Dunia sekeliling Tian menghilang. Ia kini berada dalam ruang batin, tempat antara kesadaran dan kekosongan.
Langit di atasnya kelam, tanah retak, dan di depannya berdiri sosok kembar dirinya—Li Tian dengan mata merah menyala, tubuh berbalut bayangan tajam, dan senyum sinis penuh amarah.
“Apa yang kau harapkan, Tian?”
“Kau sudah menyerah pada rasa sakitmu, dan itu memberiku jalan masuk. Sekarang, aku adalah kau… dan kau hanya bayangan masa lalu.”
Tian menghela napas. Ia tidak melawan. Tidak menghunus pedang. Tidak membakar api.
Sebaliknya, ia berdiri tegak, menatap dalam-dalam ke arah versi gelap dirinya.
“Kau bukan aku,” katanya.
“Kau adalah bagian dariku yang kubiarkan hidup karena aku lemah. Tapi aku tahu siapa diriku. Aku adalah Tian yang berjalan bukan untuk balas dendam… tapi untuk kebebasan.”
Roh bayangan terdiam sejenak, lalu mulai retak.
“Tidak… kau bohong…”
“Kita sama…”
“Mungkin dulu,” jawab Tian tenang.
“Tapi sekarang, aku tahu... aku tak perlu kebencian untuk jadi kuat.”
CRACK!
Tubuh bayangan itu meledak menjadi asap hitam, lalu tersedot ke dalam liontin naga yang menyala terang emas-putih. Api yang sebelumnya merah dan hitam kini berubah menjadi jingga jernih dan bersih, seperti matahari pagi yang menembus kabut.
...
Dunia nyata:
Mei Lin tersungkur di tanah, wajahnya penuh peluh, tubuhnya gemetar. Formasi nyaris hancur. Tapi Li Tian masih berdiri di tengah lingkaran, napasnya tenang.
Segel jiwa di dadanya telah pecah.
Dan anehnya—roh bayangan tidak lenyap. Ia tunduk.
“Kau menang… untuk sekarang…”
suara roh itu kini lirih, bukan lagi dominan.
“Tapi kau akan membutuhkanku suatu saat nanti… dan saat itu tiba, jangan lupa siapa yang kau kalahkan hari ini…”
Mei Lin memandangnya, tercengang.
“Kau… memurnikan roh itu… tanpa kehilangan jiwamu?”
“Li Tian… kau bukan kultivator biasa. Kau—kau sedang menulis jalur kultivasi baru.”
Li Tian hanya menatap tangannya, api jingga murni menyala lembut.
“Ini bukan soal menjadi yang terkuat… tapi menjadi yang tetap utuh.”
...
Beberapa tahun kemudian...
Li Tian membangun sektenya sendiri membangun tempat baru bagi mereka yang ditolak oleh sistem lama.
(“Dunia ini dibangun oleh para pemilik kekuatan… tapi masa depan ditentukan oleh mereka yang berani melawan aturan lama.”)