Still on Work... Plss Wait until my ORI NOVEL Translated
- Magic University Arc Start Here -
"Apa sudah jelas? Tour yang saya berikan?" tanya seorang guider perempuan itu.
"Tapi, lebih baik kalau aku melihatnya sendiri saja." ucap Alzen dalam hati.
Lalu jawab Alzen. "I... iya sudah jelas. Aku jadi paham garis besar kota ini. Terima kasih." balasnya tersenyum.
Guider itu membalas Alzen dengan senyum ramah. "Semoga belajarmu nanti menyenangkan ya."
Ini adalah hari pertama Alzen Franquille bersekolah disini. Saat ini, ia belajar menekuni apa yang ia sudah cintai sejak kecil...
MAGIC...
Detik pertamanya menginjak-kan kaki di sekolah sihir terbaik ini, Ia akan ingat seumur hidupnya. Rasanya mirip seperti siswa yang mendambakan sekolah kembali setelah libur panjang yang terlalu lama. Atau seperti sejuknya hari setelah Ujian Nasional selesai.
"Jujur saja... Aku sendiri tak menyangka Vheins sehebat ini!" ucap Alzen dengan sangat antusias. "Aku rasa aku masih punya waktu keliling-keliling kota dulu nih."
Beberapa saat kemudian...
"Wah... kotanya benar-benar hidup sekali ya..." Alzen terus berjalan sambil kepalanya geleng ke kanan, ke kiri, melihat sekitarnya dengan senyum gembira. Melihat segala sesuatunya baru, kemanapun ia melihat. "Sepertinya aku akan betah sekali belajar disini. Tapi, universitasnya bukan disini ya?"
Alzen berjalan-jalan di sebuah district yang seperti gang. Dimana bangunan-bangunan berjejer berhadap-hadapan. Menjual berbagai hal, baik barang maupun jasa. Tempat ini disebut Twilight District. Letaknya ada di ujung timur Area 3. Dan setelah berjalan-jalan Alzen mencoba memasuki sebuah toko magic tool.
"Ohh... ini yang namanya magic tool? Sering lihat di buku sih, lagipula Aldridge juga tahu." ucap Alzen sambil melihat spanduk kayu dengan gambar pahatan tongkat dan sihir yang digantung di depan toko. "Tapi... Baru sekarang bisa melihatnya langsung. Uhm... Permisi. Loh kok gelap ya?"
Tokonya seperti bangunan dengan kasir dan mejanya dan rak-rak di sebuah kios indoor menjual berbagai barang. Pencahayaannya agak kurang dan sumber cahaya hanya dari lilin yang di letakan diatas mangkuk di berbagai sudut toko. Meski luas tokonya tak begitu besar hanya sekitar 20 meter persegi. Namun sangat penuh peralatan dan berdempet-dempetan.
"Tongkat ini namanya apa paman?"
"Itu? Staff of Fireball namanya. Cough, Cough Aduh... sudah tahun ajaran baru lagi ya. Hei nak... kamu pelajar baru di universitas ya?" tanya kasir itu yang adalah seorang bapak-bapak tua gemuk sudah ubanan, hanya mengenakan kaus kutang, Ia berkumis dan botak tengah mengenakan kacamata, Selagi menjaga toko ia selalu duduk membaca koran.
"Iya, Bapak kok tahu?"
"Hahaha... Aku sudah dagang disini 20 tahun dek. Sudah hafal setiap tahunnya. Tapi di umur segini setiap tahun rasanya berlalu cepat sekali. Dari Vheins masih butut sampai sebagus sekarang. Bapak sudah dagang disini."
"Ohh... tapi kenapa barang-barangnya mahal sekali paman?" Keluh Alzen. "Paling murah saja 20 ribu *Rez. Dan yang kupegang inilah yang termurah.
(*1 Rez setara dengan 100 rupiah.)
"Lohh iya dong..." Bapak tua itu naik dari kursinya dan menghampiri Alzen. "Lihat, semua barang-barang ini ori. Buat bertarung sungguhan. Asli dari para Enchanter terbaik negeri ini. Memangnya ini mainan. Nih..."
"Ahh ok..." Alzen canggung.
"Misalnya Staff of Flame yang kamu pegang itu. Kalau kamu pakai yah bisa mengeluarkan sihir betulan. Yang efek penghancurnya juga betulan. Tapi ini di dalam toko ya... Diluar juga ramai. Jangan digunakan disini, bahaya."
"Sihir apa? Bapak bisa sihir juga?"
"Cuma sedikit... Misalnya ini..." Bapak itu mengeluarkan cahaya putih dari tangan kanannya. Kemudian melontarkan cahaya itu keatas. "Candlelight !!"
"Wohh... Tempat ini jadi terang!" komentar Alzen. "Tapi kalau dari dekat rasanya agak silau." ucapnya sambil menutup mata dengan lengannya.
"Hahaha... Ini hanya contoh kecil saja. Jadi gimana? Mau beli?"
"Ahh... Aku tak punya uang segitu banyak. Mungkin lain kali deh paman. Tapi, yang tadi itu mengagumkan."
"Hehe... Tua-tua gini waktu muda dulu aku penyihir juga." balas bapak itu dengan membanggakan diri. "Yasudah, Kemari lagi kalau mau dan sudah ada uangnya." Bapak itu duduk kembali dan membuka korannya lebar-lebar.
Alzen menaruh tongkatnya kembali ke rak. Dengan perasaan tidak enak ia berkata, "Tidak apa-apa nih paman? Aku tidak beli apa-apa."
"Ya... Ini barang-barang mahal, jadi ya gak bisa langsung deal." ucap bapak itu yang tengah membaca koran.
"Terima kasih paman. Aku akan kembali lagi kalau mau beli magic tool."
Bapak itu membalas Alzen dengan mengacungkan jempol. "Lain kali kalau mampir kesini lagi. Bapak kasih diskon. Tenang saja."
Alzen menganggukan kepala dengan tersenyum. Sebelum ia pergi keluar dari toko itu/
***
Alzen setelah itu berpindah ke tempat lainnya. Ia melihat-lihat toko-toko lain. Ada yang jadi tempat sekolah untuk anak-anak, Ada yang berjualan potion, Ada juga toko Kristal, Ada penginapan dan restoran. Alzen melihat semuanya itu sampai menghabiskan waktu beberapa jam. Kemudian ia harus bergegas ke Area universitasnya.
Semua pelajar baru akan disambut di pintu gerbang masuk Area 4 dan diberikan kunci asramanya secara acak dengan 3-digit angka. Alzen mendapati dirinya memiliki kunci 207.
"207? angka ini apa maksudnya?" tanya Alzen.
"Ohh, kamu pergi ke Area 4 nanti dan pergi ke asrama pria, angka 207 artinya kamar ke-7 di lantai 2."
"Baik aku mengerti. Terima kasih." balas Alzen.
***
Alzen berjalan menuju Area 4. Pada awalnya ia tidak tahu apa area 4 itu dan dimana tempat itu berada? Tapi peta kota ini tersebar cukup banyak di wilayah masuk untuk mempermudah orang baru mengenal kota ini. Terlebih setiap pelajar baru Vheins selalu diberi informasi dari Guider.
Alzen tiba di pintu masuk Vheins, sebuah gerbang besar dengan pagar besi khusus. Pagar itu dijagai dua Guardian di sisi kiri dan kanan. Tapi saat ini, karena hari pertama tahun ajaran baru, Gerbang dibuka bebas saking banyaknya murid-murid yang masuk bersamaan. Namun tetap di jaga ketat oleh para Guardian dari kejauhan.
Tiba di Area 4, Alzen dikejutkan lagi dengan pemandangan hebat Vheins University. Sebuah lapangan rumput luas, seperti lapangan bola besarnya dan bangunan-bangunan di sekelilingnya.
"Hahaha... Tempat ini hebat sekali!" Alzen berlari-lari, memutar-mutar dengan senangnya seperti telah memenangkan sesuatu yang besar. Tapi tentu ia tak bisa melakukannya dengan bebas. Yang terpesona dengan Vheins bukan hanya dia seorang tentunya.
Seluruh pelajar baru berlarian masuk berdesak-desakan karena ada hampir 2000 orang lebih yang masuk ke Vheins tahun ini. Dan setibanya para pelajar baru masuk kesana. Siang hari seketika berubah gelap seperti malam hari.
"Hee? Kenapa ini?" komentar para pelajar baru Vheins.
"Kok tiba-tiba malam?"
"Waduh... Mau kiamat ya?"
Lalu dari kegelapan malam itu muncul sebuah kembang api biru meletup-letup dan membentuk sebuah kalimat, kalimat itu bertuliskan...
"SELAMAT DATANG PARA CALON PENYIHIR TERBAIK DUNIA"
"Hee? Apinya mengeluarkan suara!?"
"WOOOO !!!" Disambut Sorak-sorai antusias para pelajar.
"Kalian telah mendapat kunci di pintu masuk tadi?" tanya seorang instruktur wanita yang melakukan sihir api tersebut berdiri dihadapan 2000 pelajar baru yang berdiri di lapangan luas universitas.
"Sudah !!" jawab mereka serentak.
"Sekarang pergilah ke kamar asrama kalian dan bersenang-senanglah menikmati tempat ini, karena disini, khusus untuk kalian... untuk para penyihir !!"
"WOOO !!!" sekali lagi sorak-sorai terjadi.
Alzen tepuk tangan dan gemetar saking gembiranya "Tempat ini hebat sekali!"
"Saat ini waktu masih menunjukan pukul 10 pagi. Kalian diberi waktu cukup lama untuk melihat-melihat tempat kalian belajar nanti. Tapi, sebelum jam 7 malam nanti kalian harus sudah tiba di Student Hall. Di bangunan besar di ujung tengah lapangan, Yang berada dibelakangku ini. MENGERTI?!"
"MENGERTI !!" sahut para pelajar bersamaan.
"Bagus!" lalu instruktur itu turun, dan seketika kegelapan malam itu hilang dan menjadi siang hari kembali.
Kemeriahan tadi bisa sebanding dengan orang-orang yang menonton konser.
Di Area 4 atau Area Universitas, disediakan lokasi bangunan Asrama. Khusus untuk para pelajar baru yang berkapasitas 2000 orang. Separuh untuk pria dan separuh lagi untuk wanita. Dengan 8 bangunan asrama yang ditempatkan saling berhadapan satu sama lain bagi asrama pria dan asrama wanita.
Alzen tiba di kamar asramanya. Lantai 2 kamar 7, sesuai dengan nomor kunci yang ia miliki. Alzen membuka pintu dan dibuat terkejut dengan fasilitas kamar yang baik. Bahkan sangat baik baginya. Meski kamar asrama terbilang sempit karena untuk 2 orang pelajar dalam 1 Kamar. Tapi perabotan yang disediakan berkualitas sangat baik.
Disediakan 2 ranjang tidur untuk masing-masing satu orang. Dan di kedua sisi dekat ranjang disediakan meja belajar dengan rak buku diatasnya yang masih kosong. Tentunya akan diisi sesuai kebutuhan student belajar sihir dengan 1 lemari besar untuk dua orang sekaligus. Tentunya setiap kamar asrama memiliki Toilet kecil yang mewah yang sangat bersih dan menggunakan shower.
1 kamar mandi memiliki 2 pintu yang terhubung dengan 2 asrama di dekatnya.
Letak kamar ini rata-rata cukup simetris dan dasarnya semua kamar asrama sama saja, bedanya terletak pada apa yang diisi Student nantinya. Setiap kamar ada jendela besar yang menyinari seluruh ruangan di siang hari. Bagus juga ketika duduk-duduk bisa melihat lapangan sekolah dari dalam asrama. Tentu ada tirainya.
Rumah besar untuk Asrama Student ini berbentuk seperti rumah susun yang bejejer secara horizontal, dengan lebar mencakup 20 kamar per lantai dengan tangga disisi kiri, kanan dan tengah. Setiap kamar saling berhadap-hadapan, 10 di satu sisi, 10 lagi di sisi sebelahnya.
Tinggi bangunan ini sekitar 6 lantai, lantai dasar untuk ruang lobby, untuk bertanya pada petugas, atau sekedar kumpul bersama di fasilitas yang sudah disediakan sambil minum atau makan. Dan 5 lantai diatasnya adalah untuk kamar asrama Student.
Jadi total setiap gedung asrama ini mampu menampung secara sehat untuk 1000 Students, dan gedung ini hanya khusus Pria. Gedung lain yang serupa dikhususkan untuk Wanita, jadi mereka tinggal terpisah. Selain itu, Area ini secara khusus dibuat untuk ditinggali para pelajar tingkat 1.
***
"Kamar 207? Lantai dua kamar ketujuh." kata Alzen sambil mencari letak keberadaan kamarnya. "201, 202, 203, 205, 206, 200... Ohh ini kamarnya!"
Alzen membuka pintu kamarnya dan ekspresi terpukau jelas terlihat di wajahnya.
"Woahhh! Hebat sekali!" Alzen langsung tidur berguling-guling di tempat ini, Menikmati fasilitas yang ada. "Wahh kasurnya juga!? Empuk sekali. Dibanding rumah tempat aku dan ayah tinggal, ini jauh lebih baik."
Ia membuka lemari pakaian yang didalamnya sudah tergantung Almamater Vheins Student yang adalah jas penyihir berwarna biru, lengan panjang dan panjang jubah belakangnya mencapai lutut kaki.
Lalu di Almamater itu diselipkan sesuatu seperti kertas surat, Alzen penasaran dan membukanya, lalu BOOM !!
"Selamat Belajar Di Vheins."
Tulisan itu keluar dari dalam surat dan meledak seperti kembang api sebelumnya hanya saja lebih kecil dan pesan tersebut selain keren secara visual, surat itu juga mengeluarkan suara. Ya... ini adalah salah satu kategori sihir untuk Entertaintment Magic (sihir hiburan).
***
Tak lama kemudian, Seseorang masuk ke kamar Alzen dengan tergesa-gesa sekali sambil membawa tas besar. Dan bergegas mengambil almamaternya lalu suratnya dan surat itu meledak-ledak.
"Aduh... Semuanya punya surat kaget seperti ini ya!" Setelah melihat surat itu. Orang itu menyobek-nyobek kertas suratnya.
"Ehh!? ... Kenapa kamu sobek-sobek surat sambutannya? Sambutannya keren kan?" tanya Alzen.
"Keren apanya... Hari ini. Aku sudah melihatnya 12 kali, sama ini jadi 13 kali dan setiap kali aku membukanya cuma bikin jantungan saja. Jadi... "
"12 kali?" Alzen bertanya-tanya. "Kamu ngapain memangnya?"
***
Sementara di kamar yang lainnya, Kamar 201.
"Hei Lio, katanya ada surat sambutan. Mana suratnya?" tanya seorang perempuan imut dan mungil bernama Fia. Ia berambut biru muda dengan panjang sepundak.
"Soal itu..." balas Lio, pria rambut hitam yang disisir ke jabrik dengan lengan dan tubuh yang kekar. "Sejak awal yang ada cuma kertas begini."
Di kamar 205.
"Dimana suratnya!!" Teriak seseorang bernama Bartell.
"Hei-hei, Tenanglah Bartell."
***
"Ehh!? Kenapa ada orang yang teriak-teriak?" ucap orang itu tanpa dosa.
"Aish... Dia tak sadar." Alzen palm face. "Satu per satu kamar dia masukin semua."
"Ehh... Kalau kau disini. Berarti kau teman sekamarku ya?"
"Entahlah, berapa nomor kuncimu?" tanya Alzen.
"207," jawab orang itu. "Kamu?"
"Bener, bener... Berarti kita sekamar."
Lalu ia segera menaruh tas besarnya dan langsung menjatuhkan diri di ranjang.
"Phuaahhh! Enaknya fasilitas kamar ini ya. Mana ada yang begini di kampung halamanku." kata orang itu. "Jadi... Kau siapa?" tanyanya pada Alzen.
"Aku?" Alzen menunjuk dirinya sendiri. "Aku, Alzen Franquille..."
"Ohh Alzen..." ucapnya santai. "Alzen!? Serius!? Kamu satu dari tiga orang yang dapat beasiswa itu!?" Ia langsung beranjak naik. "Wahh... Lumayan nih, bisa sekamar sama kamu." Ia langsung menyalami Alzen seperti seorang yang sangat penting. "Jadi nanti, kalau ada tugas susah kamu bantuin aku ya. Ya itu kalau kamu beneran yang dapet beasiswa itu sih..."
"Yap... Memang dapat kok..."
"Bagus!" ucapnya dengan semangat. "Bagus, Bagus, Bagus!"
"Ahh Ta..."
Alzen belum selesai bicara tapi sudah dipotongnya, "Jadi jelas sudah! Nanti kalau ada tugas tolong kerjain ya!" balasnya dengan memegang pundak Alzen dari arah depan.
"Ahh... Bagaimana ya? Boleh saja... Tapi kau jadi tak mengerti apa-apa saat belajar sihir disini?"
"Ahh... Tidak-tidak aku hanya bercanda. Kupikir kamu akan nolak seperti banyak orang jenius yang pelit-pelit itu. Tumben-tumben ada yang pinter tapi gak pelit." Ia kembali terbaring di kasurnya dengan menjatuhkan diri di atas kasur. "Aku memang tak terlalu pintar. Tapi aku kesini dengan tekad, Aku punya elemen Api dan Air, Elemen yang saling bermusuhan. Tapi aku perlu tahu cara bertarung elemen api, sekaligus ilmu penyembuhan elemen air. Meski aku tak terlalu pintar dibandingkan orang-orang kota... Aku ini termasuk jenius juga lohh di kampungku... Karena bisa punya 2 elemen seperti ini."
"Aku punya 3..." balas Alzen dengan polosnya.
"Bohong!!" Ia kembali beranjak naik dengan segera. "Coba tunjuk-kan!"
Alzen mengeluarkan elemen Api... Air dan Petirnya. Meledak-ledakan sihirnya di kedua tangannya.
Seketika ia jadi minder dan ngedown di pojokan "Kau tak tahu jaga perasaan orang ya... Hiks."
"Ahh maaf... Maaf." kata Alzen. "Kan tadi kamu yang minta."
"Ohh iya... aku belum memperkenalkan diri." Ia menyondorkan tangannya untuk berjabat tangan. "Namaku Chandra Wang, aku berasal dari North Azuria. Dari desa kecil yang namanya Sanad, sebuah kampung yang cukup mengenaskan karena perang terus! Karena selalu jadi medan perang antar dua negara yang bermusuhan. Sanad dan kota-kota sekitarnya, yang dulunya subur. Jadi tandus karena banyak tentara dan penyihir merusaknya terus menerus. Aku kesini dengan misi mempelajari sihir penyembuh, Karena disana kurang dokter apalagi Healer. Tapi sekaligus aku juga harus bisa bertarung supaya bisa mempertahankan diri di medan perang. Jadi... Ahh sudahlah... memangnya kamu tertarik dengan hal ini?"
"Tak apa, Lanjutkan saja, aku mau dengar." balas Alzen.
"Tidak deh... Aku mau pergi keluar dulu. Biar aku cerita lain kali saja ya. Bye-bye!" balas Chandra.
"Dasar... Alasan saja kamu."
***
Seterusnya Alzen menghabiskan waktu sampai matahari terbenam di perpustakaan kota. Disana Student boleh membaca sepuasnya dengan harga masuk yang diberikan diskon untuk pelajar. Lalu ketika di perjalanan kembali ke asrama...
Alzen mendapati seseorang dalam tempat sepi sedang di Bully.
***