Setiap pagi tepat pukul 7.14, Hana membuka jendela kedai kopi kecilnya di jantung kota. Rutinitas yang awalnya tenang berubah menjadi tarik-menarik emosi ketika ia mulai memperhatikan seorang pria misterius duduk di seberang jalan, mengamati setiap gerakannya dari jendela lantai dua sebuah toko buku tua.
Pria itu tak pernah bicara. Ia tak pernah bertanya.
Namun di antara kopi, hujan, dan tatapan-tatapan sekilas, sesuatu tumbuh—sesuatu yang rapuh, tenang, dan indah memilukan.