Part 12

Usai turun dari bis Yoona segera menghampiri pos satpam yang berada disamping gerbang sekolah. Disana ia bertanya mengenai Somi yang setelah itu diberi arah jalan menuju kelas Somi. Ketika kelasnya mulai tampak, si satpam kembali ke pos sedangkan Yoona lanjut melangkah menuju kelas itu. Tampak seorang siswi didalam sana.

"Anda mencari siapa?" tegur siswi itu yang baru saja menutup buku yang tadinya sedang dia baca.

"Kau mengenal Somi?" tanya Yoona.

"Tentu saja. Dia temanku. Kami sekelas."

"Lalu, dimana dia sekarang? Kenapa dikelas ini hanya dirimu seorang?"

"Kalau tidak salah dia permisi pergi bersama pamannya."

"Paman?" Yoona diam sejenak. "bukankah ini jam belajar? Kenapa dia bisa pergi begitu saja?"

"Kami sedang melangsungkan pertandingan antar kelas." Yoona baru menyadari itu. Aa, pantas saja dihalaman sekolah sangat ramai.

"Apa dia membawa tasnya?"

"Itu. Tasnya masih ada dimejanya." Dan Yoona sudah berjalan cepat menuju meja yang siswi itu katakan milik Somi. Tangannya merogoh asal tas itu dan ia pun menemukan sebuah ponsel. Entah mengapa ia merasa harus mengambil ponsel itu. Dengan rasa cemas yang masih tertinggal, Yoona melangkah menuju gerbang sekolah.

-

-

Tepat disaat Yoona keluar dari kelas, bel istirahat berbunyi dan tampaklah rombongan anak labil yang berlarian keluar dari kelas mereka. Tak suka dengan situasi itu, Yoona percepat langkahnya. Ketika itu matanya terpaku pada satu tontonan—yang berada diluar gerbang sekolah yang terbuka lebar. Terlihat Somi sedang keluar dari mobil sedan berwarna hitam. Somi menunduk hormat kepada pria tua yang ada didalam sedan itu. Sayangnya Yoona tidak bisa melihat wajah pria tua itu.

-

-

Usai kepergian sedan itu, Yoona segera berlari menghampiri Somi. Ia bahkan tidak menyadari Kim Jongin yang sedang menyapanya dari halaman kantor. Tampak olehnya Somi yang sedang termenung mengamati kepergi sedan itu. Bahkan tak menyadari kehadiran Yoona disampingnya. Raut wajah Somi terlihat berbeda. Seakan tengah menyimpan sesuatu.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tegur Yoona.

"Eonni?" Tentu dia kaget dengan keberadaan Yoona disana.

"Mobil itu. Siapa yang ada didalam sana?"

"Waeyo?" Somi menyahut datar.

"Siapa pria yang ada didalam mobil itu?!!" bentak Yoona akhirnya. Membuat Somi terdiam saking kagetnya. Lama terdiam, ekspresi wajah Somi mulai mengalami perubahan. Seperti apa? Seperti sedang kesal.

"Eonni, kau tidak pernah membentakku." Ucapnya dengan nada datar yang cukup asing untuk Yoona.

"Mian, aku hanya—" sebuah mobil berhenti tepat di hadapan mereka dan tampaklah Sehun yang baru saja keluar dari dalam mobil itu.

"Oppa, kenapa kau kesini?" tanya Somi lagi-lagi merasa bingung dengan kehadiran mereka di sekolahnya.

"Aku mau menjemputnya. Kau masuklah. Aa, sepulang sekolah jangan pergi kemana-mana dan langsung pulang kerumah. Kalau perlu naik taksi saja." dan Sehun langsung menarik tangan Yoona lalu memaksa Yoona memasuki mobilnya. Usai itu mobil itu melesat kencang pergi dari sana.

"Ada apa dengannya? Padahal aku ingin menyampaikan kabar gembira." Batin Jongin yang sedang mengamati kepergian Yoona dari halaman kantornya.

-

-

--

-

-

"Kenapa kau meninggalkan rumah? Bagaimana dengan ibumu? Kau tidak—"

"Tidak bisakah untuk tenang lebih dulu?"

"Ini bukan masalah biasa—"

"Aku tahu." Sehun tatap Yoona sejenak sebelum kembali fokus menyetir. "Polisi sudah mulai berpatroli. Jadi kondisi sudah aman."

"Lalu bagaimana—"

"Kekacauan dirumah juga sudah beres."sela Sehun cepat. "polisi sudah mendapatkan informasi mengenai mereka berkat cctv yang ada dirumah." Sehun terlihat sangat tenang dan itu mencurigakan untuk Yoona.

"Kau mengenal mereka?" tebak Yoona.

"Sepanjang perjalanan karir ayahku ia habiskan untuk menangkap mereka. Salah satu mavia terkejam di negeri ini. Tapi sayangnya umur ayahku tidak sepanjang itu dan menangkap mereka tidak semudah itu." tepat ketika itu Sehun arahkan mobilnya kesebuah jalan yang akan menghantarkan mereka pinggiran Sungai Han.

Mata Yoona bergetar pelan ketika suatu pemikiran menghampirinya. Dilihatnya Sehun yang tengah serius memarkirkan mobil. Pemikiran itu sungguh menyesakkan untuknya yang pada akhirnya tidak sanggup ia simpan.

"Apa semua ini ada hubungannya denganku?" Sehun yang baru saja mematikan mesin mobil langsung menoleh padanya. Tampaklah wajah lesu Yoona yang seakan sudah sangat kelelahan dengan kehidupannya. Sehun palingkan wajahnya. Ia tidak bisa terus menatap wajah itu. Sesuatu mendadak memacu emosinya. Sehun menjadi sangat emosional. Nafasnya terasa berat dan garis wajahnya tak lagi mampu menutupi kondisi hatinya.

"Keluarlah. Kau harus merasakan sejuknya udara disini." Seperti kilat ia keluar dari sana lalu berjalan mendekati tepi sungai.

-

-

Sementara Yoona masih berada didalam mobil, Sehun berdiri diluar sana. Pria itu mengamati air Sungai yang tenang dengan ekspresi wajahnya yang penuh kekesalan. Ya, kenangan masa lalu kembali mengganggunya. Sehun berusaha untuk mengontrol diri, namun tetap saja amarah dan kesedihan masih ia rasakan. Dan kini wajah ayahnya yang menguasai pikirannya. Hatinya terasa sakit. Ia mendadak sesak dan airmata memberontak ingin mengalir. Kehilangan sang ayah memang hal terburuk baginya. Maka itu hingga saat ini Sehun masih sulit menerima kenyataan itu.

-

-

Masih berada didalam mobil. Yoona terus mengamati Sehun. Hanya dengan melihat dari jauh dirinya sudah bisa merasakan itu. Bahwa Sehun sedang ingin menyendiri. Tetapi tidak hanya itu yang ia rasakan. Menurutnya Sehun sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Sejenak ia teringat dengan persahabatan antara ayahnya dan ayah Sehun.

-

-

Langit jingga menyadarkan Yoona. Sehun masih berdiri disana. Apa dia tidak kedinginan? Merasa khawatir, Yoona pun memilih menghampiri Sehun.

-

Trrrt.. Trrrt..

-

Sesuatu bergetar didalam saku jaketnya. Ketika dirabanya saku itu, ia menemukan sebuah ponsel. Aa, ini ponsel Somi. Tertulis tanda sebuah pesan masuk di layar ponsel itu. Mencoba untuk tidak menghiraukannya, Yoona masukan kembali ponsel itu kedalam saku jaketnya. Tapi ponsel itu kembali bergetar. Ketika dilihatnya, ternyata juga sebuah pesan masuk. Merasa bimbang untuk beberapa saat, dengan tenang ia baca pesan pertama. Sebuah alamat dari nomor yang tak dikenal. Lalu ia baca pesan kedua. Matanya mendadak terpaku pada layar ponsel.

"Kenapa ekspresimu seperti itu?" tanpa sepengetahuannya Sehun sudah berada dihadapannya. Wajah pria itu sudah kembali seperti semula. Ceria dan mengesalkan. Sehun melihat kearah ponsel yang ada ditangannya, seperti kilat langsung Yoona masukan kedalam saku jaketnya. "oo? Kau sudah punya ponsel?"

"Tidak. Ini milik Somi."

"Aa.."

"Kau baik-baik saja?" tanya Yoona.

"Memangnya aku kenapa?" sahut Sehun yang sudah masuk kedalam mobil.

"Tadi kau tidak sedang menangis kan?" Yoona juga masuk kedalam mobil.

"Hah, yang benar saja. Menangis apanya. Aku baik-baik saja."

-

-

Kondisi rumah sudah tampak membaik. Walau banyak perubahan yang terjadi disana—seperti pernak-pernik yang dulunya berhasil membuat Yoona terkagumkan oleh rumah itu—sayangnya kini sudah tak terlihat lagi. Hanya ada meja dan beberapa sofa. Dan seseorang yang sedang duduk ditengah ruang hampa itu. Melihat kepulang Yoona dan Sehun, Mari segera memasang senyuman diwajahnya.

"Oo kau sudah datang?" sapa Mari.

Keduanya hanya membalas dengan senyuman. Karena merasa lelah, Yoona memilih menaiki anak tangga lalu masuk kedalam kamarnya. Tidak, Yoona melangkah mundur lalu berjalan menuju kamar Somi.

"Yoona-a, kurasa Somi sudah tidur. Kau bisa menemuinya besok." Ujar Mari setengah berteriak dari lantai dasar. Yoona tampak terdiam mengamati ekspresi wanita itu. Mari terlihat gugup. Bahkan gelas yang ada ditangannya bergetar pelan. Mencoba untuk tidak menghiraukannya, kini Yoona benar-benar masuk kedalam kamarnya.

-

Tentu Yoona menyadari semua itu. Perubahan yang ia rasakan pada ketiga manusia yang tinggal dirumah itu. Dimulai dari perubahan sikap Somi kepadanya. Sehun yang mendadak terlihat terpuruk dan juga Mari ekspresi gugup Mari. Semua itu sukses membuatnya gusar.

-

--

-

"Eomma, kau baik-baik saja?"

"Hem.." Mari duduk bersandar pada badan sofa.

"Mereka benar-benar tidak melukaimu?"

"Mereka hanya menyekapku."

"Apa sebaiknya kita pindah dari sini?"

"Sehun-a.." Mari menyela perkataannya. Lagi-lagi wajah wanita itu terlihat gugup. "kau harus mengatakan yang sebenarnya padanya." Menatap Sehun dengan lesu. Ada setitik garis kekecewaan yang Sehun perlihatkan.

"Aku tidak akan melakukannya." Bantah Sehun.

"Kau tidak isa menyembunyikan hal itu terus menerus."

"Aku tidak mungkin melakukannya! Eomma, ada apa denganmu? Kau sudah berjanji untuk merahasiakannya." Raut kekecewaan semakin tergaris jelas di wajah tampannya.

"Mereka mencarinya. Yoona adalah tujuan mereka kesini." Sehun pun melemas.

"Wae? Kenapa mereka mencarinya?" mata Sehun mulai berkaca-kaca sementara Mari sudah berlinang air mata.

"Karena Yoona adalah saksi terkuat pada peristiwa malam itu. Saat ini kepolisian mulai membuka kembali kasus itu. Tentu mereka akan sangat cemas akan keberadaan Yoona. Sehun-a, kau harus menceritakan semuanya padanya."

"Eomma.."

"Mianhae. Tapi eomma sudah tidak sanggup lagi. Melihatnya mengingatkan eomma pada ayah kalian."

"Eomma! Itu bukan salahnya. Kau juga tahu itu! Eomma waeyo? Kau sudah berjanji padaku!!"

"Mianhae Sehun-a."

"Eomma.." akhirnya air mata pun mengalir di wajah tampannya. Mari rasakan sesuatu meremas hatinya hingga terasa nyeri yang menyesakan.

"Sehun-a. Somi.. dia sudah mengetahui semuanya."

"Eomma yang mengatakannya?" Mari menggeleng cepat. "aku harus menjelaskan semuanya padanya."

"Sehun-a.." pria itu sudah menaiki anak tangga dengan emosi dan kesedihan yang berbaur kacau.

-

--

-

"Kenapa? Kenapa kalian menyembunyikan semua ini dariku? Kenapa aku tidak boleh mengetahuinya? Dia juga ayahku!" isak tangis Somi menggelegar di kamar itu.

"Somi.." Sehun berusaha untuk tetap tenang.

"Oppa, kau tahu aku sangat menyayanginya. Bagaimana sakitnya aku ketika appa pergi meninggalkan kita. Kau cukup tahu itu. Tapi kenapa? Kenapa kau tidak menceritakan hal ini padaku? Seharusnya kau ceritakan semuanya padaku!!!" suaranya meninggi. Membuat Sehun semakin gusar memikirkan jawabannya. "aa.. Apa karena dia?"

"Somi.."

"Kenapa kau sangat peduli padanya? Memangnya siapa dia!!!"

"Yak Somi!!" Sehun sudah berada di akhir kesabarannya.

"Oppa mianhae. Sepertinya akan sulit untukku berhadapan dengannya." Somi berbaring dikasur lalu menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya.

"Dia sama sekali tidak bersalah. Kuharap kau bisa memahaminya." Dengan amarah yang tertahan, Sehun keluar dari kamar itu. Tampak Mari disana, yang ternyata masih menunggunya dibalik pintu kamar Somi.

"Sudahlah. Mungkin Somi butuh waktu. Eomma akan bantu menjelaskannya." Tapi perkataannya tak dihiraukan putranya itu. Sehun terus melangkah melewatinya. "yak Sehun-a. Kau mau kemana? Ini sudah sangat larut. Sehun-a!!!" Sehun menuruni anak tangga hingga tubuhnya tak lagi terlihat usai keluar dari pintu utama rumah itu. Suara bantingan pintu yang sangat keras cukup mengagetkan Mari.

-

--

-

Saat ini Yoona tengah melangkah setengah mengantuk menuruni anak tangga. Dari jarum jam yang baru saja ia lihat, saat itu pukul 2 pagi. Langkah kakinya membawanya menuju dapur hingga kini sudah berada dihadapan lemari es. Ia amati isi lemari es itu. Ada banyak cemilan dan minuman disana. Karena rasa haus yang lebih dominan, Yoona raih sebotol air mineral lalu meneguk pelan. Hanya beberapa teguk, Yoona letakan kembali botol minuman itu kedalam lemari es. Ia tutup pintu kemari itu.

"Omo!" betapa kagetnya dirinya ketika mendapatkan Sehun ada dihadapannya. Sedang bersandar pada meja bar menghadapnya. "kau mabuk?" karena Yoona dapat mencium aroma alkohol yang sangat kuat dari tubuh pria itu. "yak, kau baik-baik saja?" tak menyahut, Sehun malah melangkah mendekati Yoona.

-

-

Jarak itu membuat Yoona reflek menempel pada lemari es—berharap dapat membuat ruang diantara tubuhnya dan tubuh pria itu. Tapi nyatanya, kaki mereka sudah saling bersinggungan. Sehun hanya menatapnya dalam diam dan itu membuat Yoona merasa gugup.

"Yak, ada apa dengan—"

"Kurasa aku menyukaimu." Dugg! Mata Yoona membulat ekstra. Sehun melontarkan kalimat itu dengan sangat tenang. "meskipun kini mereka menyalahkanmu, aku.. Aku bisa memahamimu."

Menyalahkanku? Kalimat itu menimbulkan tanda tanya.

"Sepertinya kau sudah sangat mabuk. Sebaiknya kau—"

"Aku akan terus berada disisimu. Kau harus ingat itu." Yoona tatap mata itu lurus-lurus. Tampak olehnya sorot mata penuh keseriusan.

Sebenarnya dia beneran mabuk atau tidak? Karena ekspresi Sehun terlihat sangat tenang. Aku dapat mencium aroma alkohol dari tubuhnya, tapi kenapa ekspresinya terlihat sangat santai? Omo! Sehun mendadak merapatkan tubuhnya pada Yoona. Rasa gugup membuat nafasnya tertahan. Matanya melotot mengamati wajah Sehun yang terus bergerak yakin menuju wajahnya. Apa yang sedang dia pikirkan???!!!

-

Cup!

-

Ya, Sehun menciumnya.

-

-

--

-

-

Tak ada pertengkaran dan juga tak ada musik KPOP. Mungkin saat itu ada pagi ternyaman selama Yoona tinggal disana. Yoona yang sedang menuruni tangga mendapatkan Mari tengah duduk seorang di di meja makan. Wanita itu tampak santai mengoles selai pada roti.

"Oo, kau sudah bangun? Ayo sarapan bersama." Sapa Mari ketika melihat kehadiran Yoona disana. Sesaat Yoona merasa aneh. Tak biasanya meja makan menjadi sangat senyap seperti itu. Karena Sehun dan Somi pasti akan mengacaukan suasana. "kenapa hanya diam? Mau aku oleskan selai?"

"Tidak perlu."

Yoona raih selembar roti tawar. Ia menggulung roti itu lalu memberi selai pada ujung roti gulungnya, setelah itu ia langsung menggigit rotinya. Seperti itulah caranya menikmati sarapannya di pagi itu.

"Aigoo.. Cara makannya benar-benar berbeda. Aa, Yoona-a, tolong ambilkan aku jus jeruk di lemari es."

Sembari menyantap rotinya, Yoona mulai melangkah menuju lemari es. Ia buka pintu itu. Tak langsung mengambil jus, ia gigit sisa rotinya barulah ia raih jus jeruk yang ada didalam sana.

"Kau sedang apa? Dingin begini kenapa bermain didalam sana?"

Itu suara Sehun!

Yoona kontras berbalik dan mendapatkan tubuh gagah Sehun sudah berdiri menghadapnya.

"Ada selai di bibirmu." Ujar Sehun sembari menepis selai itu menggunakan jemarinya. Serrr! Sesuatu menyetrum tubuh Yoona. Sensasi aneh mulai mengganggunya dan apa yang Sehun lakukan pada malam itu kembali melintas di pikirannya.

Benar juga! Kenapa dia terlihat sangat santai? Mungkinkah dia tidak mengingat apa yang telah dia lakukan padaku?

"Aa, apa kau sudah dengar itu? Krystal dan—" Yoona melangkah cepat menuju meja makan.

"Yak! Aku sedang bicara denganmu!" teriak Sehun dengan raut sangar di wajah tampannya. "aish, ada apa sih dengannya." Celutuknya merasa aneh melihat sikap Yoona dipagi itu. Sehun teringat pada niat awalnya. Ya, dia menginginkan sekotak susu. Dia buka lemari es dan..

Kenapa aku mendadak merasa ada sesuatu yang terlupakan?

Posisinya itu seakan tengah berusaha menariknya ke sebuah memori yang tersesat. Tapi sialnya, tak ada satupun yang telrintas di pikirannya. Yang ia rasakan hanya pusing. Mungkin efek terlalu mabuk tadi malam.

-

-

Yoona sedang duduk di kursi taman di halaman rumah itu. Pemandangan indah ketika daun berguguran menjadi tontonannya. Dedaunan kering bertaburan di atas rerumputan dan itu tak kalah indah. Yoona tendang dedaunan itu, sekedar menglihkan pikirannya yang entah mengapa terus memikirkan Sehun.

"Hah, dia bisa setenang itu. Apa dia lupa dengan apa yang telah dia lakukan padaku? Atau jangan-jangan dia benar-benar tidak mengingatnya? Aish!" sesaat tampak oleh matanya Somi yang sedang melangkah terburu-buru melewati halam rumah. Sepertinya hendak berangkat ke sekolah.

Kenapa Sehun tidak mengantarnya? Pikir Yoona yang mulai melangkah cepat mengampiri Somi.

"Somi-a, tunggu." Serunya tapi tak dihiraukan. "yak Somi!" dan Somi tetap tidak menghiraukannya. Terus melangkah terburu-buru melewati pagar rumah itu. Seketika amarah membakar kesabarannya. Yoona lantas berlari lalu seperti kilat menangkap tangan Somi. "aku sedang memanggilmu!" bentak Yoona akhirnya.

"Aku sudah terlambat." Kata Somi dengan nada ketus. Yoona diam sejenak. Ia telan baik-baik amarahnya.

"Ini punyamu. Maaf, aku lupa mengembalikannya padamu—"

"Kenapa kau mengambil ponselku!" Somi raih ponsel itu dengan kasar dan tanpa mengatakan apapun ia sudah berlari meninggalkan Yoona. Perih. Hatinya terasa perih. Yoona hembuskan nafas panjangnya. Ia tak biasa larut pada suatu permasalahan. Tapi ia juga tidak tahu itu. Kenapa kini dirinya sangat peduli akan sesuatu?

-

-

--

-

-

"Eomma, kenapa harus aku?"

"Kau lebih mengerti cctv ini. Sudah sana pergi! Eomma juga sudah memberi tahu Yoona. Karena mereka juga meminta kau untuk membawanya."

-

-

Selama ini Sehun selalu menghidari sesuatu yang berhubungan dengan kepolisian. Tapi dengan terpaksa kini dirinya benar-benar harus pergi ke kantor polisi—tempat dimana dulunya ia sering bermain—sebelum sang ayah pergi meninggalkanya. Memang terdengar asing, bermain di kantor polisi. Tapi memang itulah yang terjadi. Dulunya Sehun tidak bisa terpisah dari ayahnya.

"Kenapa tersenyum?" tanya Yoona yang sedang mengamati perubahan wajah Sehun. Dari awal menyetir Sehun tampak sangat tegang, tetapi kini mendadak tersenyum seperti itu. Tentu Yoona keheranan dibuatnya.

"Kenapa? Apa tersenyum dilarang?!" serang Sehun tak suka dengan pertanyaan Yoona. "yak, kenapa kau sangat tenang? Kita sedang menuju kantor polisi. Apa kau tidak takut?"

"Tidak." Sahut Yoona singkat. Sehun menoleh padanya sejenak sebelum kembali fokus pada jalanan. "kenapa? Kau merindukan ayahmu?" Sehun kembali menoleh padanya. Sorot matanya seakan berkata 'Bagaimana kau tahu itu?' yang sedetik kemudian kembali mengamati jalanan.

"Tentu saja aku merindukannya." Dan sisa perjalanan itu menjadi senyap. Hanya hiruk pikuk kota Seoul yang terdengar dari luar mobil itu.

-

-

Mereka sudah berada di parkiran mobil yang hingga kini tidak ada pergerakan apapun yang dilakukan Sehun. Pria itu hanya berdiri dengan kaku sembari mengamati gedung bertuliskan Kantor Polisi. Kegelisahan terlihat jelas di wajahnya dan tentu Yoona menyadari itu.

"Apa kita akan terus berdiri disini?" tegur Yoona. Sehun menghembuskan nafasnya dengan berat. Ekspresi wajahnya semakin memperjelas kecemasan yang tengah ia rasakan. Mungkin semaca.. Trauma?

"Ayo pergi." Tapi akhirnya Sehun melangkah maju juga. Dengan tangannya yang tanpa ia sadari sudah menggenggam erat tangan Yoona.

-

-

--

-

-

"Sehun-a! Kenapa kau lama sekali? Kemarilah!" teriak seorang kakek-kakek dari balik pintu yang tak tertutup rapat. Kakek itu merupakan sabahat ayah Sehun dan cukup akrab dengannya. "cepatlah!"

-

-

Nyatanya polisi itu lebih membutuhkan rekaman cctv dan Yoona. Karena itu kini Sehun duduk seorang diri diluar ruangan. Mengapa? Karena itu adalah permintaan si polisi. Sejenak kenangannya bersama sang ayah kembali terputar. Suasana disana langsung menyeretnya kembali ke masa lalu itu.

-

-

Dahulu sepulangnya dari sekolah, Sehun tak langsung pulang kerumah melainkan menghampiri ayahnya di kantor polisi. Dirinya yang mengagumi pekerjaan ayahnya tak pernah bosan untuk mengamati kinerja ayahnya—walau terkadang tak dihiraukan karena tugas polisi yang tak menentu. Dulunya ia bercita-cita menjadi seorang detektif seperti ayahnya. Tapi semenjak peristiwa kelam itu terjadi, mimpinya musnah tertepis musim yang terus berganti.

-

-

Baru ia sadari, ia sudah menunggu lama. Kenapa dia belum keluar juga? Sehun mencoba untuk mengintip kedalam ruangan itu. Dilihatnya Yoona sedang menundukkan wajahnya. Aneh, itu sungguh aneh. Ia merasa ada sesuatu yang terjadi disana. Terlalu membuatnya penasaran, Sehun melangkah masuk kedalam sana. Tapi tiba-tiba saja Yoona bangkit dari duduknya lalu melangkah cepat melewatinya untuk keluar dari ruangan itu.

"Yak, kau mau kemana?" Sehun mencoba menyusul Yoona. Tapi gadis itu mendadak berlari menuju sebuah taksi yang sedang menepi, dan dalam hitungan detik Yoona sudah tak terlihat disana. Sangat mencurigakan, Sehun kembali kedalam kantor untuk menemui sahabat ayahnya.

"Mianhaeyo." Ujar kakek itu sebelum Sehun sempat bertanya. "aku sudah menceritakannya. Semuanya, padanya." Mata Sehun membesar.

"Mwo? Kau bercanda?"

"Aku tidak akan bercanda disituasi seperti ini!" bentaknya. Ia melangkah mendekati Sehun. Ia pegang erat kedua bahu Sehun sebelum kembali melanjutkan perkataannya. "ini adalah saat yang tepat. Mereka menginginkannya. Dengan begitu kita akan semakin mudah untuk menangkap mereka."

"Apa maksudmu? Kau menjadikannya umpan? Kau gila?!!"

"Tenang saja. Aku sudah memasang alat pelacak padanya. Semoga saja dia tidak melepas jam tangannya. Beberapa anggotaku sudah mulai bergerak untuk mengikutinya"

"Apa maksudmu?"

"Kau masih tidak mengerti juga? Gadis itu adalah gadis yang tangguh. Dia tidak takut dengan apapun. Setelah aku mengatakan semuanya padanya. Pastinya hanya ada satu yang ia pikirkan. Menemukan mereka. Mereka yang telah membunuh ayahnya dan juga ayahmu."

-

-

-

-

Continued...