-- Kontrakan Ditya --
Malam hari, Ditya sibuk mengerjakan tugas kuliah di kamarnya sambil mendengarkan musik. Tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi WhatsApp dari ponselnya. Ditya meraih handphonenya dan membuka pesan tersebut.
✉️ Des, jangan besok jadi ngerjain tugas Pak Rahman?
Ditya mendengus, "Yakin cuma salah kirim? Bukan sengaja salah kirim?"
Ditya meletakkan kembali ponselnya. Sementara di tempat lain, Putra merasa kesal karena Ditya tidak kunjung membalas pesannya.
"Kenapa dia nggak balas ya? Masa aku harus chat lagi supaya dia balas?"
Selang 10 menit kemudian, Ditya mendapatkan sebuah pesan WhatsApp lagi.
✉️ Desta! Kamu tidur ya?? Bagaimana ini nasib tugas kita??
Lagi-lagi pesan dari Putra. Ditya bisa langsung membaca bahwa ini hanya siasat Putra aja untuk memulai percakapan. Pasti dia terlalu naif untuk benar-benar membuka sebuah obrolan dengannya, pikir Ditya. Apalagi selama ini yang bisa dia lakukan hanyalah mencari gara-gara dengan Ditya.
Akhirnya, Ditya membalas pesan itu dengan kata-kata yang singkat.
📤 Maaf, salah orang.
Putra sedang memainkan ponsel dengan tangannya sambil menunggu balasan dari Ditya. Begitu notifikasi berbunyi dari ponselnya, dia bergegas membuka pesan tersebut dengan semangat. Namun wajahnya berubah seketika saat dia membaca balasan Ditya yang terdiri dari 3 kata. Singkat, padat dan jelas.
"Beneran ya, perempuan satu ini. Nggak ada peka-pekanya sama orang. Aku bahkan udah ngalah WhatsApp dia duluan. Seumur-umur mana pernah aku mulai percakapan duluan sama perempuan? Yang ada mereka yang usaha sendiri nyari nomor aku, terus tiba-tiba nanya kabar, nanyain hal-hal yang sebenernya nggak penting. Aargggh . . . dia nyebelin banget sih!! Apa jangan-jangan dia nggak save nomor aku ya?" omel Putra. "Coba aku chat dia lagi!"
✉️ Oh, sorry, Dit. Aku nggak ngeh salah kirim pesan. Soalnya nama kamu dan Desta berdekatan di kontak WhatsApp, jadinya aku salah pencet tadi.
Lalu Putra menekan tombol send. Beberapa detik kemudian dia mendapatkan balasan dari Ditya.
📤 👍
"Oh my God.. Aku ngetik capek-capek cuma dikasih jempol sama dia?? Ditya keterlaluan! Tadi pas di kampus, dia ngomong panjang lebar sampai bawa-bawa pengadilan giliran di WhatsApp cuma begini aja!"
✉️ Kamu lagi sibuk pacaran ya, balesnya singkat-singkat banget. Kaya takut ke gap sama pacarnya lagi WA sama laki-laki. 😄
Ditya menatap layar ponselnya lagi dengan setengah putus asa karena selalu nama Putra yang muncul dalam notifikasinya.
"Ish . . . Apa dia nggak ada kerjaan lain selain mengganggu orang dengan hal-hal yang nggak jelas seperti ini?" kata Ditya. Kemudian dia mengetik beberapa kata lagi dan mengirimnya ke Putra.
📤 I'm studying right now. Don't u have something to do there?
Putra membaca balasan Ditya sambil mengangguk-angguk. "Oh, jadi dia lagi belajar. Pantesan balesnya singkat-singkat."
✉️ Maaf ya, Dit, aku nggak tahu kalau kamu lagi belajar. By the way sorry ya, kalau tadi aku udah buat kamu kesal.
Ponsel Ditya berbunyi lagi. Dia membuka pesan itu lagi dan tertawa karenanya. Lalu dia membalas pesan Putra.
📤 Oh, jadi intinya kakak ingin minta maaf atas kejadian tadi? Jadi tadi cuma pura-pura salah kirim aja kan, kak?? Minta maaf aja kok, gengsi.. 🤣🤣🤣
Putra langsung mengambil ponselnya begitu terdengar notifikasi pesan masuk. Dia membaca kalimat itu dengan seksama. Namun semakin dibaca, hal itu hanya membuatnya merasa tambah jengkel terhadap sikap Ditya yang baginya di atas kata normal.
"Anak itu berani menertawakan aku?? Awas aja kamu nanti kalau ketemu di kampus."
Putra langsung melempar ponselnya ke atas kasur dan pergi mandi. Sementara itu, Ditya melanjutkan tugasnya sambil tertawa-tawa sendiri. Dia membayangkan wajah Putra yang kesal saat membaca pesan terakhirnya tadi.
Tidak lama kemudian dia menerima sebuah panggilan dari Randy.
"Halo, adikku yang cerewet." sapa Randy.
"Halo juga kakakku yang nyebelin." balas Ditya.
"Loh, kok kamu bilang aku nyebelin?"
"Abis, kakak juga bilang aku cerewet." jawab Ditya.
"Itu mah kenyataan, Dit." kata Randy.
"Walaupun aku cerewet, tapi sayang, kan?" goda Ditya.
"Hahaha . . . iya deh. Sayang banget malah." jawab Randy sambil tertawa.
"Nggak usah terpaksa juga kali, Kak, jawabnya." Ditya tertawa kecil.
"By the way, kamu lagi apa, Dit? Aku ganggu, nggak?"
"Nggak kok, aku lagi tidur-tiduran aja." Ditya berbohong. "Kenapa? Kakak kangen ya denger suara aku? Tumben nelpon." tanya Ditya narsis.
"Iya aja deh, biar cepet." ledek Randy. "Aku baru selesai revisi proposal. Besok pagi mau bimbingan lagi. Terus otak rasanya ngebul. Bingung mau ngapain. Terus tiba-tiba kepikiran kamu."
"Ngebulnya udah kaya kompor meleduk belum kak??" tanya Ditya.
"Nih, anak, kalau deket udah aku pites kepalanya." canda Randy.
Ditya tertawa mendengar celotehan Randy.
"Besok kamu kuliah, Dit?"
"Iya, Kak."
"Berapa mata kuliah?"
"Cuma dua aja. Pagi semuanya. Kenapa getoh?" tanya Ditya dengan bahasa alay.
"Besok kita pulang bareng, yuk. Tapi mampir dulu ke rumah nenek. Kamu kan, nggak jadi terus main kesininya. Nenek nanyain terus. Nanti kita beli bahan masakan terus kita masak bareng buat makan siang."
"Yang masak siapa kak??" Ditya mengulang perkataan Randy.
"Kita."
"Ok. Kakak yang masak, aku yang nyobain dan makan. Deal?" ledek Ditya.
"Enak aja nyobain doang. Ada juga kamu yang masak, aku yang nonton kamu masak." protes Randy.
"Kak, kita berdua kan sama-sama tahu kalau masakan kakak lebih enak daripada masakan ku. Jadi aku ngalah sama yang pro." Ditya berdalih.
"Iya deh, apa sih yang nggak buat kamu."
"Ah, kakak bisa aja. Jadi enak, nih." Ditya tertawa dengan nada yang dibuat-buat. Randy pun jadi tertawa geli mendengarnya.
"Kalau deket, pipi kamu udah kakak cubitin sampe biru."
"Sadis banget kak."
"Hahahaha.. Ya udah deh, kamu istirahat sana. Jangan tidur malam-malam. Besok kan, kuliah pagi."
"Ok, bos. Bye."
"Bye."
Randy menutup panggilan teleponnya sambil senyam-senyum sendiri. Baru mendengar suaranya saja sudah bisa membuat mood Randy yang tadinya menurun jadi full sampai ke ubun-ubun. Apalagi setelah Ditya menyetujui untuk pulang bahkan makan bersama di rumah neneknya. Randy jadi merasa tidak sabar menunggu hari esok.
Randy setengah berlari menuruni tangga untuk mencari neneknya.
"Nek . . ." panggil Randy sambil mencari-cari nenek Miarti.
"Ada apa, Ran?" jawab Nenek Miarti.
Randy bergegas menuju sumber suara Nek Miarti yang ternyata sedang duduk di teras luar.
"Nek, besok Ditya mau main kesini."
"Oh, ya?" tanya Nek Miarti dengan gembira.
Randy mengangguk. "Randy kan besok ada bimbingan pagi, dan kebetulan Ditya juga ada kelas pagi aja besok. Jadi pulang kuliah, kami mau mampir dulu ke supermarket beli bahan makanan. Nenek nggak usah masak ya. Biar Randy sama Ditya yang masak untuk kita bertiga." jelas Randy.
"Kamu kelihatannya senang sekali menanti kedatangan Ditya." Nenek Miarti memberikan senyuman penuh arti pada Randy.
"Ah, biasa aja kok, Nek."
"Ditya itu orang yang spesial kan, bagi kamu?"
"Iya. Kan, dia udah seperti adik aku sendiri, Nek." Randy mengelak dari pertanyaan Nek Miarti.
"Yakin hanya sebatas adik?" goda Nenek Miarti.
"Nek, Randy mau lanjutin revisi proposalnya dulu ya. Takut keburu malem. Nenek istirahat, jangan lama-lama duduk di luar, dingin." Randy langsung berlari menghindari pertanyaan lebih lanjut mengenai Ditya.