Hunting Books (3)

Sebenarnya Randy bersungguh-sungguh dengan apa yang dia katakan pada Ditya. Dia benar-benar berpikir ingin melamarnya setelah Ditya lulus nanti. Tapi dia takut kalau Ditya akan menjauhinya. Dengan demikian dia memilih untuk menutupi perasaannya sampai waktunya tiba.

Randy memilih buku-buku yang akan dia beli, kemudian dia langsung menuju kasir. Setelah itu, dia menyusul Ditya dan teman-temannya yang sudah menunggu di depan toko buku.

"Tuh, Kak Randy." kata Yuni.

"Hai, maaf ya kalian jadi menunggu lama." kata Randy, "Setelah ini kalian mau kemana lagi?"

"Kita mau makan, Kak. Kakak udah makan belum? Kita makan bareng, yuk!" ajak Ditya.

"Belum, sih. Tapi aku makan sendiri aja, takutnya nanti kalian merasa terganggu atau canggung dengan kehadiran aku." jawab Randy.

"Nggak kok, Kak. Kakak ikut aja. Biar seru." ajak Anisa.

"Beneran nih, nggak kenapa-kenapa?" tanya Randy.

"Udah ayo, ikut aja." kata Ditya sambil mengalungkan tangannya ke tangan Randy agar Randy ikut.

"Kita mau makan apa nih?" tanya Triana.

"Di food court aja biar banyak pilihannya." usul Niar.

Sesampainya di food court, mereka berpencar untuk memesan makanan yang mereka suka. Kali ini Ditya menemani Randy memilih makanan, karena dia merasa bertanggungjawab sudah mengajaknya makan siang bersama.

Disana Randy dan Ditya memilih makanan khas Korea. Mereka memesan *Haemul Pajeon, **Doenjang Jjgae lengkap dengan nasi serta lemon tea dan orange float.

Setelah itu mereka berenam memilih meja kosong dan duduk disana.

"Kakak udah dapet buku yang kakak cari?" tanya Ditya.

"Cuma dapat 1. Jadi aku harus cari lagi di tempat lain." kata Randy. "Oh ya, bagaimana kuliah kalian?"

"Lancar, Kak." jawab Yuni. "Pusing tapi karena banyak tugas."

"Namanya juga kuliah. By the way kalian ada rencana mau ikut BEM nggak?" tanya Randy lagi.

Semuanya serempak menjawab "Nggak."

"Wow, kalian benar-benar kompak ya." kata Randy kaget. "Kamu juga nggak mau gabung BEM, Dit?"

Ditya menggelengkan kepala, "Aku mah cuma mau kuliah aja yang bener. Ikut ekskul juga terpaksa sebenernya." Ditya tertawa.

"Dasar kamu, tuh!" Randy mengacak-acak kepala Ditya.

Yuni dan yang lainnya tersenyum dan cemburu melihat perlakuan Randy kepada Ditya. "Kak Randy so sweet banget sih sama Ditya." kata Triana.

"Iya bikin kita iri." kata Niar.

"Yang ada juga aku yang iri sama kalian berempat yang udah pada punya pacar." kata Ditya datar.

"Loh, kamu kan udah punya kak Randy." kata Yuni.

"Kak Randy?" Ditya tertawa lagi. "Seumur hidup dia hanya akan melihat aku sebagai adik kecilnya."

"Apa benar begitu, Kak Randy?" tanya Anisa penasaran.

Randy jadi kikuk karena diberi pertanyaan seperti itu. Dia nggak mungkin jujur di hadapan mereka semua. Tiba-tiba makanan mereka diantar satu per satu. "Tuh makanannya datang." kata Randy mengalihkan pembicaraan.

"Ah, Kak Randy nggak seru." keluh Triana.

"Kak, Ditya waktu kecil seperti apa, sih?" tanya Yuni sambil menyantap makanannya.

"Aaahh . . . Tidak!!!! Awas ya kak, jangan membeberkan aib aku!" kata Ditya sambil bercanda.

Randy tertawa melihat reaksi Ditya.

"Kalian percaya nggak kalau Ditya kecil itu anaknya pendiam dan nggak banyak omong?"

"Masa sih, Kak?" tanya Niar tidak percaya.

"Beneran. Waktu pertama kali aku kenal dia, dia itu pendiam. Ngomong seperlunya cuma kalau ditanya aja baru dia jawab. Sering ngumpet di balik kaki orangtuanya." jelas Randy sambil tertawa.

"Terus gimana lagi, Kak?" tanya Anisa.

"Sampai akhirnya kami berdua mulai dekat karena beberapa kali main bersama. Baru deh dia menunjukkan dirinya yang sebenarnya."

"Selain itu Ditya juga sangat disiplin kalau di sekolah. Dia paling nggak suka dihukum hanya karena melanggar aturan sekolah. Dan dia selalu menjadi andalan guru-guru di sekolahnya."

"Pantesan aja dia kalau kuliah nyubuh terus." ejek Yuni.

"Iya lah. Aku kan mahasiswa teladan." kata Ditya narsis.

"Tapi, Dit. Kamu ini kan, pintar ya. Kenapa kamu memilih kuliah jurusan pendidikan? Kenapa nggak pilih kedokteran atau yang lainnya?" tanya Yuni.

"Sebetulnya almarhum ayah ku ingin aku menjadi dokter. Tapi aku memiliki phobia terhadap darah. Kan nggak lucu kalau ada yang kecelakaan sampai berdarah-darah, aku malah pingsan karena melihat darah." jelas Ditya. Semuanya menertawakan alasan bodoh Ditya.

Sementara itu, tidak jauh dari tempat mereka berada terdapat dua orang laki-laki yang sedang berjalan ke arah mereka.

"Eh, bukankah itu Randy?" tanya seseorang yang sedang berjalan ke arah mereka.

"Iya bener. Kita sapa dia yuk." ajak temannya.

Mereka pun pergi menghampiri Randy yang sedang asik makan dan mengobrol.

"Hai, Ran! Kebeneran banget kita ketemu di sini ya." kata pria berambut cepak yang bernama Satria.

"Hei, Sat. Kalian lagi main disini juga?"

"Iya. Soalnya kita bosen di kosan. Tumben kamu jalan keluar. Biasanya kalau nggak sibuk di BEM, kamu selalu ada di rumah dan paling susah diajak main." kata Fajar.

"Tergantung yang ngajak juga mungkin, Jay." sindir Satria, "Sarah kemana? Kok nggak kelihatan?"

"Aku kesini nggak bareng Sarah." kata Randy datar.

"Jadi kamu kesini bareng siapa? Pacar kamu?" tanya Fajar penasaran.

"Serius? Yang mana pacar Randy? Jangan-jangan kamu ya?" kata Satria sambil menunjuk ke arah Ditya yang kebetulan juga sedang memandang ke arahnya sambil meminum orange floatnya.

"Uhuk . . . uhuk . . . uhuk. . ." Tiba-tiba Ditya tersedak karena kaget.

"Dit, kamu nggak kenapa-kenapa?" tanya Randy sambil menepuk-nepuk punggungnya dengan pelan.

Ditya memberi kode kalau dia baik-baik saja, namun dia masih terbatuk-batuk.

"Duh, sorry ya. Kayaknya omongan kita bikin kamu kaget sampai tersedak seperti ini." kata Fajar merasa tidak bersalah.

"Kami pikir kamu itu jalan sama Sarah, Ran. Pantes aja kamu selalu mengelak kalau teman-teman menggoda kamu dan Sarah. Ternyata kamu memang udah punya pacar. Selamat ya, semoga langgeng." ucap Satria.

"Kalau begitu kita pamit ya, Ran. Bye." kata Fajar. Mereka meninggalkan Randy yang jadi merasa canggung akibat kejadian ini. Yuni dan yang lainpun jadi saling tatap dan terdiam.

"Dit, . . ." kata Randy mencoba memulai pembicaraan.

Sebelum Randy bisa meneruskan perkataannya, Ditya langsung berkata, "Duh, Kak! Bagaimana ini? Gara-gara aku ngajak kak Randy makan bareng sekarang mereka jadi berpikiran kalau kita berpacaran. Maaf ya, Kak?"

"Maaf?" Randy jadi merasa bingung.

"Iya. Kalau begini caranya bagaimana kakak bisa punya pacar. Bagaimana kalau mereka menyebarkan gosip ini ke teman-teman kakak yang lain?" tanya Ditya panik tanpa jeda titik dan koma.

"Biar aja mereka mau ngomong apa. Udah kamu habiskan makanannya." kata Randy.