Meri dan ilham sudah selesai menerima ucapan selamat dari para tamu termasuk memperoleh penjelasan dari paman anton. Meri baru mengetahui bahwa pamannya itu memiliki seorang anak angkat. Mereka memang tidak terlalu akrab karena meri yang selalu berada di LA. Tapi begitulah dunia meri berputar pada poros yang tidak terlalu jauh. Hingga hidupnya seakan berputar di titik itu-itu saja.
Mereka menghampiri maria dan andre. Meri merasa asing dengan wajah boy karena mereka memang tidak pernah bertemu sedangkan ilham sangat mengenal boy.
Dengan ramah meri menyapa boy di temani ilham yang sudah duduk bersama junior di pangkuannya.
"aku sudah sering mendengar tentangmu" ujar boy saat berjabat tangan dengan meri.
"benarkah?" meri tampak terkejut, itu tidak mungkin maria karena meri yakin bahwa mariapun tidak mengenal boy.
"Mmm, andre selalu memberitahuku. Bukan menceritakan kisahmu tapi lebih kepada meminta pertolonganku yang membuat aku sedikit demi sedikit mengetahui tentangmu" boy menjelaskan. "ku harap kita bisa berteman"
"tidak boleh" protes junior dengan suara lantang dan ekspresi penolakan.
Mereka yang mendengar spontan memandang lekat ke wajah imut di pangkuan ilham itu. Ilham yang tahu alasannya hanya tersenyum membelai kepala belakang junior.
Tak kalah terkejut adalah boy yang mendapatkan penolakan itu secara frontal dari seorang anak kecil. Ketika ia datang junior tampak ramah kepadanya tapi tatapannya kali ini tidak mengesankan seorang anak kecil polos dengan hati lembut.
"anak pintar" ujar ilham sambil tersenyum ke arah meri.
"sayang, ini hanya perkenalan biasa" meri menenangkan junior. "boy, maafkan anakku. Dia hanya menjagaku dan memenuhi janjinya kepada ilham sehingga bersikap seperti tadi"
Sebenarnya boy masih bingung tapi hanya menganggukkan kepalanya sebagao tanda bahwa dia baik-baik saja.
"ah aku ingat sekarang, boy saat andre di beijing kau memgatakan dia hilang di bandara apa kau bekerja sama dengannya untuk membodohiku?" tanya ilham merasa kesal dengar informasi kacau dari boy.
"tidak. Aku rasa itu ulah hacker yang lebih hebat dariku" jawab boy.
Tatapan seketika berpindah dari boy beralih kepada maria. Di tatap penuh curiga, maria tidak bisa mengelak.
"itu aku. Andre yang memaksaku tapi itu juga bukan sepenuhnya pekerjaanku. Boy dan aku bekerja sama dalam hal ini" kilah maria merasa tak ingin di salahkan sendirian.
"wah wah, kau ternyata pengkhianat itu. Awas kau ya, aku akan membalasnya nanti setelah anakmu lahir. Akan ku sabotase anak itu menjadi anak boy dan bukan anak andre" ancam meri dengan candaan.
Boy dan andre mendengar itu merasa terkejut. Bahkan di saat bercanda meri tetap tak kehilangan kecerdasannya.
"aku takut. Ku rasa itu akan jadi kenyataan" ujar maria dengan ekspresi di buat-buat.
Semua orang tertawa kecuali ilham. Bukan karena dia tipe pria serius walaupun itu candaan. Dia hanya menangkap sesuatu yang aneh pada perubahan mimik wajah boy dan andre saat candaan meri terlontar. Kecurigaannya semakin besar saat melihat tawa andre terlalu palsu.
"meri, mengenai maria yang sejak lama menyukai andre apa itu analisismu?" ilham mencoba memastikan. Analisis istrinya itu lebih dapat di percaya dibandingkan pengakuan langsung dari pihak bersangkutan.
"maria mengakuinya. Dia merasa bersalah terhadapku karena itu sebelum ketahuan, dia lebih memilih mengakuinya" jawab meri.
Ilham manggut-manggut mendengar hal itu. Sangat mustahil seorang wanita seperti maria memilih mengakui kesalahannya ketimbang ketahuan. Seorang hacker adalah tipe individu yang suka bermain di belakang layar dan cenderung menutupi kesalahannya dengan keahliannya.
Kebohongan yang tersaji di hadapannya membuat ilham menerka alasannya. 'jika maria hamil dan bukan andre suaminya. Apa mungkin itu boy?' batin ilham.
"boy, kau sudah mengenal maria dalam waktu lama karena andre di beijing sangat lama dan kalian harus bekerja sama selama itu. Aku rasa kalian sangat cocok" pancing ilham
Subjek yang di singgung terdiam kaku merasa mereka sudah terciduk oleh ilham.
"maksudku cocok karena hobby kalian dalam meretas" sambung ilham.
"ah, ku rasa begitu" jawab boy dengan canggung.
Ilham berdiri menjauh dengan alasan ada sesuatu yang ingin ia bicarakan dengan andre. Mereka menjauh dari ruang acara dan mulai berbicara mengenai kebohongan besar yang andre lakukan.
Pada akhirnya andre mengakui kebohongan yang ia lakukan karena dia cukup mengenal ilham yang cerdas menebak situasi. Di bukan seorang psikolog tapi dia cukup pintar menilai ekspresi orang lain. Jadi tak ada gunanya berkilah.
"mengapa kau melakukannya?" tanya ilham.
"aku hanya ingin keluar dari rumahnya dan juga kehidupannya. Dia tidak akan bisa memulai hidup baru jika melihat aku masih belum bisa melupakannya. Saat kami sudah sah berpisah, meri tetap menahanku di rumahnya, aku merasa tidak nyaman dengan hal itu. Bagaimana jika aku bersikeras kembali kepadanya. Bukan hanya itu akan menyakiti kau, meri juga akan tersiksa nantinya saat dia sudah mengingatmu. Apa kau pikir dia akan bahagia dengan mengabaikanmu? . Aku mengenalnya dengan baik, wanita itu tidak akan bahagia saat dia merasa telah menyakiti perasaan orang lain. Saat kau meninggalkannya, dia sangat mencintaiku tapi tidak bisa berbahagia denganku karena rasa bersalahnya kepadamu. Jadi biarkan ini berjalan, aku akan mengurus sisanya nanti" andre menjelaskan alasan dari tindakannya.
"Lalu bagaimana akhir dari kebohongan mu ini? Kau terlalu banyak berpikir dengan dugaan tak berdasar mengenai reaksi meri. Dan bagaimana dengan suami maria, apa itu boy?"
"aku akan mengatur seakan kami bercerai. Kau benar suami maria adalah boy. Mereka bertemu pertama kalinya di beijing saat aku mengatur rencanaku. Tak ku duga mereka menjadi sangat akrab dan memutuskan menikah. Boy juga setuju membantuku dengan membiarkan maria menjadi istriku di hadapan meri. Kau tidak perlu khawatir, semua akan baik-baik saja" andre menenangkan ilham dengan menepuk bahunya.
"jadi semua ini kebohongan lagi?"
Suara meri bagaikan petir yang menyambar di kepala andre dan menoleh menatap mata yang penuh kemarahan itu.
"meri, aku..." andre tidak tahu harus berkata apa.
"tidak perlu di jelaskan. Aku sudah mendengar semuanya sejak awal. Sejak dulu berbohong adalah bakatmu jadi aku tidak akan menyalahkan siapapun. Maria dan boy hanya alat bagimu, kau seharusnya malu menggunakan sahabatmu untuk hal seperti ini. Mengenai perasaanku, tidak perlu khawatir karena mulai saat ini aku hanya akan mencintai suamiku. Kau juga pasti bisa berbahagia dan itu harus atau aku akan merasa bersalah sepanjang perjalanan hidupku" nada suara meri perlahan merendah hingga berubah menjadi sangat lembut.
"tentu. Kalian juga seharusnya berbahagia" ujar andre.
Mereka kemudian kembali ke ruang acara dan bergabung dengan maria dan boy serta junior yang setia menunggu. Tamu sudah mulai bubar dan tersisa kolega ayah meri dan sahabat komunitas rido. Suasana kembali tenang sesaat, sebelum akhirnya maria mengeluh mengalami sakit para perutnya.
Meri segera memeriksanya.
"dia akan segera melahirkan. Cepat bawa ke rumah sakit" ujar meri.
Boy dengan sigap mengangkat tubuh maria walaupun mengalami sedikit kesulitan karena bobot maria yang bertambah. Setelah penuh perjuangan akhirnya boy berhasil membawa maria ke dalam mobil di basement hotel.
Tak ketinggalan junior juga meminta di gendong oleh ilham dan menyusul menuju basement untuk mengikuti mobil boy ke rumah sakit.
Waktu itu masih sore hari saat maria tiba di rumah sakit dan setelah pemeriksaan itu baru pembukaan tiga. Karena itu mereka masih harus menunggu hingga pembukaan sembilan barulah mereka akan mengambil tindakan.
Meri dan boy bergantian menemani masa kontraksi maria yang datang setiap menit dengan tempo yang teratur. Peluh mulai membasahi gaun pesta milik maria, meri meminta ilham membelikan maria pakaian dengan bahan yang menyerap keringat serta longgar agar maria merasa sedikit nyaman.
Tak berapa lama ilham kembali bersama junior dan memberikan pesanan meri. Meri membantu maria mengganti pakaiannya dengan cepat setelah memerintahkan ilham dan junior keluar sementara boy tetap setia di samping maria.
Andre datang dengan sebuah tas koper berisi perlengkapan maria dan calon bayinya yang sudah di kemas oleh maria sejak ia memasuki bulan ke sembilan kehamilannya.
"kau sangat perhatian padanya. Dia bukan istrimu kuharap kau ingat" ejek ilham.
"dia sahabatku. Aku hanya bersikap sebagaimana seharusnya seorang sahabat" ujar andre tersenyum manis.
Hingga tengah malam, ilham dan junior masih menunggu proses melahirkan maria usai. Junior tertidur pulas dalam dekapan di pangkuan ilham. Ilham melepas jasnya untuk menutupi tubuh junior agar tak kedinginan.
Meri masih menggunakan gaun pernikahannya karena belum sempat mengganti pakaiannya. Ilham menunjuk paper bag di sampingnya agar meri membukanya.
"gantilah pakaianmu, cuaca sangat dingin. Punggungmu juga sejak tadi terekspose membuatku cemburu" ilham mulai menunjukkan sikap cemburu nya.
"baiklah. Tunggu sebentar" meri melangkah masuk ke toilet wanita dan mengganti pakaiannya dengan gaun malam selutut dan sebuah jaket berbulu.
Pakaian itu sangat santai tapi tetap elegan karena riasan dan sanggul meri yang masih melekat dengan sempurna.
"sepertinya malam pertamaku terpaksa di tunda" keluh ilham saat meri sudah kembali dan duduk di sampingnya.
Pipi meri menjadi merona mendengar ilham masih sempat memikirkan malam pertama di saat genting seperti ini.
"kita akan melakukannya dengan benar di paris" lanjut ilham sambil memandang meri. Dia bahkan tidak bisa menyentuh tangan meri karena sibuk memeluk junior yang tertidur pulas.
Sebagai jawaban meri tersenyum menggoda dan menganggukkan kepalanya.
Tak berapa lama, suara bayi terdengar dari dalam ruang bersalin. Meri tak sabar ingin melihat bayi itu, tapi pintu ruangan itu belum juga terbuka. Mereka juga harus menunggu maria di pindahkan ke ruang nifas.
Semangat yang di tunjukkan meri karena saat junior lahir, dia tidak bisa menjadi orang pertama yang memeluk anaknya. Dia bahkan baru bisa menggendong junior di usia junior yang sudah tiga bulan. Karena itu dia merasa sangat exciting mendengar suara bayi maria.
"sabarlah, kau pasti bisa menggendongnya nanti" ujar andre yang berada di seberang mereka.
Sejak meri keluar dari ruang bersalin, andre merasa di abaikan dan seperti sebatang pohon tak bernyawa di tempat itu. Ilham bahkan tidak malu membahas malam pertama di hadapannya. Mau tidak mau, andre kembali mengenang malam pertamanya bersama meri yang sangat luar biasa.
Awalnya andre ingin menahan untuk tak melakukan itu, tapi kecantikan dan keindahan tubuh meri seakan membiusnya, membuatnya hilang kendali dan melakukan apapun dengan perintah nafsu yang memuncak.
Setelah berada di ruang nifas, meri menggendong bayi maria dengan perasaan haru hingga air matanya menetes. Ilham yang sudah meletakkan junior di sofa dekat ranjang maria memegang bahu meri untuk memberikan kekuatan pada istrinya.
Dia tahu meri pasti menyesali bagaimana dia kehilangan moment indah bersama junior saat ia baru lahir. Maria juga terharu melihat meri begitu bahagia menatap putri kecilnya.
"dia sangat cantik sepertiku" ujar meri di tengah keharuannya.
"Mmm, dia putrimu juga" maria sangat bijaksana menghadapi gelombang keharuan di wajah saudarinya itu.
Mendengar hal itu membuat meri semakin menangis tersedu-sedu. Ilham mengambil putri maria dan menyerahkannya kepada maria kemudian berbalik memeluk meri.
"kita juga akan memiliki putri nantinya dan kau bisa memandang dan menggendongnya siang malam" ilham memukul lembut punggung meri yang masih menangis dalam pelukannya. "matamu akan bengkak jika menangis terus" goda ilham sambil berbisik di telinga meri.
Tangis di dadanya kini berubah menjadi tawa tertahan mendengar godaan ilham. Andre yang duduk di sofa menjaga agar junior tidak terjatuh hanya bisa berlapang dada.
Meri sudah mengatakan dia akan bahagia bersama suaminya maka andrepun akan mencari kebahagiaannya yang lain.