Perasaan Yang Lain

Revan membanting ransel-nya di atas tempat tidur. Entah kenapa dia tidak bisa menahan emosinya ketika mendengar Anna akan pergi dengan laki-laki lain selain dirinya. Terlebih dia mendengar dari orang-orang jika gadis itu sering berbarengan dengan laki-laki murid baru itu.

Anna memang gadis yang terkenal di sekolahnya. Walau di satu sisi ia terlihat mengerikan, tapi terkadang sikapnya yang supel dan periang membuat semua orang ingin dekat dengan gadis itu. Ditambah paras Anna yang sudah cantik sejak lahir, juga membuat banyak laki-laki yang menyukai dirinya. Dan hal itu tentu saja cukup mengusik ketenangan Revan selama ini.

Revan mengacak rambutnya kesal, tak henti-hentinya dia berjalan bulak-balik bagai setrikaan memikirkan itu semua.

Demi Tuhan! dia sangat frustasi. Dia tidak mengerti jalan pikiran gadis itu! Gadis itu sangat menyebalkan, tapi terkadang juga menjadi sangat aarrgh..

Revan meremas rambutnya tak habis pikir.

Padahal hampir setiap hari yang dia lakukan adalah selalu menyakinkan dirinya untuk tidak jauh melangkah, dengan cara tidak melibatkan perasaannya selama menjalin hubungan dengan gadis itu.

Tapi nyatanya, hari ini dia malah menunjukan bukti kekonyolannya. Dengan meninggalkan Anna begitu saja di jalan, karna kesal dengan sikap polos gadis itu.

Jika Anna memang menyukainya, kenapa gadis itu juga dekat dengan laki-laki lain?

Tok Tok Tok

Revan berdecak malas saat mendengar suara ketukan pintu kamarnya. Suasana hatinya benar-benar buruk saat ini.

"How's your day, Van? mom lihat kamu buru-buru masuk kamar tanpa menyalami dulu mommy."

Terlihat Laura -mommy Revan, masuk dengan kerutan di dahinya sesaat laki-laki itu membuka pintu kamarnya.

"I don't know it was good but, end with something annoyed."

Laura menatap putra sulungnya itu intens.

"Wanna share?"

"Not now."

Revan menghela napas lelah, ia lalu mendudukan dirinya di atas kasur. Sementara Laura masih setia memandang laki-laki itu seraya menyilangkan kedua tangannya.

"Oh ya! mommy merindukan Anna, kapan kamu akan membawa dia ke rumah ini lagi?"

Mendengar nama gadis itu disebut-sebut, lantas saja Revan pun mengepalkan tangannya keras.

"Tidak tahu, mom. Mungkin, tidak akan lagi."

Laura kembali mengerutkan dahinya setelah mendengar penuturan Revan. Rasa penasaran menghinggap pada pikiran wanita itu.

"Apa maksudmu? apa kamu sedang ada masalah dengan pacarmu?"

"Ya, sedikit."

Wajah dingin Revan semakin ditekuk, matanya menyalang setajam elang. Melihatnya, Wanita itu kontan menghela napas panjang.

Laura mulai paham, mungkin perihal Anna yang mengganggu pikiran Revan saat ini. Dan sekarang ia memang harus sedikit bersabar menghadapi putranya itu. Karna bagaimanapun suasana akan berubah terasa dingin jika Revan tengah dalam emosi.

"Kalau boleh mommy sarankan, sebaiknya kamu cepat berbaikan dengan Anna. Mommy tidak ingin melihat kalian bertengkar. Terlebih kamu Revan, kamu sebaiknya mulai belajar sedikit mengalah pada pacarmu itu. Karna mommy merasa, Anna tuh enggak seperti yang kita lihat."

Revan terdiam mendengarnya. Ia mencoba mencerna kata-kata Laura padanya tadi. Dalam hati ia bertanya, kenapa juga dirinya harus mengalah pada gadis itu?

"Apa maksud mommy? Revan gak ngerti."

"Mommy enggak tahu bagaimana harus menjelaskannya padamu. Tapi mungkin suatu saat kamu juga akan tahu, Van."

Revan mengerutkan dahinya semakin bingung. Sebenarnya apa maksud dari perkataan mommy-nya itu, dia merasa selama ini tidak menemukan hal yang aneh pada diri Anna.

"Ya sudah... kamu cepat ganti baju sekarang. Kita makan sama-sama. Mommy tunggu kamu di bawah, oke."

Laura pun melangkahkan kakinya keluar dari kamar, meninggalkan Revan yang masih duduk terdiam dengan sejuta pikirannya.

***

Anna berjalan memasuki rumahnya dengan tampang masam. Dia masih tidak habis pikir dengan kekasihnya itu. Kenapa Revan tega sekali meninggalkan dirinya di tepi jalan seorang diri?

Ugh, menyebalkan!

Beberapa maid yang ada di sekitarnya menyapa ramah gadis itu. Anna hanya tersenyum sekilas membalasnya.

Gadis itu menghela napas lelah, saat dilihatnya sekeliling rumah tak lagi menemukan batang hidung orangtuanya.

Akhirnya, ia memilih kembali melangkah menaiki tangga lalu memasuki kamar.

Dilemparnya tas yang sejak tadi dibawanya sembarang, hingga sebagian barang di dalamnya berjatuhan ke lantai.

Tapi ia tidak peduli.

Yang Anna lakukan ialah menghempaskan tubuhnya, memijat kepalanya pelan. Entah mengapa sadari tadi ia merasa pening, di samping suhu di kamar ini juga menjadi terasa dingin.

Anna pun mengambil remote AC, dan segera mematikan pendingin ruangan itu.

Tak lama terdengar helaan napasnya yang berat.

Sungguh, ia dibuat kesal dengan sikap Revan hari ini. Kenapa begitu sulit menembus dinding pertahanan hati laki-laki itu?

Terkadang ia sangat manis, tapi kemudian berubah menjengkelkan.

Tapi terlepas dari itu, Anna mencintai Revan. Bagaimanapun sikap Revan padanya, Anna akan tetap memilih laki-laki itu.

Setelah cukup dengan keluh kesahnya, Anna pun beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya, sebetulnya ia enggan menyentuh air. Namun karna tubuhnya terasa lengkat, Anna pun memaksakan dirinya untuk mandi.

Hingga di mana pintu kamar mandi itu kembali terbuka, gadis itu keluar dari kamar mandi seraya menggosok-gosokan kepalanya dengan handuk kecil, untuk mengeringkan rambutnya yang basah.

Anna berdecak, saat tahu ponselnya terkapar di lantai, mungkin terjatuh saat ia melemparkan tas-nya tadi.

Dilihatnya pesan singkat dari seseorang. Ia membulatkan matanya sempurna saat melihat siapa pengirimnya.

Leonandra

Malam ini jadi, kan? 14.30

Anna tampak menautkan kedua alisnya bingung. Apakah ia harus menerima tawaran Leo di saat dirinya tengah dikatakan sedang tidak baik-baik saja? tapi ia juga sudah janji dengan laki-laki itu untuk meneraktirnya.

read.. Jadi ☺

Anna menghembuskan napas perlahan, mungkin sebentar saja pergi dengan Leo akan menghilangkan rasa jengkelnya pada Revan.

Hingga waktu semakin berlalu, Anna sudah berkesiap dengan penampilannya. Ia mamatut dirinya pada cermin, rambut panjang yang sengaja di urai. Kaos serta celana jeans pun juga sudah cukup menurutnya.

Lagipula Anna kesana hanya untuk sekedar kuliner, dan festival kuliner itu tidak jauh dari komplek rumahnya.

Anna mendengar ponselnya berbunyi, ia dapat melihat pesan dari Leo yang katanya akan segera berangkat menuju rumahnya.

Tok tok Tok

Suara ketukan terdengar, gadis itu pun dengan segera menghampiri seseorang dari balik pintu kamar.

"Iya, bi?"

Tanya Anna pada bi Marni sesaat gadis itu membuka pintu kamarnya.

"Non, itu ada temen non di bawah. Katanya mau ketemu enon."

Anna mengerutkan dahinya.

"Siapa, bi? cewek apa cowok?"

"Cowok non, duh bibi lupa lagi nanya siapa namanya. Tapi non, sumpah ganteng banget. Katanya dia juga mau ngajak non Anna keluar."

Anna menganga mendengar perkataan bi Marni. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa mungkin Leo sudah sampai rumahnya? Secepat itukah?

Tak ingin dibuat mati penasaran, dengan segera gadis itu membawa sling bag serta memakai sepatu kets-nya, untuk kemudian keluar dari kamar dan berjalan menuruni tangga.

"Kok lo udah nyam...-"

Kontan, Anna menghentikan ucapannya tatkala melihat siapa yang terduduk di sofa. Dan satu hal yang pasti, gadis itu membulatkan matanya sempurna karnanya.

***

Anastasya

Gue udah siap ☺ 18.30

Leo tersenyum simpul melihat isi pesan dari Anna.

Ia tidak pernah menyangka, moment yang ia harapkan untuk pergi berdua dengan Anna akhirnya terwujud. Bermodal nekat mengajak gadis itu pergi ke food festival, dan alasan balas jasa. Anna dengan mudah menerima ajakan dirinya.

Sangat beruntung, bukan?

Sejujurnya ia tidak peduli akan pergi kemana, asalkan dirinya bersama gadis itu.

Sesegera mungkin setelah menerima pesan dari Anna, Leo melangkahkan kakinya menuruni tangga.

Dengan kemeja flanel berwarna navy dipadukan celana jeans hitam dan sepatu kets membuatnya terlihat sangat tampan. Belum lagi rambut hitamnya yang berantakan menjadikan laki-laki itu semakin menarik untuk dilihat.

Senyuman Leo mengembang, bahkan sesekali dia juga bersiul riang. Karna tak sabar akan bertemu gadis yang disukainya itu.

"Mau kemana, Yo?"

Seorang wanita bertanya dengan kerutan di dahinya, di saat mereka tak sengaja berpapasan.

"Leo mau ke luar dulu, Ma."

"Kemana? ini kan sudah malam."

"Ada perlu sama teman, tidak lama kok, Ma."

"Yasudah, kamu hati-hati ya."

Leo mengangguk tersenyum menanggapi ucapan sang mama. Setelah pamit, laki-laki itu dengan segera menyalakan mesin serta melajukan sporty hitamnya itu meninggalkan pekarangan rumah.

Sepanjang jalan, Leo tak berhenti tersenyum. Misinya saat ini, ia ingin menjadikan malam ini sebagai malam yang berkesan untuk dirinya juga Anna.

Tapi, sesuatu terjadi.

Seketika Leo menghentikan motornya sebelum sampai depan rumah Anna. Laki-laki itu melihat sesuatu di depannya dengan sorot mata terluka.

Mereka? kenapa?

Leo melihat bagaimana Anna yang tampak tersenyum manis menaiki motor yang dikendarai kekasihnya, siapa lagi jika bukan Revan.

Bukankah gadis itu sudah berjanji padanya, tapi kenapa sekarang dia malah melihat Anna pergi dengan laki-laki itu.

Leo tersenyum miris, ia ingin sekali menertawakan dirinya sendiri.

Brengsek!

Leo merasakan getaran di sakunya. Ia merogoh ponsel di kantung celananya, lalu membuka isi pesen di ponselnya itu.

Leo, lo udah dimana? maaf gue udah pergi bareng Revan 😯 18:54

Kita ketemu di sana saja, gimana? 18:54

Leo menghembuskan napas berat seraya terus menatapi pesan itu. Cara Anna yang seperti ini sungguh membuat dirinya kesal, karna Leo dibuat bingung harus bereaksi apa.

"Pergi dengan kalian berdua, yang benar saja."