WebNovelJANJI51.81%

Tidur di Lantai

Udara dingin menyelimuti perjalanan meri, ilham dan junior menuju ke bandara. Setelah menjenguk maria dan membiarkan junior menikmati wajah cantik mungil dari malaikat kecil maria mereka memutuskan untuk tetap melakukan sesuai rencana. Kesehatan junior sangatlah penting dan nyawa bukanlah suatu hal yang bisa di tunda-tunda.

Mereka bertiga berada di pesawat di kelas ekonomi. Ilham awalnya memesan tiket kelas bisnis tapi meri memprotes dan ingin agar ia di pindahkan ke kelas ekonomi.

Tahu dengan sikap keras kepala istrinya, ilham tentu saja mengalah dan mengikuti keinginan meri. Mereka duduk di kelas yang sama dan sheet yang berdampingan dengan junior berada di tengah. Meri kembali harus berpisah dari keluarga besarnya.

Rafa awalnya berencana untuk ikut, tetapi karena maria melahirkan ia menundanya hingga maria bisa pulang ke bali. Rasyel juga sudah lama ingin berkunjung ke Bali yang terkenal dengan kebudayaannya. Begitupula dengan andre, dia memilih tetap tinggal sebagai sahabat boy dan maria.

Meri menginjakkan kaki di bandara paris pada pukul empat dini hari waktu setempat. Cuaca dingin seakan menusuk tulang dengan suasana yang masih gelap gulita. Ia merasa kedatangannya kali ini adalah yang terburuk karena suasana dingin di tambah junior yang sedang flu karena kelelahan.

Ilham melepaskan long jaketnya dan menyelimuti meri dan junior. Kedua tubuh itu hampir tenggelam dalam balutan jaket besar berwarna army itu. Setelah mengambil semua koper, ilham menuntun istri barunya itu berjalan keluar bandara. Perasaan yang berbeda menerpanya mengingat status mereka yang kini sudah menjadi suami istri.

Di luar masih gelap, mereka masuk ke sebuah mobil SUV tipe RX 350 terbaru berwarna perak. Mobil itu di desain dengan interior yang begitu nyaman dan begitu luas hingga siapapun yang berada di dalam dapat bersantai dengan kaki tak terlipat. Pilihan mobil keluarga yang terkesan mewah itu sengaja di pesan ilham untuk menyambut kedatangan istri dan anaknya.

Mobil yang di miliki ilham rata-rata merupakan tipe mobil sport dengan dua penumpang membuat mobil tersebut hanya akan menjadi pajangan setelah mereka menjadi keluarga dengan tiga anggota. Kota paris semakin bersinar di malam hari dengan lampu kota dan hiasan serta layar raksasa yang silih berganti memamerkan beberapa iklan produk maupun aktor dan aktris ternama.

Kota yang sangat mewah dengan kerlap kerlip lampu warna warni yang mengelilingi batang pohon berjajar di sepanjang jalan. Kota romantis dan kota industri itu tetap terkesan ramah lingkungan menyebarkan kesejukan di wajah meri.

Tiba di rumah, mereka di sambut dengan puluhan pria bertubuh kekar dan puluhan wanita muda dan paruh baya yang berpakaian hitam putih serta jajaran pria dan wanita berbusana serba putih dengan topi putih tinggi di atas kepala mereka.

Masing-masing dari mereka memegang sebuah kotak dengan warna warni dan motif berbeda-beda. Sambutan itu terlalu berlebihan bagi meri yang sudah sering menginjakkan kaki di rumah itu. Dia bukanlah pendatang baru yang harus di sambut dengan meriah.

"Tuan, Nyonya. Selamat atas pernikahan kalian" bibi grace yang pertama kali mengucapkan selamat dan memberi hadiah di ikuti oleh yang lainnya.

Ilham sudah akan meminta pengawalnya untuk menerima kado dari bibi grace tapi meri dengan cepat mencegahnya. Dia merasa tindakan itu tidak sopan dan terlalu merendahkan bibi grace. Wanita paruh baya itu sudah seperti ibu bagi meri jadi ia tidak akan membiarkan penghinaan dalam bentuk apapun.

Setelah menyerahkan junior kepada ilham, meri menerima hadiah itu dengan tersenyum ramah kepada semuanya.

"terimakasih atas sambutan kalian. Bibi grace aku merasa bersyukur dengan kehadiranmu di sini" meri kemudian meminta yang lain membawa hadiah mereka langsung ke kamar meri.

"makanan sudah di siapkan jika nyonya dan tuan ingin makan" lanjut bibi grace.

"kami akan turun setelah membersihkan diri terlebih dahulu. Kalian boleh beristirahat. Ini masih terlalu pagi, biar aku yang menyiapkan makanan untuk ilham" ujar meri.

Kerumunan itu kemudian bubar membawa hadiah mereka ke kamar meri dengan teratur. Ilham membawa junior yang tertidur di pelukannya ke kamarnya. Membaringkannya dengan sangat hati-hati.

"aku akan mandi dulu" meri melangkah menuju kamar mandi di ikuti tatapan tajam dari ilham.

Mereka kemudian bergantian masuk ke kamar mandi. Meri menggunakan piyama berbentuk mini dress batas paha dengan lengan terbuka. Ilham mengganti pakaiannya dengan t-shirt polos berwarna putih dan celana santai selutut.

Meri dan ilham turun ke lantai satu untuk mengisi perut. Itu masih terlalu pagi buta untuk di katakan sarapan tapi juga terlambat untuk sebuah makan malam. Mereka hanya merasa perlu mengisi perut.

"bibi grace membuatkan foie grass, ini pasti enak dilihat dari tampilannya" meri mulai menata makanan di meja.

"itu makanan kesukaanmu. Aku yang meminta bibi grace menyiapkannya"

"aku tahu" jawab meri tersenyum.

Mereka menikmati makanan mereka dengan membicarakan pengobatan junior. Ilham menentukan lusa sebagai hari pertama perawatan karena mereka perlu melakukan pendekatan kepada junior untuk memberitahu perihal pengobatannya. Selain itu tubuh junior masih kelelahan sehabis perjalanan jauh.

"ujian masukmu minggu depan. Belajarlah yang giat dan jangan terlalu memikirkan junior. Aku yang akan menanganinya, kau hanya perlu fokus belajar selama seminggu ini. Aku juga sudah memanggil guru privat bahasa prancis untukmu agar tidak kesulitan saat dosenmu menggunakan bahasa prancis"

"Mmm, terimakasih" meri menerima semua perhatian yang di curahkan suaminya itu dengan senang hati.

Begitulah sikap ilham sejak dulu. Selalu memperhatikan hal terkecil hingga terbesar yang berhubungan dengan meri. Suaminya itu sangat mengenalnya.

"tidurlah, kau pasti kelelahan" ilham menyelimuti meri yang sudah terbaring di sisi junior.

"kau juga"

Kecupan ringan untuk pertama kalinya setelah statusnya sebagai istri mendarat di bibir dan dahi meri. Wajahnya merona karena malu dan bahagia. Ia merasa dirinya seperti gadis remaja yang masih merasa asing dengan ciuman itu.

Ilham sendiri tak ingin terlalu terburu-buru untuk berbuat lebih kepada meri. Dia harus memastikan meri fokus pada belajar dan ilham akan fokus pada pengobatan junior.

Hal pertama yang bisa ia lakukan sebagai suami ternyata menjadi dokter pribadi untuk anaknya.

Hari itu, mereka menghabiskan waktu dengan beristirahat di rumah. Hanya junior yang tampak bersemangat bermain bersama para penjaga dan pengasuhnya yang sengaja di sewa oleh ilham agar meri tidak kerepotan. Ilham menyandarkan tubuhnya di sofa dengan meri yang berada dalam rangkulannya. Menatap layar televisi dan sesekali memperhatikan junior.

"ilham" panggil meri dengan suara lembut.

"Mmm"

"mengenai malam... Ehem itu, bisakah kita menundanya?" meri merasa malu mengungkapkan keinginannya.

Ilham masih bersikap tenang karena ia pun sudah berencana menundanya hingga junior sembuh dan meri berhasil menyelesaikan ujian masuknya.

"kenapa? Apa kau malu?" goda ilham, menatap ke arah meri yang tak ingin memandangnya.

"sepertinya aku merasa panik sekarang" meri tak ingin berbohong di hadapan ilham. Dia ingin mengutarakan kebenaran agar ilham dapat memahaminya.

"tidak masalah. Kita bisa melakukannya nanti saat mentalmu siap" ilham tersenyum. "aku masih bisa bersabar" bisik ilham sambil membelai pinggul meri yang sejak tadi di rangkulnya.

"terimakasih"

"mengapa aku merasa akhir-akhir ini kau sering mengucapkan terima kasih. Dulu kata itu sangat langka di telingaku" sindir ilham.

"kau akan lebih sering mendengarnya mulai hari ini"

"lakukan hal yang lain untuk mengutarakan rasa terimakasihmu. Aku tidak terlalu senang mendengarnya dari istriku" pinta ilham.

Kata 'istriku' membuat jantung meri seakan berhenti berdetak, otaknya seakan meleleh mendengar kata itu dari bibir ilham. Pria gunung es itu sejak dulu selalu mengatakan 'wanitaku' sebagai bentuk monopoli atas dirinya. Dan sekarang semuanya berubah.

Meri mendaratkan kecupan di pipi ilham. Pria itu merasa luluh lantah dengan hanya sebuah kecupan singkat yang meninggalkan efek basah di pipinya dan hangat di hatinya.

"apa kau tahu, sejak masih pacaran. Aku ingin sekali bisa menciummu lebih dalam, tapi tertahan dengan otakku yang masih waras. Hari ini setelah sebuah kecupan. Otakku menjadi gila" senyum nakal tersungging di bibir ilham. Meningkatkan kewaspadaan meri dengan apa yang akan dilakukan oleh ilham kemudian.

Ilham menarik pinggang meri mendekat dan meletakkan tangannya di bagian belakang kepala meri dan menarik wajah cantik itu mendekat. Saat ciuman itu hampir mendarat, suara junior melengking mengejutkan ilham yang langsung berpura-pura memperhatikan telinga meri dan mengusap kepalanya.

"dadi. Bisakah aku belajar berenang?" junior meminta izin karena para penjaga tidak berani mengajarinya tanpa sepengetahuan ilham.

"kemari sebentar, biar ku periksa apa suhu tubuhmu dan flu mu sudah membaik" junior mendekat dan ilham mendekatkan tangannya ke dahi, leher dan ujung hidung junior untuk merasakan kehangatan nafasnya.

"boleh. Tapi minta ibumu yang mengajarimu" ujar ilham tersenyum jahil.

Cubitan ringan mendarat dengan mulus di perut ilham. Menimbulkan suara erangan bercampur tawa. Ilham tentu tahu meri tidak bisa berenang. Istrinya itu hanya menyukai laut tapi tidak menyukai airnya. Dia sama sekali tidak bisa berenang selain gaya batu.

"aww aww.. Sakit" ilham meringis.

"ibu, ayo ajari aku" junior menarik tangan meri, tatapan tajam langsung tertuju ke arah ilham yang berhasil menyudutkannya.

"hahaha.." tawa ilham lepas melihat tatapan tajam tak berdaya di wajah meri. "junior, ibumu juga tidak bisa berenang. Biar dadi mengajarimu tapi minta ibumu untuk ikut belajar juga"

Meri terkejut mendengar ucapan ilham. Suaminya itu tidak berhenti mengerjainya. Meri mendekatkan wajahnya ke telinga ilham dan berbisik "apa kau ingin tidur di lantai malam ini?" ancam meri.

"bagaimana dengan tidur di atasmu" balas ilham dengan berbisik.

"ilham, ke laut saja kau" meri meneriaki ilham sambil memeluk junior agar anaknya itu tidak terkejut. "junior, ibu akan menemani tapi biar uncle yang lain mengajarimu karena ibu tidak bisa" meri berdiri meninggalkan ilham yang masih senyum-senyum mendengar meri menyumpahinya untuk pertama kalinya.