Aku menghela nafas ketika melihat pakaian yang kupakai. Rok lipit selutut hitam, kaus ungu gelap, jaket hitam, dan sepatu bot seatas mata kaki hitam.
Aku berada di kamarku. Ruangan kecil yang penuh sesak di lantai 2.
"Grace!" Lengkingan ibu menggema di seluruh rumah.
Aku memutar bola mata, "Ya?!"
"Suruh si tua bangka itu mengirimkan darah naga dan segera kerja part time!" seru ibu.
"Ya, Bu!" Aku memakai jubah hitam bertudung yang selalu kupakai ketika berpergian.
Aku tidak peduli sedang memakai jaket atau apapun. Aku akan selalu memakai jubah ini.
Aku menggerutu dan berjalan menuruni tebing curam itu, melompat ke pasir dan bergegas ke pasar.
Pasar gelap...
Berada di sebuah gang kecil di pasar. Tempat ini tertutup dengan jeruji besi, aku memanjatnya dan melompat dari puncaknya.
Bunyi langkahku menggema di dinding bata kusam.
Aku melihat sebuah toko kecil berwarna hitam dengan kaca bedebu. Aku masuk.
Sepi... tidak ada orang...
"Hallo?!" seruku tidak sabar. "Eustaford! Kate! Aku ingin memesan!"
Suaraku menggema di ruangan kecil penuh barang-barang mencurigakan itu.
Sebuah peti mati hitam bergoyang terbuka. Seorang gadis berumur 6-7 tahun berambut pirang kotor bergelombang sebahu muncul, memakai pakaian lusuh yang berdebu.
"Hi, Kate!" sapaku. "Dimana lelaki menyebalkan itu?"
"Eustaford sedang tidur," gumam Kate kesal. "Lelaki sialan itu!"
Kate menjejakkan kakinya kuat-kuat ke lantai, membuat debu berterbangan.
Ia berjalan ke sebuah peti mati yang berbaring di lantai, menendangnya dengan kuat-kuat. Ia menginjak peti itu dengan kakinya yang ditutupi bot hitam compang-camping.
"BANGUN LELAKI SIAL!!!" jeritnya kesal.
Peti itu terbuka cepat dan seorang lelaki berambut pirang kotor yang agak panjang tampak merengut dan memasang poker face ketika melihatku.
"Ada apa?" gumamnya, Eustaford.
"Ibu memesan darah naga," ucapku datar. "Antarkan."
Aku berjalan pergi.
Si tukang seni belum bangun jam segini. Aku memutari pasar yang ramai itu.
Berhenti di dekat puing besar, mengambil poster kotor bertulis "PEMERINTAH TOLOL!!! JANGAN TERTIPU OLEH PENIPU!!!"
Aku mendengus mengejek dan menginjak poster itu.
Aku menendang pintu jeruji yang menuju tempat geng paling brutal. Membuat orang-orang memandangku khawatir.
Beberapa orang berpakaian serba merah, membawa pentungan besar keluar.
"Heh, Bocah tengik!" seru seseorang paling tinggi, Jay.
"Berani sekali dia..." ucap seseorang berwajah mirip anjing, Lok.
"Cari mati, rupanya..." kekeh seseorang berwajah tua, Jin.
"Apa?!" Aku memandang mereka.
Mereka tampak marah dan mengayunkan senjatanya bersamaan.
"Dewa, Dewi, kekuatan, melindungi, Olympus, buatlah perisai."
Serangan mereka berhenti di udara.
Aku terbahak.
"Kenapa? Kok, enggak jadi nyerang?" ejekku.
"SIALAN!!!" raung mereka.
"Menjauh, Angin, Pijakan, biarkan aku menjejak."
Aku menjejak ke tong-tong bir, menendang mereka.
"K-kau..." Jay menunjukku. "Anak... Krul Crowley itu?"
Aku berjalan pergi, "Membosankan."
Aku menuju rumah tukang seni. Berpapasan dengan gadis berambut biru safir bergelombang sedada.
"Hi, Grace," sapanya, Eve. "Rambut ungu gelap dengan beberapa helai yang hitammu itu tampak fantastik."
"Oh, ya?" Aku menyeringai.
"Ya, kalau mau mengganti gaya segera bilang kepadaku!" Eve berjalan pergi.
Aku berkelit ketika seseorang nyaris menabrakku. Lelaki berambut pirang platinum acak-acakan.
"Justin!" seruku kesal.
"Oh..." Justin memutar bola mata. "Ada hewan mengejarku!"
Aku memutar bola mata ketika ia berlari pergi.
Aku masuk dan melihat si tukang seni, gadis berambut hitam lurus sedang termenung.
Ok. Ini akan menjadi hari yang membosankan.
Di rumah...
Aroma nasi kare membangkitkan nafsu makanku ini. Aku berjalan ke dapur dan melihat ibu melambaikan sepucuk surat kepadaku.
"Surat kerajaan, Sayang," ucap Ibu.
Fix. Ini kabar buruk...