Punggung Jean membentur wastafel marmer, kakinya kaku, napasnya tersangkut di antara paru-paru dan tenggorokannya. Matanya yang terbelalak tak pernah meninggalkan Tyler saat dia melangkah keluar dari bayangan.
Mata yang sama. Senyum predator yang sama. Tapi lebih gelap... lebih mabuk.
"Jangan coba-coba untuk kabur, Jean..."
Suaranya rendah, tenang namun mematikan. Tapi dia tidak peduli. Insting bertarungnya bangkit.
Dia melesat ke arah pintu.
Tapi sayangnya dia tidak bisa pergi jauh.
SLAM.
Pintu tertutup dengan keras.
Dia lebih cepat. Dia selalu begitu.
Teriakan Jean tidak pernah keluar dari bibirnya. Tangan pria itu membekap mulutnya, menekannya kembali ke dinding.
"Jean... Jean... Jean..."
Dia menyebut namanya seperti mantra. Seperti lagu pengantar tidur. Seolah tahun-tahun itu tidak pernah berlalu. Seolah dia masih miliknya.
Dia menggeliat, tapi pria itu terlalu dekat. Dia mencondongkan tubuh, matanya terpejam sejenak saat menghirup aroma Jean, dalam-dalam, penuh dosa.