Waktu berjalan. Entah sudah berapa lama. Aku bisa merasakan jenggotku tumbuh kasar pada permukaan dagu setelah akhirnya tanganku bisa bebas dari ikatan yang dibuat para perawat.
Kamarku cukup damai hari ini. Kakek yang selalu bernyanyi saat dini hari sudah dibawa pulang keluarganya. Sisanya hanya aku, dan beberapa orang yang tak bisa ku ajak berkenalan karena masalah sinkronisasi kewarasan.
Suara derap sepatu mendekati ranjangku. Perawat cantik mengajakku berbicara, dan mengatakan bahwa ibuku datang berkunjung.
"Piye kabarmu, Le?" jawabanku tertahan di hati. Aku sejujurnya ingin mengumpat, dan menghajar wanita tua itu, tapi jika kulakukan sekarang aku tidak akan bisa keluar dari rumah sakit ini, jadi kuputuskan untuk diam saja.
Setelah wanita yang kupanggil ibu itu lelah, ia pamit, dan meninggalkanku yang hanya bisa berdialog dalam diam.
Aku memutar otak. Apa yang salah dengan diriku? Apa yang membuatku dikirim ke tempat terkutuk ini? Aku hanya ingin mencari tahu maksud dari mimpiku, tak lebih. Apa aku mengambil hari yang salah untuk membuat keputusan? Orang tua dahulu berkata, ada hari yang mengharuskan kita untuk tidak keluar rumah, mungkin hari sial itu yang dimaksud.
"Mas Anto..., obatnya diminum, ya!" perawat dengan baju putih yang menyelimutinya memberikanku obat. Obat itu harus diminum, dan aku harus menunjukkan bagian bawah lidah, dan dinding mulutku untuk memastikan bahwa obat itu benar-benar kuminum.
Ingin rasanya perawat itu kuhajar. Bisa-bisanya ia mengontrolku, padahal ia bukan siapa-siapa. Dan sekali lagi aku harus bersabar, aku harus tetap tenang, dan kebebasan akan segera menjemputku. Aku tahu, karena ini bukan kali pertamaku terperangkap di sini.
Aku akan jadi orang paling sabar hingga mereka kagum, dan yakin bahwa aku sama warasnya dengan mereka.