68 Saudara Membunuh Demi Keuntungan

Saat dia berbicara, hatiku hancur. Dia melihat langsung rahasia terdalamku. Kecerdasannya membuatku takut, dan matanya menyala dalam kegelapan seperti api Neraka. Dia ingin membakarku, lalu perlahan melahap tubuh dan jiwaku.

"Menjauhlah dariku." Aku membelakanginya, dan dengan setiap napas dalam yang kuambil, kabut dingin dan lembap langsung masuk dari hidungku ke tenggorokan dan ke dalam hatiku. Itu adalah dingin yang sempurna, siksaan api dan es.

"Eva, saatnya menghadapi hatimu," katanya, suaranya mengikutiku seperti tali kuat yang melilit tubuhku. Aku ingin lari, tapi kakiku hanya bisa membeku di tempat.

Tidak, aku bisa saja berbalik dan pergi. Aku bisa melawannya dalam diam, tapi aku tidak bisa. Sudah lama tidak ada yang tahu apa yang telah kuhilangkan, bahkan Frade tidak bisa memahamiku.

Mengapa dia?

"Eva," katanya lembut sambil berjalan mendekatiku. Aku bisa merasakan beratnya tangannya di pundakku.