diam-diam ke dalam lorong-lorong Sekte Langit Beku.

Namun, bukan pujian yang menyambut.

Melainkan... kecurigaan.

Di Aula Utama, para tetua berkumpul dalam pertemuan tertutup. Di tengah mereka duduk Tetua Qian Zhen, salah satu tokoh tertinggi di sekte. Dahinya berkerut tajam, jemarinya mengetuk meja batu perlahan.

"Warisan di lembah seharusnya tidak bisa disentuh oleh siapapun... kecuali oleh darah tertentu," gumamnya pelan.

"Dan anak itu… Leng Wuxian? Bukan dari garis utama, bahkan dari keluarga cabang terbawah. Ini mustahil."

Tetua lain menyahut dengan nada tajam. "Kalau benar dia membuka segel itu… berarti warisan itu sendiri memilihnya. Kita tak bisa mengabaikannya."

Tapi ada satu suara yang berbeda. Tenang, tapi menusuk.

“Atau… dia hanya diperalat oleh sesuatu yang lebih gelap dari yang kita tahu.”

Sosok itu adalah Zhao Yunli, murid senior terpintar dan murid kesayangan Tetua Qian. Ia selalu tampil sopan, tapi tatapannya dingin dan ambisius. Diam-diam, dialah yang paling terganggu oleh kabar soal Wuxian.

Sementara itu, di Aula Selatan, Wuxian duduk bersila di atas batu datar. Aura di sekeliling tubuhnya kini mulai teratur. Ia bisa merasakan kekuatan baru mengalir dalam dirinya, tapi belum bisa dikendalikan sepenuhnya. Kepalanya masih berat, pikirannya belum jernih.

Tapi satu hal mengganggunya sejak tadi pagi—ia merasa diawasi.

Langkah ringan muncul di belakangnya.

“Jadi… rumor itu benar?” suara perempuan terdengar.

Wuxian membuka mata perlahan. Seorang gadis berdiri beberapa meter darinya. Jubah biru langit, wajah tegas tapi anggun. Matanya tajam menatapnya, tidak takut, tapi juga tidak hormat.

“Namaku Lin Yue.”

“Aku disuruh mengamati—dan melaporkan.”

Wuxian menatapnya lama. “Dari siapa?”

Lin Yue tak menjawab. Tapi Wuxian tak peduli. Ia berdiri, menghadap lembah bersalju.

“Katakan pada mereka… aku tidak tertarik merebut apapun. Tapi kalau mereka datang mengganggu—aku tidak akan diam.”

Malam harinya, jauh di tempat yang tak diketahui siapapun…

Seorang pria tua berjubah hitam berdiri di depan cermin hitam besar. Di belakangnya, sosok bayangan tanpa wajah berbicara dalam suara berat.

“Darah itu telah bangkit.”

“Kalau dia hidup terlalu lama, segel akan runtuh sepenuhnya.”

Pria tua itu menunduk. “Kami akan mengirim pemburu. Dalam tiga hari… bocah itu akan lenyap dari sekte.”

Bayangan menghilang. Dan di kejauhan, salju kembali turun—tapi kali ini, warnanya kelabu.