Ditya mengikuti Randy ke sesi buku-buku Ekonomi. Dia sesekali melihat-lihat isi buku-buku itu dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Randy diam-diam memperhatikannya dan tertawa kecil melihat tingkah laku Ditya sambil membuka-buka buku yang dia pegang.
Ditya menoleh ke arah Randy dan dia menangkap ada sesuatu yang aneh. "Kak, apa kakak nggak salah?"
"Apanya yang salah?" tanya Randy dengan gelagat kaget plus bingung. Dia pikir Ditya mendapati dirinya yang sedang memperhatikan Ditya.
"Memangnya kakak bisa membaca dengan posisi seperti itu?" tanya Ditya.
"Apa yang salah dengan posisinya? Oh, maksud kamu, aku harus membaca buku ini sambil duduk ya? Wah adik kesayangan ku ini perhatian sekali." ujarnya merasa senang, "Kamu tenang aja, kaki kakak masih kuat, kok."
Ditya menepuk wajahnya, bergumam dalam hati kenapa kakaknya yang memiliki IPK 3,85 bisa bertingkah sebodoh ini. "Maksud aku bukan posisi kakak. Tapi buku yang kakak pegang." kata Ditya sambil memberi kode kepada Randy dengan menunjuk-nunjuk bukunya.
Randy dengan spontan melihat ke arah bukunya dan pada akhirnya menyadari bahwa posisi buku yang dia pegang terbalik. Randy menjadi salah tingkah dibuatnya.
Ditya menutup mulutnya sambil menertawakan Randy.
"Ehem . . . Aku sebenarnya sengaja membalik buku ini, karena aku sedang mencari catatan-catatan rahasia yang mungkin tersembunyi di bagian bawah halaman dengan posisi terbalik. Aku dengar dari teman-teman ku memang ada yang seperti itu."
Alasan Randy terdengar makin tidak masuk akal bagi Ditya. "Baiklah . . . baiklah . . . Aku nggak akan menertawakan kakak lagi." Kata Ditya sambil berjalan ke arah Randy.
"Kakak mungkin terlalu lelah atau stress karena proposal penelitian kakak. Makanya kakak jadi kurang fokus. Ayo kita baca bukunya sambil duduk disana." Ditya menunjuk ke arah bangku yang ada di dekat mereka dan menarik tangan Randy agar dia mengikutinya.
Ditya dan Randy duduk di bangku yang memang dibuat untuk dua orang saja. Jadi tidak mungkin ada orang lain yang duduk disana selain mereka. Randy jadi merasa gugup karena duduk sedekat ini dengan Ditya. Jantungnya berdetak dengan cepat seolah-olah dia sedang berada di sebuah wahana roller coaster yang siap meluncur dengan kecepatan tinggi. Untuk mengatasi kegugupannya, Randy membuka-buka lagi buku yang dia bawa tadi. Kali ini dia memastikan dengan benar bahwa bukunya tidak terbalik lagi.
Ditya bergeser mendekati Randy karena dia penasaran apa isi buku yang sedang dibaca Randy. Wajah Randy mulai memerah. Dia berharap Ditya tidak menyadari hal ini.
"Kak . . ." panggil Ditya sambil membaca buku yang dipegang Randy.
"Hmm . . ."
"Apa semua buku kuliah kakak setebal ini dan tingkat kesulitan bahasanya setinggi ini?" tanya Ditya.
"Maksudnya?"
"Aku bahkan sulit memahami isi buku ini. Terlalu banyak kosakata asing yang tidak aku mengerti." kata Ditya.
"Itu kan, karena kamu asing dengan istilah-istilah Ekonomi. Kamu hanya belajar Ekonomi ketika SMP dan kelas 1 SMA. Itupun bahasanya ringan, mudah dipahami. Dan setelah itu kamu dapat kelas IPA yang tidak pernah menyinggung masalah ekonomi sedikitpun. Bahkan sekarang kamu ikut kelas bahasa. Jadi wajar kalau kamu nggak paham isi buku ini." kata Randy sambil tersenyum.
"Maka dari itu aku salut sama kakak yang punya kecerdasan luar biasa. Dulu juga kakak dapat kelas IPA saat SMA, tapi kakak bisa melahap hampir semua mata kuliah Ekonomi dengan nilai yang sempurna. I'm so proud of you!" kata Ditya sambil memberikan dua jempolnya kepada Randy.
Randy tersenyum, "Aku jauh lebih bangga lagi sama kamu. Coba lihat buku yang kamu pegang itu. Dasar-Dasar Bahasa Korea." Kata Randy sambil membaca judul buku yang dipegang Ditya. "Kamu bukan hanya belajar bahasa Inggris, tapi juga tertarik untuk mempelajari bahasa asing lainnya. Mempelajari bahasa asing itu jauh lebih sulit. Jadi kamu lebih hebat daripada aku."
"Sebetulnya mempelajari sebuah bahasa itu mudah. Karena pada hakikatnya sama seperti kita mempelajari bahasa kita dari bayi, disaat kita belum bisa berbicara, kita mencoba mengenal nama-nama di sekeliling kita, mengenal huruf, sampai pada akhirnya kita bisa berbicara dengan begitu cepat. Masalahnya aku mengambil jurusan pendidikan bahasa, dimana mata kuliah yang aku pelajari bukan hanya mengenai bahasanya, tapi juga bagaimana menjadi seorang pendidik. Aku belum tentu bisa seperti kakak, lulus dengan predikat cumlaude."
"Bagaimana kalau kita bertaruh?" tanya Randy.
"Taruhan apa?"
"Kalau kamu bisa mendapatkan gelar cumlaude saat lulus nanti, maka aku akan melamar kamu jadi istri aku. Coba kamu bayangkan ketika kedua otak jenius kita bersatu. Aku rasa itu adalah hal yang luar biasa." kata Randy sambil bercanda.
Ditya tertawa mendengar jenis taruhan yang diungkapkan oleh Randy. "Taruhan macam apa itu. Kakak sepertinya benar-benar koslet akibat beban proposal dan skripsi. Aku ke kasir dulu ya, Kak. Mau bayar buku ini."
"Ok. Kamu tunggu aku di pintu keluar aja. Aku mau mengambil beberapa buku lagi."
"Ok." Ditya setuju.