Barvis

Kerajaan Barvis adalah kerajaan yang sangat makmur dan jaya, ia merupakan kerajaan besar di Eropa.

Raja Levian Han Hendrick adalah raja ketujuh yang saat ini menjabat di Barvis, ia dikenal sangat setia dan sampai saat ini hanya memiliki seorang istri dan dua anak, satu pangeran dan satu putri.

Ratu Irene Han Hendrick terkenal baik dan cantik, tidak heran jika Raja Levian mempertahankannya menjadi satu-satunya ibu negara di kerajaan Barvis.

Levian Han Hendrick memiliki seorang saudari yang bernama Lara yang kini menjadi janda Duke Leon Van Tander.

Ducces Lara van tander berselingkuh dengan Baron Cermain, mereka kabur dan dari pernikahan mereka memiliki tiga orang anak, dua putri dan satu putra, kejadian itu sangat mengemparkan Barvis, bagaimana bisa seorang Levian yang di kenal setia memiliki saudari yang tak setia dan tukang selingkuh di saat duke masih sangat sehat, Levian sangat marah dan tak mengizinkan Lara kembali lagi ke Barvis, tapi meski Lara sangat mempermalukan nama kerajaan, namun ia tetap saudari tercinta dari Levian. Demi memperbaiki nama saudarinya ia pun memberinya kabupaten kecil di ujung Barvis yang di kenal sebagai kabupaten Cermain, dari pernikahan terlarang itu membuat Levian merasa sangat bersalah pada Duke Leon dan tak lagi memaksanya untuk ikut perang meski duke sangat berjaya dan memiliki kekuatan yang tak terkalahkan.

Di tengah kekalutan melihat pernikahannya hancur, membuat Count Belu mengambil kesempatan, ia menemui duke Leon dan meminta ia menikahi putri semata wayangnya, putri maria Belu dan duke menyetujuinya begitu saja, karena Levian merasa bersalah ia sama sekali tak keberatan atas pernikahan kedua Leon yang juga di karuniai tiga orang anak, dua putra dan seorang putri.

Sementara pernikahan Leon dan Lara juga memiliki tiga orang anak, satu putra dan dua putri.

Semenjak keretakan pernikahan Lara dan Leon membuat putra mereka menjadi dingin dan membangkitkan kekuatan hebat dari leluhur Van Tander juga kekuatan Leon ia warisi.

Putra Leon, Lucio memiliki postur tubuh yang berbeda dari ayahnya Leon, ia sangat tinggi dan bertubuh besar, wajahnya tampan, rahangnya yang tajam mempertegas wajahnya yang terlihat sangat dingin. Tahun ini ia berusia delapan belas tahun dan sudah menikah, ia tak mengerti cinta dan tak mau merasakan sakit hati seperti ayahnya, ia mempunyai dua orang istri itupun atas permintaan Leon dan Lara saat ia berusia lima belas tahun, ia memiliki tiga orang anak yang umurnya sangat dekat dan hanya dari seorang istri yaitu istri pertamanya sementara istri keduanya hingga saat ini tak memiliki keturunan.

"Lucio, aku tak lagi sehat. Ayah ingin rasanya segera menghadap sang dewa, bisakah kau menjadi duke menggantikanku? Kaulah anak satu-satunya yang berhak mewarisi takhtaku" Ujar suara lirih Levian yang kini tidur lemah di samping Lucio. Dua hari yang lalu Maria istri keduanya meninggal dunia, itu membuat Levian menjadi sakit.

"Duke, tenanglah. Putramu berharap kau sembuh, jangan memperlihatkan sisi lemahmu padaku ayah" Kata Lucio ia menggengam erat telapak tangan Leon yang terasa lemah tak berdaya.

"Tidak Lucio, tubuhku tak kuat lagi, aku harap kau bisa mengemban tugas berat ini, aku seorang duke tapi aku melepas kewajibanku dan membebankannya padamu, kaulah yang mengantar Barvis menuju kemenangan hingga saat ini Lucio. Berbakti dan terimalah gelar duke ini, kini aku bisa pergi dengan tenang" Kata terakhir dari duke Leon sebelum ia meninggal dunia.

Lucio menarik telapak tangan Leon yang kini tak berdaya, ia menciumnya dan untuk pertama kali seorang Lucio yang terkenal kejam dan menakutkan itu meneteskan air matanya.

Kematian Leon sungguh mengetarkan seluruh Barvis, semua kalangan bangsawan datang untuk berbela sungkawa kecuali istri pertamanya itulah hukuman yang Levian berikan pada saudarinya, ia melarang adiknya untuk kembali ke Barvis.

Setelah pemakaman, Lucio di angkat menjadi duke, pelantikannya sangat meriah meski ia tetap berwajah datar dan masam, Levian saja tak berani menganggu ponakannya itu.

Setelah acara pelantikan Levian ia membawa istri pertamanya dan ketiga anaknya ke istana, betapa bahagianya ducess Bunga Van Hendrick, akhirnya ia kini menjadi ducess di Barvis.

Bunga Van Hendrick sama sekali tak pernah meminta cinta apapun pada suaminya, ia tahu suaminya sama sekali tak menyukainya apalagi mencintainya, meski ia memiliki tiga anak tapi semua itu hasil dari ia menjebak suaminya, sungguh konyol dan ironis tapi itulah yang terjadi, meski sakit tapi ducces sama sekali tak pernah menyesalinya, meski duke setelah tidur dengannya ia akan menatapnya dengan tajam dan tatapan jijik pun ia terima.

Tapi semua itu kini membuahkan hasil bukan? Ia kini menjadi satu-satunya ducces di kerajaan Barvis.

"Beri sedikit saja pada selir rendahan itu" Perintah ducces pada Benyamin kepala rumah tangga keluarga Van hendrick.

"Tapi ducess, duke selalu memberi perintah untuk adil pada kedua istrinya" Jawab Benyamin dengan nada lembut.

"Kau tidak mau mendengarkan perintahku? Kalau aku bilang jangan yah jangan, duke tidak akan tahu jika kau tak memberitahunya kan?" Ujar ducess dengan nada tinggi, Benyamin hanya bisa pasrah, apalagi selir juga bukan orang yang sabar yang suka di tindas begitu saja, cepat atau lambat akan ada keributan di kediaman Duke.

Sudah dua bulan ducces menahan memberi uang yang seharusnya untuk selir duke, selir duke Dahlia tak lagi bisa menahan kekecewaan dari dirinya. Hingga ia tahu kepulangan duke, ia pun memberanikan diri untuk menemuinya.

Gargo kaki tangan dan juga pengurus rumah tangga Lucio pun masuk ke dalam ruang kerja duke, ia melihat duke duduk menghadap jendela, ia mengenakan jubah mandi yang memperlihatkan separuh dadanya yang bidang, rambut hitamnya menutupi wajah kejamnya, butir demi butir air masih menetes dari ujung rambutnya. Ia menikmati secangkir teh kesukaannya.

"Ada apa Gargo? Kau akan mati di tanganku jika itu tak penting" Ujarnya dengan nada berat dan sangat dingin, sehingga membuat Gargo sedikit terganggu.

"Maaf yang mulia, tapi ini sangat mendesak"

"Mendesak?" Katanya ia memutar badan dan memandang tajam ke arah Gargo.

"Ia yang mulia, nyonya Dahlia mendesak untuk bertemu dengan duke" Ucap Gargo hati-hati.

"Dahlia? Wanita yang sangat diam dan tahu diri itu?" Katanya, ia menyeruput tehnya dan meletakkannya di atas meja kerjanya.

"Suruh dia masuk"

Gargo lalu keluar dan meminta Dahlia masuk ke dalam ruang kerja di ikuti oleh Gargo.

"Kau Dahlia?" Tanya Lucio, tatapan tajam membuat Dahlia sesak.

"Wajah itu masih sama, ia tak ramah dan sangat menakutkan" Batin Dahlia.

"Maaf yang mulia, saya datang menghadap karena ingin meminta keadilan pada yang mulia" Ujar Dahlia terbata-bata.

"Keadilan?!" Teriak duke dengan nyaring membuat seisi ruangan menjadi beku tak bernyawa.