Jauh dari pandangannya tampak sebuah bangunan besar yang berdiri dipertengahan hutan belukar. Bangunan itu cukup megah, namun lebih tampak menyeramkan karena tanpa penerangan yang baik. Seperti pabrik yang sudah tidak terpakai. Jalan menuju bangunan itu lurus-yang letaknya tepat ditengah membelah hutan-dan tak ada satupun lampu yang menerangi jalan itu. Kini dapat terlihat oleh Yoona, pagar yang menjulang tinggi. Hampir menutupi setengah dari bangunan yang ada dihadapannya itu. Semakin dekat jarak, semakin terlihat jelas kondisi pagar yang ternyata sudah berkarat.
-
-
Malam tiba membuat suasana disana menjadi mencekam. Udara dingin dan angin malam semakin memperburuk keadaan. Syukur Yoona tampak tenang seakan sama sekali tidak terganggu dengan suhu udara pada saat itu. Yoona amati kembali sebuah kertas yang sedari tadi berada didalam genggamannya. Alamat itu adalah alamat yang tertulis pada pesan masuk di ponsel Somi. Sesuai instingnya, karena itu Yoona menyalin semua yang tertulis di pesan itu sebelum ia mengembalikan ponsel itu ke Somi. Sejak dulu ia sudah merasa curiga dengan keluarga itu. Dan sepertinya kecurigaannya mulai terjawab satu-persatu.
-
-
Lalu, apa Yoona tidak merasa takut? Tentu saja ia takut. Tapi, rasa penasaran lebih menguasainya. Ia hembuskan nafasnya dengan gugup. Tampak yakin, Yoona ketuk pagar itu. Hanya suara angin yang terdengar. Yoona ketuk kembali pagar itu. Kali ini lebih kuat dari yang sebelumnya.
-
-
Pagar itu bergeser pelan diikuti bunyi yang sangat nyaring. Dari balik pagar terlihat dua orang lelaki berbadan cukup kekar. Tanpa mengatakan apapun, mereka memberikan sebuah isyarat agar Yoona segera mengikuti mereka. Dengan debaran jantungnya yang mulai bertindak ekstra, Yoona langkahkan kakinya mengikuti mereka. Terbersit didalam pikirannya.
-
Mereka memang sedang menungguku.
-
Mereka menuntunnya melewati jalur kecil yang dipenuhi dengan kotak kayu. Rerumputan membuat tempat itu semakin gersang. Tampak cahaya dari sebuah pintu ganda yang terbuka dan pintu itulah tujuan mereka. Benar sekali, mereka masuk melalui pintu itu-yang sudah tertutup rapat usai mereka masuk kedalam sana. Remang dan kosong melompong. Hanya ada kotak-kotak yang tersusun acak di sudut ruangan yang cukup luas.
-
-
Seakan tidak ingin kehilangannya, kedua lelaki itu terus berdiri dibelakangnya. Yoona masih mengamati suasana disana. Ada banyak pintu di sisi lain ruangan itu, yang sebagian tertutup dan sebagiannya lagi terbuka lebar.
-
Tunggu! Aku mendengar suara erangan!
-
Suara erangan itu semakin terdengar jelas. Pikiran buruk mendadak mengganggunya. Mengapa? Karena Yoona merasa mengenal suara itu. Ia mulai gelisah. Baru saja hendak melangkah, kedua lelaki dibelakangnya sudah lebih dulu menahan kedua tangannya. Dan tepat ketika itulah tampak olehnya Krystal tengah diseret paksa melewati sebuah pintu menuju ruangan dimana Yoona berada.
-
-
Mulutnya disumpel dengan kain. Tangannya diikat erat. Terlihat luka memar di wajahnya. Air matanya juga sudah berderai bebas. Tentu, Yoona merasa perih melihat semua itu. Matanya hingga tak berkedip mengamati kondisi tubuh Krystal yang sudah terkulai lemah.
"Eonni.." panggil krystal setelah seseorang melepaskan sumpelan kain di mulutnya. "eonni, pergi dari sini. Mereka akan melukaimu." raut ketakutan tergambar jelas di wajah manisnya. "eonni kumohon. Pergi dari sini.."
"Oo? Kau sudah datang?" ujar seorang lelaki tua yang baru saja tiba di ruangan itu. "akhirnya aku bisa melihatmu." Nada biacaranya memang terdengar santai. Wajahnya juga memperlihatkan senyuman. Tapi tangannya bertindak kasar. Dia menjambak rambut Krystal tanpa ampun. Tubuh Krystal sampai terseret akibat jambakannya.
"Apa yang sedang kau lakukan!" Yoona tak bisa bergerak sedikitpun dari sana. Kedua lelaki bertubuh kekar itu masih mengapit kedua lengannya.
"Hah, tidak usah sok peduli padanya. Nyatanya kau telah membunuh ayahnya." Perkataan lelaki tua itu membuat keberanian Yoona untuk berkata sirna. "kenapa hanya diam? Tentu saja, kau memang telah membunuh ayahnya."
"Berhenti mengatakan itu!" sembur Krystal yang setelah itu langsung mendapatkan tamparan keras di wajahnya.
"Aa, aku masih punya kejutan untukmu." Senyuman menjijikan kembali terlihat di wajah tua itu. "cepat bawa dia kesini!" Perintahnya dengan teriakan. Sedetik kemudian kembali terdengar erangan seseorang. Yang ketika tampak, sungguh membuat Yoona melemas. Somi tengah di seret paksa menuju ruangan itu. Masih lengkap dengan seragam sekolahnya yang sudah kotor. Tampak noda darah di beberapa sisi seragam sekolahnya.
-
-
Yoona merasakan detak jantungnya yang mendadak enggan berdetak. Nafasnya menjadi berat. Amarahnya sudah mengebu-ngebu dan sepertinya sulit untuk ia tahan. Keringat dingin mulai membasahi keningnya dan matanya perlahan terasa panas. Pertanda bahwa Yoona sudah sangat kesulitan menguasai dirinya.
"Kau mau menyelamatkan mereka? Apa kau bisa?" tanya lelaki tua itu sembari menghembuskan asap rokoknya ke wajah Somi.
"Aku sudah berada disini. Tak bisakah kau lepaskan saja mereka? Karena yang kau inginkan hanya aku." Yoona masih bersikap tenang.
"Tidak." Sahutnya dengan senyumnya yang sangat menjengkelkan. "aa, apa kau tahu? Merekalah yang memberikanku informasi mengenai keberadaanmu."
-
-
Gerak mata Yoona berhenti pada wajah si tua itu. Yoona masih berupaya untuk tetap tenang meskipun ia tidak yakin akan siap mendengar penjelasannya.
"Mereka memintaku untuk menangkapmu." hati Yoona terasa nyeri. Getar matanya menunjukan kekecewaan. "kau masih mau menyelamatkan mereka?"
"Gadis ini bekerja denganku. Pertemuanmu dengannya, itu atas perintahku." Ucapnya sembari menendang tubuh Krystal hingga membuat tubuh yang lemah itu terbaring di lantai yang kotor. "dan gadis berseragam sekolah ini. Memang aku yang menemukannya. Tapi dia juga memintaku untuk segera menangkapmu. Sepertinya dia sangat membencimu. Karena kau juga sudah membuat ayahnya terbunuh. Wah.. Kau hebat juga." Di tamparnya Somi hingga melemas.
"Kau masih ingin menyelamatkan mereka?" tanyanya lagi.
-
-
Yoona diam sesaat. Ia butuh bernafas untuk menenangkan pikirannya. Ia tahu itu, rasa sakit yang tengah mengiris hatinya sungguh menyakitkan. Tetapi dia harus bisa memahami itu. Mereka memiliki alasan.
"Biarkan mereka pergi dari sini terlebih dahulu." jawabnya dengan yakin.
"Memangnya apa yang akan kau lakukan setelah mereka pergi dari sini? Aa.. Kau mau berkelahi disini? Dengan anak buahku? Bagaimana ini? Anak buahku banyak sekali."
"Tidak masalah untukku. Asalkan mereka berdua baik-baik saja." karena terus-terusan ditantang, jiwa petarungnya pun muncul.
-
-
Si tua itu memerintahkan beberapa anak buahnya untuk memindahkan Krystal dan Somi ke sudut ruangan. Keduanya dipaksa duduk diatas kursi kayu dengan tubuh terikat pada sandaran kursi.
"Biarkan mereka pergi dari sini!" Yoona reflek bergerak maju. Kedua lelaki kekar yang sedang mengapit tangannya sampai terseret dengan tubuhnya. Ia berharap lelaki tua itu membiarkan Krystal dan Somi pergi dari sana-bukannya malah mengikat mereka di sudut ruangan itu.
"Tidak semudah itu. Setidaknya biarkan aku melihat seberapa hebat dirimu. Aa, kau mungkin tidak tahu. Kau ingat lelaki yang terakhir kau bunuh? Kau memutar lehernya hingga membuatnya tewas di tempat." Yoona diam menunggu kelanjutan perkataannya. "dia kakakku. Satu-satunya keluargaku. Dan kau telah membunuhnya."
"Dia telah membunuh ayahku!"
"Itu sudah resiko ayahmu! Dari awal bergabung bersama kami, kakakku sudah menjelaskan semuanya. Jika ingin keluar, maka harus mati. Dan sekarang saatnya kau yang mati. Aku sudah sangat geram padamu. Semuanya! Hajar dia!"
-
-
Sebelum ada pergerakan dari kedua lelaki yang sedang mengapitnya, Yoona hantam kepala lelaki yang berada disebelah kanannya dengan kepalanya. Belum sempat lelaki itu meringis, dengan gerakan yang sangat cepat Yoona piting tangan lelaki yang berada disebelah kirinya-yang masih mengapit lengannya. Yoona tendang kaki lelaki itu hingga membuatnya bertekuk lutut. Sebelum ada perlawanan, seperti kilat tangan Yoona memukul pundak lelaki itu yang entah mengapa membuat lelaki itu pingsan. Tepat ketika itu dengan insting yang kuat, Yoona layangkan tinjunya ke arah belakang tubuhnya-yang ternyata mendarat tepat ke kerongkongan lelaki yang tadinya ia hantam kepalanya. Lelaki itu terbatuk hebat hingga tersungkur lemas.
-
-
Masih berada di kursi dimana mereka diikat. Krystal dan Somi terdiam melihat semua itu. Itu adalah pertama kalinya untuk mereka melihat Yoona berkelahi. Bagi mereka, kini Yoona tampak berbeda. Yoona, terlebih sangat menakutkan. Tak hanya mereka berdua. Begitu juga menurut lelaki tua yang tak sadar tengah melangkah mundur menjauh dari Yoona.
"Apa yang sedang kalian lakukan?!! Cepat hajar dia!" bentaknya kepada anak buahnya yang hanya berdiri di belakangnya. Usai itu, perkelahian yang sesungguhnya pun dimulai.
-
-
Perkelahian itu terus berlanjut. Dengan amarahnya yang tak lagi terbendung, tanpa belas kasih Yoona menghajar mereka dengan seluruh tenaganya. Tak bisa dipungkiri, dirinya juga tidak bisa menghindar dari pukulan yang mereka layangkan padanya. Tapi itu tidak membuatnya melemah. Yoona semakin kejam ketika melakukan pukulan balasan.
-
-
Yoona sempat memanfaatkan sebuah balok yang ia patahkan menjadi dua bagian. Kedua balok itu cukup membantunya untuk menghadapi mereka. Dan ketika balok tak lagi ditangannya, matanya tak sengaja melihat keberadaan sebuah pisau di genggaman salah satu lelaki disana. Walau cukup sulit, Yoona berhasil merampas pisau itu.
-
-
Ketika itu Yoona tak sempat menghindar sehingga dirinya harus merelakan paha kanannya yang tersayat pisau mereka. Cukup menyakitkan memang, tapi yang tampak Yoona malah semakin menggila. Lengan, perut, kaki, bahkan leher mereka menjadi targetnya. Dengan mudahnya ia tancapkan pisau itu ke tepat ulu hati mereka lalu mencabutnya untuk menusuk ke tubuh lainnya. Benar-benar tak ada belas kasih. Matanya merahnya sudah memperlihatkan seberapa besar amarahnya pada saat itu.
-
Ttarrr! (suara tembakan)
-
Mata Yoona langsung mengarah ke si tua bangka itu. Benar sekali, dia sedang memegang sebuah pistol dengan raut wajah ketakutan yang sangat kentara. Mungkin dia baru menyadarinya, bahwa dia sudah meremehkan Yoona. Nyatanya hanya tersisa 3 anak buahnya yang sudah setengah sadar disana. Tunggu, dia melangkah menuju Krystal dan Somi!
"Kau tahu? Jika aku menarik pelatuk ini, mereka akan mati. Mudah sekali bukan?" ia mengarahkan pistolnya ke kepala Krystal dan Somi secara bergantian.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan!" langkah Yoona mematung ditempat ketika dilihatnya ujung pistol itu sudah menempel pada kepala Somi. Rasanya kini seluruh tubuhnya ikut terbakar.
"Aku hanya ingin kau mati! Hanya itu!"
-
-
Seketika wajah Yoona menjadi sayu. Dengan nafasnya yang tersengal-sengal, ia coba untuk menatap Krystal dan Somi. Mengamati keadaan kedua gadis itu, dengan berbagai pemikiran yang mulai mengacaukan nalarnya. Hatinya kembali terasa perih.
-
Tak seharusnya mereka mengalami hal mengerikan seperti ini.
-
Dengan wajah tenangnya, Yoona kembali menatap lelaki tua itu. "Lepaskan mereka terlebih dahulu."
"Eonni andwe! Andwe!" Krystal meronta-ronta dalam ikatan itu.
"Yak, cepat lepaskan mereka!" perintah si tua bangka kepada ketiga anak buahnya yang masih tersisa-meski terseok-seok, mereka segera berlari terpincang menuju Krystal dan Somi. Usai terbebas dari ikatan, Krystal berusaha berlari menuju Yoona, tapi dirinya sudah lebih dulu diseret menuju pintu keluar. Begitu juga dengan Somi yang sedari tadi hanya diam. Berusaha untuk tetap menutup mata dari kondisi Yoona.
"Aa, aku punya cara lain. Cara lain yang akan membuatmu lebih menderita." ia merogoh saku jas hitamnya yang setelah itu mengeluarkan sesuatu. Sebuah botol kaca berukuran kecil dengan cairan bening yang ada didalamnya. "minum ini." Ujarnya yang setelah itu melempar kearah Yoona-yang dapat Yoona tangkap dengan sangat mudah. Pertama, Yoona amati terlebih dahulu botol kaca itu.
-
Jadi ini adalah akhir dari hidupku?
-
Sesaat ia kembali teringat pada cerita yang tadinya ia dengar ketika masih di kantor polisi-yang disampaikan temannya ayah Sehun kepadanya. Cerita kelam yang selama ini tidak ia ketahui. Cerita kelam yang menjadi alasan kuat Somi untuk membencinya. Cerita kelam yang akan membuatnya semakin sulit untuk kembali kerumah itu.
-
<
-
<
-
<
-
-Flashback-
-
Ayah Somi adalah seorang detektif. Ayahnya sedang menyelidiki sebuah kasus yang bersangkutan dengan sekelompok mavia. Lokasi keberada mavia itu kebetulan berada satu kota dengan rumah sahabatnya-yang tak lain yaitu ayah Yoona. Mengingat sahabatnya itu sangat hebat dalam hal bela diri, karena itu dengan terpaksa ia meminta bantuan sahabatnya. Pada akhirnya, ayah Yoona pun menjadi pengawal bos mavia.
-
-
Pada malam kejadian itu. Ayah Somi juga berada disana guna merekam semua peristiwa kelam itu-dan ia harus melihat bagaimana sahabatnya terbunuh disana. Yang tak terduga, ia melihat kehadiran Yoona disana. Gadis itu dengan berani melawan mereka semua, hingga tak tersisa.
-
-
Tidak, sebenarnya mereka masih sangat banyak. Anggota mavia lainnya berada diluar gedung-yang dengan sangat sialnya mereka mengetahui keberadaan ayah Somi-yang tengah bersembunyi dibalik tembok pembatas bangunan. Mereka menyekap ayah Somi. Meminta ayah Somi untuk menyerahkan semua barang bukti. Mulanya ayah Somi menolak, namun mereka mengancamnya.
"Jika kau tidak melakukannya. Aku akan mengarahkan pistolku kepada gadis itu."
-
-
Tentu ayah Somi menyerah. Kematian sahabat sudah cukup menyiksanya. Ia tidak ingin gadis menyedihkan itu kehilangan masa depannya.
"Semuanya ada didalam mobilku." Itulah kata terakhir yang diucapkan ayah Somi. Setidaknya dengan menyelamatkan Yoona, dapat menghapus sedikit dosanya atas kematian sahabatnya. Sesuai yang ia duga, usai itu sebuah timah panas menembus jantungnya dan dalam beberapa saat menariknya dari kehidupan itu.
-
-
Mereka juga berniat membunuh Yoona. Tapi suara siriney mobil polisi terdengar nyaring dan membuat mereka kabur dari sana. Kematian ayah Somi memang terekam cctv. Tetapi tidak dengan apa yang terjadi pada Yoona didalam sana.
-
-Flashback end-
-
>
-
>
-
>
-
Yoona kembali mengamati botol kaca berukuran kecil yang berisikan sebuah cairan-yang katanya dapat merenggut nyawanya. Tentu, ada rasa takut untuk melakukannya. Tapi, jika mengingat perkataan polisi itu tadi, ia pasti tidak akan bisa hidup dengan tenang. Mengingat dirinya sudah menyakiti banyak orang-meski itu bukan keinginannya.
-
-
Ia alihkan pandangannya menuju pintu keluar gedung itu. Krystal masih berdiri diluar sana. Melihat kearah Yoona dengan deraian airmata yang sudah membanjiri wajah lesunya. Krystal menggelengkan kepalanya dengan kuat, meminta Yoona untuk tidak melakukan apa yang lelaki tua itu perintahkan padanya. Jauh dari Krystal, tampak Somi yang juga tengah melihat kearahnya. Raut wajah apa itu? Apa Somi sedang menyesali perbuatannya? Ya, benar sekali. Ia sangat menyesali perbuatannya tetapi tidak memiliki keberanian untuk menghentikan Yoona.
-
-
Dengan setetes airmata yang tengah mengalir, Yoona membuka tutup botolnya.
"Eonni andwe!!!" teriak Krystal yang sudah kehabisan tenaga untuk berlari menghentikan Yoona.
-
Deru nafas Yoona tak lagi beraturan. Begitu juga dengan debaran jantungnya. Tak ada satupun yang terlintas dipikirannya. Hanya, kesedihan dan kekecewaan. Sebuah pergerakan ia lakukan. Dengan satu tegukan, cairan mematikan itu pun masuk kedalam tubuhnya.
-
Hening.
-
Tidak. Hanya Yoona yang merasakan keheningan itu. Indra pendengarannya tak lagi bekerja. Tubuhnya menjadi kaku, bahkan jemarinya tak lagi mampu bergerak. Matanya perlahan mengabur. Diakhir pandangannya, tampak olehnya segerombolan polisi sedang berlari masuk kedalam gedung. Dan sedetik kemudian, dirinya menutup mata.
-
-
-
-
Continued..
-
-
-
Tinggal 1 chapter lagi ya..