Kali Pertama

Manda mengetuk jemarinya di atas meja cafe. Pandangan-nya menatap keluar jendela. Pukul 16.20 sore ini dia tengah duduk di cafe menunggu kedatangan seseorang. Seorang laki-laki mengajak dirinya nongkrong di tempat cafe yang sebelumnya pernah mereka kunjungi, tapi laki-laki itu malah meminta ia pergi duluan karna katanya masih ada latihan untuk pensi nanti di sekolah.

20 menit dari waktu yang dijanjikan laki-laki itu belum juga tiba. Awalnya Manda berpikir mungkin saja ia terjebak macet atau ada urusan sebentar. Tapi, sadari tadi mengirim pesan pada laki-laki itu jika ia sudah sampai di cafe tidak nampak balasan apa pun. Manda kembali mengecek ponselnya, tetap tidak ada balasan. Ia mencoba men-dial nomer laki-laki itu pun malah jadi tidak aktif. Mana cuaca di luar sana juga sudah mulai mendung.

Menghembuskan napas pelan, dia menyesap caramel macchiato-nya. Kegelisahan kini mulai melanda. Manda melirik arloji yang melingkar di tangannya, 40 menit berlalu dan laki-laki itu memang tidak datang.

"Masih belum ada kabar?"

Manda mendongkak saat suara tanya terdengar dari arah samping.

Gadis itu menggeleng.

"Belum nih, Zac. Kemana ya Leo? Padahal dia yang tadi ngajak gue ke sini. Mana nomernya gak aktif lagi."

Manda berkata lemah, ia harus menelan rasa kekecewaan karna seseorang, yang tidak lain adalah Leo. Sementara Zacky, laki-laki berapron itu tampak berpikir sesaat, sebelum akhirnya..-

"Sebentar ya, kalau gak salah gue punya nomer baru rumah dia. Siapa tahu dia ada apa-apa, dan malah pulang."

Gadis itu mengangguk. Sampai akhirnya dia melihat laki-laki itu melangkahkan kakinya menuju satu ruangan.

Sekali lagi, Manda menghembuskan napasnya.

"Man, gue udah telepon ke rumah Leo. Dan bener, kata nyokapnya dia ada di rumah. Katanya tadi dia jatoh dari motor, ponselnya juga ikut mati pas jatoh tadi."

Manda tersentak kaget.

"Apa?! Jatoh dari motor? Lo gak lagi bohongin gue kan, Zac?"

"Enggalah, Man. Ngapain juga gue bohong."

"Terus lo, lo tahu gak rumah dia di mana??"

Manda menggingit bibir bawahnya, wajahnya tampak terlihat khawair.

"Ada, waktu itu dia pernah chat alamat rumahnya. Gue minta nomer lo. Biar gue kirim alamatnya ke WA."

Pada akhirnya Manda pun memberikan nomer ponselnya pada Zacky, ia menuliskan itu di buku catatan pesanan.

"Zac, gue pergi sekarang ya. Secepatnya, lo kirim alamat Leo."

"Oke, Man. Be careful!!"

Manda mengangguk, ia melangkah keluar dari cafe.

Dalam perjalanan gadis itu menyetir dengan pikiran bercabang, hatinya tidak tenang. Sejujurnya ia terlalu malu melakukan hal itu, tapi rasa khawatirnya pun tidak bisa ia abaikan. Saat itu pula Manda menerima pesan dari Zacky. Ia langsung memutar setirnya, berbelok menuju rumah Leo setelah tahu di mana alamat rumah laki-laki itu.

Manda mematikan mesin, keluar dari dalam mobil. Di lihatnya rumah mewah berlantai dua dipenuhi bunga-bunga nan indah.

Ternyata Leo anak orang kaya ya...

Manda membatin, tiba-tiba ia merasa tidak percaya diri. Tapi bagaimanapun dirinya sudah datang ke rumah laki-laki itu.

Menghembuskan napas, gadis itu melangkahkan kakinya menghampiri satpam.

"Pak, apa ini benar rumah Leonandra?"

Satpam yang terduduk seraya meminum kopi itu pun langsung menoleh keluar pagar begitu mendengar suara tanya dari Manda. Ia bangkit dan menghampiri gadis itu.

"Benar, enon siapa ya? temannya aden Leo?"

Tanyanya sesaat dirinya melihat baju seragam yang gadis itu kenakan, percis dengan seragam anak majikannya itu.

"Iya pak, Leo nya ada?"

"Ada, non. Tapi, dia tadi teh pulang sekolah luka-luka gitu. Jatoh kayaknya."

"Iya, saya juga tahu, pak. Makannya ini juga mau nengokin."

"Oh, mangga. Sok atuh non."

Satpam itu pun membuka pintu pagar kecil yang ada di rumah Leo. Gadis itu melangkah hingga ke teras, menekan bel di samping pintu. Menunggu seseorang membuka pintu rumah tersebut.

Tak berapa lama menunggu, pintu terbuka. Dilihatnya wanita cantik yang mengerutkan dahi karnanya.

"Permisi tante, saya Manda. Teman sekelas Leo. Manda dengar-dengar tadi Leo jatuh dari motor, ya?"

Sapa Manda dengan senyum seramah mungkin. Ia menebak bahwa wanita itu pasti ibu dari laki-laki itu jika dilihat dari penampilannya.

"Oh, kamu temennya Leo? saya Lisa, ibunya Leo. Iya bener, tadi Leo pulang-pulang malah luka-luka. Tante tanya, katanya jatuh dari motor."

"Iya, ta.. tadinya kita ada janji ketemu. Tapi Leo gak dateng, dan Zacky bilang begitu. Jadi Manda langsung kemari saja. Gak apa-apa kan, tan?"

Manda meringis, dia merasa kian malu seakan tak tahu diri.

"Oh iya, pantes tadi Zacky telepon, pas kebetulan tante yang angkat. Iya gak apa-apa. Yuk, masuk."

Lisa - ibu dari Leo itu menggeser tubuhnya ke samping, mempersilahkan Manda masuk.

Mereka berjalan beiringan. Saat itu pula Manda merasa takjub melihat sekeliling ruangan. Ia terperagah, karna begitu luasnya rumah laki-laki itu.

"Nah, Manda. Leo ada di kamarnya di atas. Pintunya sebelah kiri pojok. Tante mau ke dapur dulu, suruh bibi bikin minum buat kamu."

"Aduh, jangan ngerepotin tante. Manda cuma sebentar kok."

Lisa tersenyum tulus mendengar itu.

"Enggak ngerepotin kok. Jarang-jarang ada teman cewek Leo datang ke rumah. Sebentar ya, kamu langsung saja ke atas."

Manda terkekeh kering, berari ia gadis pertama dan satu-satunya yang nekad menghampiri laki-laki itu.

Dasar bodoh!

Tapi ia juga merasa senang, karna Lisa begitu baik padanya.

Manda berjalan menaiki tangga begitu Lisa pergi. Ia berjalan menuju pintu yang disebutkan wanita itu tadi. Langkahnya ragu entah kenapa. Sesampainya di depan pintu bercatkan putih yang tertutup itu dia mengetuk pintu.

"Masuk."

Tiba-tiba jantungnya berdegup kencang setelah mendengar suara Leo. Manda menarik napas lalu mengebuskannya kembali. Dirinya memengang kenop pintu, lalu membuka pintu itu lebar. Seketika matanya terpaku begitu matanya melihat pemandangan yang tidak biasa.

Leo terlihat tengah terduduk menyenderkan punggungnya di kasur seraya melihat dan memutar-mutar ponselnya, dengan perban yang melilit sikut dan kaki laki-laki itu.

Merasa tak ada suara, Leo pun mendongkak dan membulatkan mata kaget saat melihat siapa itu.

"Manda ???"

***

Dimalam ini, Anna mengetuk-ngetukan bolpoin di meja belajar. Kini di hadapannya ada tugas matematika namun ia tak kunjung dikerjakan. Pikirannya malah melayang pada kejadian tadi sepulang sekolah. Senyuman terbit pada wajah cantik itu. Anna menenggelamkan wajahnya dilipatan tangannya di atas meja. Untuk pertama kalinya Revan tersenyum padanya, walau samar tapi gadis itu menyadarinya. Ditambah laki-laki itu juga mau repot-repot menunggunya pulang. Tidak seperti biasanya.

Apa ini artinya ia satu langkah lebih maju?

Tok Tok Tok

Anna mengangkat kembali kepalanya, ia kembali duduk tegak. Dilihatnya Mayang -Oma'nya itu masuk kamar dirinya.

"Kamu lagi mengerjakan tugas?"

Tanyanya kemudian.

"Iya, oma. Ada apa??"

"Tidak, oma cuma pengen bertanya satu hal padamu. Kenapa tadi kamu memotong omongan oma? Apa selama ini kamu merahasiakan siapa kamu sebenarnya pada dia??"

Anna meringis, ia menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal.

Tepat sasaran!

"Iya, oma."

"Kenapa? bukankah lebih baik jika dia tahu."

Anna menghela napasnya panjang.

"Anna memang sengaja, oma. Anna gak mau dia mandang 'sok' sama Anna. Hanya karna Anna teman semasa kecilnya, dia jadi harus mengistimewakan Anna? Anna rasa enggak. Lagian belum tentu dia ingat Anna. Walaupun ingat, Anna juga takutnya dia cuma menganggap biasa selayaknya teman kanak-kanak."

"Tapi kamu kan sekarang pacar dia. Oma rasa gak ada salahnya kamu ceritain itu. Bukannya kalian juga pernah saling berjanji satu hal dulu."

Anna mengangguk, malu.

"Oma percaya gak, kalau cinta akan menemukan jalannya?? Anna percaya itu. oma. Jadi Anna rasa, Anna gak perlu mengingatkan itu pada Revan."

Mayang tersenyum mengangguk. Ia tidak bisa berkata-kata lagi.

"Ya sudah. Itu terserah kamu saja sekarang. Kamu yang akan jalanin semua itu. Apapun yang akan kamu lakukan, oma cuma bisa berdo'a dan mendukung."

Senyuman tercetak di bibir Anna, gadis itu kemudian bangkit dan memeluk wanita tua itu.

"Makasih ya, oma. Anna sayang oma."

Mayang pun tersenyum mendengar itu. Ia lantas menepuk-nepuk pelan pundak Anna.

"Oma juga sayang banget sama cucu oma. Berbahagia-lah..."

***

Angin dingin dipagi hari berhembus kecang saat Revan melajukan motornya bersama Anna yang duduk di belakangnya. Senyuman kembali muncul saat menyadari bahwa ini pertama kalinya laki-laki itu menjemput untuk pergi bersama ke sekolah.

Tak lupa dengan ekspresi kagetnya, saat itu Anna yang hendak berjalan menuruni tangga terkejut begitu melihat laki-laki itu sudah terduduk manis di meja makan bersama Mayang.

Laki-laki itu juga berkata jika mulai hari ini dan seterusnya ia yang akan menjemput Anna. Dan, gadis itu yang mendengarnya pun senang bukan main. Pasalnya yang Anna lakukan setiap paginya, ia diantar supirnya ke sekolah, lalu memaksa laki-laki itu untuk pulang bersama.

Sebenarnya apa yang membuat Revan tiba-tiba berubah?

Anna pun masih belum paham.

Hingga motor itu berhenti di parkiran, dengan sigap Anna turun dari motor Revan.

"Kamu jalan ke kelas saja lebih dulu. Aku ada perlu, mau ke ruang OSIS."

Anna mengangguk, tersenyum.

"Oke, baby. Aku duluan ya."

Revan tersenyum lalu mengangguk. Lantas ia pun membalikan badannya, melangkahkan kakinya meninggalkan Anna yang menatap punggung laki-laki itu dengan senyum manis.

Setelah Revan menjauh, gadis itu pun membalikan badannya berjalan untuk menuju kelasnya.

"Morning!!"

Sapa Anna kepada kedua sahabatnya dengan riang gembira sesaat ia tiba di kelas. Tak lama ia pun duduk di bangkunya itu.

"Heran gue. Pagi ini kerasa aneh banget."

Sindir Karin, yang duduk tepat di depan Anna. sementara Anna mengerutkan dahi mendengar itu.

"Aneh gimana maksud, lo?"

"Iya dari tadi gue perhatiin si Manda senyum-senyum sendiri. Dan, sekarang elo dateng-dateng juga begitu. Ada apa sih dengan kalian berdua? gue gak heran kalau sama elo, An. Tapi, elo?"

Tanya Karin kemudian seraya menujuk tangannya pada Manda. Dan Manda yang menjadi sasarannya itu pun memandang sebal Karin.

"Kepo banget sih, lo."

Anna mengerutkan dahinya, tampak berpikir sejenak. Ia menjatuhkan pandangannya pada Manda.

"Apa?? lo juga gak usah mikir macem-macem tentang gue."

Kata Manda kemudian, tapi itu tidak membuat Anna mengalihkan pandangannya. Gadis itu justru semakin menyipitkan matanya menatap Manda.

"Gue tahu, lo habis beli mobil baru ya?? terus si putih jadi dibuang ke rongsokan"

Dan, Manda menganga dibuatnya.

"sembarangan."

Anna terbahak mendengarnya. Tak lama ketiga gadis itu juga mendengar bel masuk, membuat siswa siswi yang ada di luar pun terpogoh-pogoh memasuki kelas.

Saat itu pula Anna menyadari sesuatu. Ia menolehkan kepalanya ke samping. Di sana, bangku itu kosong tak berpehuni. Leo tidak terlihat batang hidungnya.

Kemana laki-laki itu?