Saat itu, Emily sedang berdiri di sudut ruang kerja, tangannya terlipat erat di depan dada, matanya diam-diam mengamati James yang mondar-mandir seperti singa dalam kandang. Udara terasa berat oleh frustasi, dan satu-satunya suara adalah detak jam yang bercampur dengan napas gelisah James.
Tapi pikiran Emily jauh dari kekacauan itu. Pikirannya bersuara keras, lebih keras dari gumaman James.
"Aku akan memberinya waktu," bisiknya dalam hati. "Aku tidak akan terburu-buru. Aku hanya akan mengawasi... mengamati. Jika dia bisa mengendalikan dirinya, mungkin saja masih ada sesuatu yang tersisa untukku di sini."
Dia menurunkan pandangannya, dadanya terasa sesak.
"Tapi jika keadaan memburuk, jika dia terus terpuruk dan kehilangan segalanya, maka aku pergi. Tanpa penjelasan, tanpa air mata. Aku tidak akan berpikir dua kali. Aku tidak bekerja sekeras ini untuk sampai di sini hanya untuk menderita di samping pria yang tidak tahu bagaimana melindungi apa yang dia miliki."