Jalan dalam bayangan

Langit mendung menggantung rendah di atas kota. Hujan belum turun, tapi udara sudah basah dan lembab. Mugi menurunkan tudung jaket birunya, berjalan menyusuri trotoar sempit yang dipenuhi genangan dan coretan jalanan.

Di ujung gang sempit, neon kecil bertuliskan "NetZone Rental" menyala berkedip. Ia menarik pintu besi berat dan masuk, disambut bau debu, kabel, dan suara kipas komputer berdengung.

Ruangan hampir kosong. Petugas penjaga tertidur di belakang meja. Mugi memilih bilik nomor 7, duduk, dan menyalakan komputer.

Tangannya sedikit gemetar saat mengeluarkan flashdisk hitam dari jaket. Ia menatapnya sejenak, lalu mencolokkannya.

Mugi membuka jalur komunikasi terenkripsi.

> //Server terkoneksi…

Suara pelan terdengar di earphone-nya. Itu suara Lim.

“Mugi, kau di sana?”

"Ya," bisik Mugi lirih, menoleh kiri-kanan.

“Lakukan dengan cepat. Jika terlalu lama, kita bisa dilacak.”

"Aku tahu," gumamnya.

Ia membuka file: daftar kode, alur pengiriman, dan nama-nama politisi. Mata Mugi menyipit.

"Lim… ini besar. Mereka tidak cuma nyebar sabu. Mereka kerja sama dengan pihak luar. Tambang logam langka... di daerah terpencil."

“Untuk apa…?”

"Senjata. Ada skema pengembangan senjata kecil buat pengendalian massa. Uji coba juga dilakukan di desa."

“…Lanjutkan. Kirim semua ke pusat.”

Mugi menekan TRANSFER. Garis loading berjalan perlahan.

“Ping masuk!” seru Lim. “Cepat!”

"Aku tahu... hampir selesai!"

Mugi mencabut flashdisk, memutus koneksi, dan menghela napas.

“Selesai.”

“Bagus. Sekarang keluar. Jangan menarik perhatian.”

Mugi berjalan ke luar—namun langsung membeku. Di ujung gang, dua pria berseragam gelap muncul. Salah satu memegang alat pelacak sinyal.

“Dia di sekitar sini…”

Jantung Mugi berpacu. Ia melangkah mundur ke dalam—lalu lari sekuat tenaga ke pintu darurat!

BRAK! Pintu terbuka keras. Ia berlari melintasi lorong belakang yang sempit dan gelap. Langkah sepatu para agen menggemuruh di belakangnya.

“TANGKAP DIA!”

Tembakan peringatan menghantam udara. Suara peluru memantul di dinding. Mugi menuruni tangga darurat, lompat ke bawah, lalu membelok di lorong sempit.

Ia hampir terpeleset, menabrak gerobak sampah, lalu melompati tumpukan kardus. Salah satu agen muncul dari atap dan mencoba menghadangnya—namun Mugi melompat ke sisi lain dan menggelinding jatuh.

Napasnya tersengal. Saat ia melihat ke depan...

BUNTU.

"Sial...!"

Dua agen muncul di belakang, senjata terangkat. Tapi sebelum mereka menembak—

ZRAAAK!

Tongkat listrik menyambar, membuat satu agen terpental! Ledakan suara dari granat pengalih meledak di tengah gang. Suara pekak menggema!

Dua anggota Server X bertopeng berdiri seperti bayangan.

“Mugi?”

"Tolong…"

“Lari!”

Mugi mengikuti mereka melalui lorong rahasia di balik tumpukan sampah kota. Gelap dan berbau busuk, tapi mereka berlari terus.

Akhirnya, mereka muncul di belakang stasiun.

“Tim cadangan menunggu di ujung jalur. Kita amankan data itu.”

“Tentu. Kalian keren.”

Mereka menghilang ke dalam mobil hitam tanpa pelat.

---

Hutan Dalam

Di tengah hutan lebat, senja menggantung rendah. Burung-burung terbang berhamburan saat langkah Freya menyusuri jalur setapak.

Pakaian hitam, pisau melengkung, tablet kecil memindai sinyal.

“Keter, aku sudah dekat.”

“Hati-hati. Tempat itu dijaga pemerintah. Mereka menyembunyikan sesuatu—dan mungkin mereka tidak sendirian.”

Freya menyeringai.

“Aku tidak datang untuk bersalaman. Aku datang untuk membuka pintu neraka.”

Langkahnya terhenti.

Di balik kabut dan semak rimbun, terlihat gerbang baja tersembunyi, tertanam di bawah tanah, tersamar oleh lumut dan batu besar.

Dua penjaga bersenjata patroli di depan. Salah satunya memakai emblem: Security Pemerintah.

Freya berjongkok, mata tajam menatap mereka. Tangannya perlahan menyentuh gagang pisau.

“Waktunya mengintip rahasia kalian…”

Langkah Freya begitu ringan di antara akar-akar besar yang menjulur. Malam mulai turun, namun matanya tajam menembus gelap. Ia berjongkok di balik batu besar yang menghadap gerbang baja tersembunyi di bawah bukit. Tablet kecil di tangannya masih menyala samar.

Dua penjaga bersenjata berdiri kaku di depan gerbang, tak sadar mereka sedang diawasi dari kejauhan. Freya menyesuaikan frekuensi telinganya dengan alat penyadap.

"Keamanan wilayah barat aman. Titik koordinat tambang dalam status hijau."

Freya mengangguk pelan. “Jadi ini benar-benar tempatnya…”

Ia merayap ke sisi lain, mendekati pagar samping yang ditutupi tanaman rambat. Pisau kecil di tangannya menyayat pelan kawat, menciptakan lubang cukup besar untuk masuk. Begitu melewati pagar itu, Freya menyusup ke koridor luar bangunan tambang yang sebagian besar ditutupi tanah dan bebatuan.

---

Markas Alliance (Di dalam Tambang Rahasia)

Mikey berdiri di depan layar monitor besar. Matanya tajam menatap rekaman CCTV yang baru saja menangkap pergerakan mencurigakan.

"Perbesar bagian ini," katanya.

Salah satu anggota Alliance menaati perintah. Gambar menjadi lebih jelas. Sosok berpakaian hitam menyusup melewati pagar barat.

Mikey mengangkat alis. “Satu orang? Sendirian? Berani sekali.”

Ia memutar tubuhnya ke arah bawahannya. "Naikkan tingkat keamanan. Kirim tim pengejar. Tapi jangan bunuh dulu… aku ingin tahu siapa dia."

---

Kantor Kepolisian

Letnan Arsha menerima panggilan langsung dari atasan. Di layar komputernya muncul gambar tambang yang sama.

“Ini operasi rahasia negara. Target: temukan dan amankan item yang dikirim dari jalur selatan. Jangan biarkan pihak lain mendapatkannya.”

Arsha mengangguk tegas. Ia langsung memberi perintah, "Kirim pasukan ke wilayah perbatasan tambang. Siapkan drone, dan awasi setiap jalur keluar masuk."

Kembali ke Hutan Tambang

Freya terus bergerak menyusuri lorong bawah tanah. Bau logam dan oli menyengat. Ia menyelinap ke ruangan yang dipenuhi dokumen tua dan rak besi.

Di atas meja, ia melihat satu folder bertuliskan:

> [Project ASHFALL — Sub Divisi: Biokimia & Tambang]

Wajah Freya berubah serius. Ia membuka beberapa lembar, membaca cepat, dan memotret dengan kameranya.

Namun tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di lorong luar.

Freya buru-buru menyelinap keluar ruangan dan bersembunyi di celah tembok. Tapi semuanya sudah terlambat.

“Tangkap dia!!” suara dari pengeras terdengar keras.

Alarm berbunyi. Lampu merah berkedip di sepanjang lorong.

Freya berlari, lompat melewati tangga sempit, dan hampir sampai di pintu keluar barat—namun sebuah tembakan peringatan menghentikannya.

Tiga orang bersenjata mengepung. Lalu, langkah tenang terdengar dari arah depan.

Mikey muncul dari kegelapan, wajahnya tenang tapi penuh kuasa.

“Jangan bergerak.”

Freya menatapnya tajam. Pisau masih di tangannya, tapi Mikey sudah mengacungkan pistol ke arah wajahnya.

“Aku tidak tahu siapa kau. Tapi hanya orang gila yang masuk ke tempat ini sendirian.”

Freya tidak menjawab. Ia melemparkan pisau ke tanah, menyerah tanpa kata.

Mikey mendekat, menatap wajah Freya lebih dekat, lalu tersenyum miring.

“Bawa dia ke ruang bawah. Kita lihat siapa yang mengirim gadis ini... dan siapa yang akan menangisi kepergiannya.”

Freya digiring paksa. Lorong tambang kembali sunyi. Namun sesuatu telah berubah.

Perang senyap kini semakin dalam. Dan cahayanya… semakin redup.

---