Langit biru yang cerah menyinari pasir pantai yang putih bersih. Desiran ombak menyentuh kedua kakinya dengan lembut. Yoona tengah menatap langit. Mengamati keindahan awan diatas sana. Beberapa ekor burung tampak berterbangan. Kicauannya semakin menyejukkan hati.
-
-
Namun tiba-tiba saja wajahnya berubah sendu. Mata Yoona memerah juga bergetar pelan seakan kaget dengan apa yang tengah ia lihat. Dari sela awan, tampak kedua wajah orangtuanya sedang tersenyum kepadanya. Tergaris jelas raut kerinduan di wajah mereka yang kini mulai memanggil namanya. Ya, mereka terus memanggil namanya seakan memintanya untuk mengikuti mereka.
-
-
Air matanya pun tumpah. Hatinya terasa sakit. Ia merasa bimbang. Tentu ia ingin menghampiri orangtuanya, tetapi sesuatu didalam dirinya seakan sedang berusaha menahannya. Dengan berat hati, Yoona menundukkan kepalanya. Itu adalah penolakan darinya.
-
-
Angin sepoi-sepoi menerpa tubuhnya. Udara dingin pun mulai mengganggunya. Tapi tepat ketika itu, Yoona merasakan sesuatu. Tubuhnya terasa hangat. Seperti, ada seseorang yang sedang memeluknya. Benar sekali. Seseorang memang sedang memeluknya, dari belakang. Orang tersebut memeluknya sangat erat seakan tidak ingin kehilangannya. Dalam sepi Yoona dapat mendengar sebuah bisikan.
"Tetaplah bersamaku."
-
-
--
-
-
Seminggu lebih sudah Sehun menunggu Yoona di rumah sakit. Jika mengingat apa yang dokter katakan, kondisi Yoona sudah mulai membaik. Tapi Sehun harus tetap bersabar karena dokter belum mengijinkan Yoona untuk pulang. Kini waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam dan Sehun masih berada dirumah sakit. Masih duduk tenang di samping Yoona.
-
-
Ia genggam tangan Yoona yang tekulai tak bertenaga. Ditatapnya wajah manis itu. Tanpa ia sadari, setetes airmata mengalir begitu saja. Suara gemuruh terdengar hingga menggema diruangan itu. Sepertinya hujan akan turun lagi. Ya, belakangan ini Seoul terus-terusan di guyur hujan dan membuat udara menjadi sangat dingin meski masih berada di musim gugur.
-
-
Masih menggenggam tangan Yoona, Sehun alihkan sejenak pandangannya keluar jendela. Tampak olehnya langit malam yang tengah memperlihatkan kilat yang menakutkan. Sembari menghela nafas lelahnya, wajah sayunya kembali menatap Yoona. Yoona masih menutup mata. Padahal dua hari yang lalu Yoona sudah sadarkan diri. Tapi setelah itu hingga hari ini Yoona kembali tertidur panjang.
-
-
Beberapa hari yang lalu dokter mengatakan, itu adalah efek dari obat yang diberikan kepada Yoona. Gunanya untuk membuat Yoona beristirahat total dan tentunya dapat mengobati infeksi pada organ dalamnya terutama bagian pencernaannya. Bagaimanapun juga Yoona telah menelan racun berbahaya yang syukurnya ditangani cepat—karena polisi dan pihak medis tiba di lokasi pada saat yang tepat.
-
-
Sehun tersentak. Ia lihat jam tangannya. Tanpa ia sadari, 1 jam berlalu begitu saja. Lagi-lagi ia merasa enggan untuk melangkah pergi dari sana. Tangannya yang masih menggenggam tangannya Yoona masih bertaut erat seakan menggambarkan isi hatinya. Tadinya ia sudah mengatakan kepada Mari bahwa dirinya akan tidur dirumah. Tetapi dikarenakan rasa enggan yang terus melekat mantap, Sehun putuskan untuk tidur dirumah sakit lagi. Ya, ini hari ketiga dirinya tidak pulang kerumah—sebelumnya Somi lah yang menemani Yoona disana.
-
-
Mata Sehun berhenti berkedip. Mimik wajahnya mendadak kaku. Ia hanya fokus menatap sesuatu. Tangan Yoona. Ya, ia merasakan sesuatu tengah menggenggam tangannya. Benar bahwa ia memang sedang menggenggam tangan Yoona, tetapi ia merasakan hal lain. Ia merasa Yoona membalas genggaman tangannya. Benar sekali, jari telunjuk Yoona bergerak! Sehun reflek berdiri hendak menekan tombol bantuan. Tetapi genggaman tangan Yoona semakin terasa erat.
-
-
Hatinya mendadak menghangat. Matanya ikut terasa panas. Airmatanya yang sudah berkumpul disudut mata pun mengalir bebas. Mengapa? Karena akhirnya ia bisa bertatapan dengan Yoona. Ya, kini Yoona sedang menatapnya. Mulutnya bergerak hendak berkata. Tetapi tidak ada suara yang terdengar. Ia terlalu bahagia. Begitu juga dengan Yoona. Dalam diam, mereka saling membalas tatapan penuh kerinduan. Lama saling tatap, Senyum keduanya pun merekah. Tentu setelah itu Sehun langsung menekan tombol bantuan dan tak lama dari itu dokter tiba di kamar beserta perawat.
-
-
--
-
-
"Eonni, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu." Ujar Krystal yang sedari pagi sudah berada disana—yang sebelumnya sudah berbincang sangat lama dengan Yoona—juga termasuk meminta maaf atas semua perbuatannya kepada Yoona.
"Sudah, tidak perlu minta maaf lagi. Yoona eonni sudah muak mendengarnya." sambar Somi yang juga berada disana bersama Mari. Mendengar celetukan putrinya, tentu Mari langsung mencubit lengan Somi.
"Kau bahkan pantas meminta maaf padanya setiap hari!" bisik Mari geram.
"Aku akan segera menikah."
"Heeeee?" seru Mari dan Somi. Sedangkan Yoona hanya tersenyum, seakan sudah bisa menebak dengan siapa Krystal akan menikah. Begitulah sambutan hangat dari mereka kepada Yoona. Meski begitu, Yoona masih harus beristirahat. Jam jenguk juga masih sangat dibatasi. Dan tentunya, yang menjaganya adalah Sehun. Lalu dimana Sehun sekarang? Dia berada dirumah guna bersih-bersih sebelum kembali lagi ke rumah sakit.
-
-
Sudah seminggu sejak dirinya bangun dari tidur panjangnya. Yoona baru saja berbincang dengan dokter yang datang untuk memeriksanya. Kini jarum infus tak lagi terlihat di tangannya. Seperti yang dikatakan dokter, esok dirinya sudah bisa keluar dari rumah sakit. Kepergian dokter dari ruangan itu membuat Yoona tersadar akan sesuatu. Sehun masih tertidur lelap di sofa panjang.
-
-
Dengan semoyongan Yoona turun dari tempat tidur. Ia berjongkok dihadapan sofa. Mengamati wajah Sehun dari dekat. Alis tegas itu.. Mata indah itu.. Hidung macung itu dan bibir seksi itu.. Yoona merindukan semua itu. Ya, ia baru menyadarinya.
-
Dugg!
-
Dugg!
-
Dugg!
-
Jantungnya berdebar. Raut kaget tergambar jelas diwajahnya. Ia benar-benar tak percaya. Pada dasarnya jantung akan terus berdetak. Tetapi tidak sesemarak debaran jantungnya pada saat ini. Yoona menjadi kebingungan. Tentu kebingungan dengan kondisi jantungnya. Mengapa mendadak bekerja dengan sangat brutal seperti ini. Atau mungkin dirinyalah yang baru menyadarinya? Menyadari bahwa ternyata ia menyukai Sehun?
"Kenapa hanya menatapku?" Yoona reflek terduduk dilantai. Tampaklah manik coklat mata Sehun yang sedang menatap hangat wajahnya. Lagi-lagi mereka hanya diam dalam tatapan itu. Hal yang sudah sangat sering terjadi pada mereka belakangan ini. "kau sudah makan?" tanya Sehun. Yoona menggeleng pelan sembari mencoba untuk berdiri. Namun Sehun menarik tubuhnya hingga membuatnya terduduk disofa. Disamping Sehun yang juga sudah duduk.
"Apaan sih." Sikap juteknya kembali. Yoona hendak bangkit, tapi Sehun malah menggenggam tangannya.
"Mau kemana?" tanya Sehun dengan mimik wajahnya seakan berkata 'Jangan pergi.'
"Aku mau duduk di balkon."
"Tidak bisa. Diluar sedang hujan. Duduk disini saja denganku." ucapnya tegas. Tentu Yoona menatapnya keheranan. Ada apa dengan pria ini? Ketika itu, lagi-lagi mereka hanya saling tatap. Gejolak itu datang lagi. Sehun merasa sudah tidak dapat menahannya.
"Aku sangat meridukanmu." Kata Sehun akhirnya. Yoona tak berkedip dalam sesaat. Itu pertama kalinya Sehun mengatakan kalimat seperti itu padanya. Padahal mereka sudah bersama dirumah sakit itu selama seminggu lamanya. Tetapi tak ada obrolan serius yang terjadi. Lalu mengapa Sehun mendadak mengucapkan kalimat 'Rindu' kepadanya?
"Kenapa kau baru mengatakannya? Kau sudah—" perkataannya terhenti karena Sehun bergerak maju lalu memeluknya.
"Percayalah, aku tidak sedang bercanda." Ya, Yoona percaya itu. Karena nada suara Sehun saat itu benar-benar menggambarkan keseriusannya. Tapi, mengapa Yoona hanya diam? Tentu Sehun penasaran akan itu. Tanpa melepas pelukannya, dengan sedikit memberi jarak Sehun lihat wajah itu. Yoona sedang menangis. "kau kenapa?" Sehun menjadi cemas. Ia tidak pernah melihat Yoona menangis sebelumnya.
"Apa semuanya benar-benar sudah selesai?" tanya Yoona berbisik. Menatap Sehun dengan mata kucingnya yang menggemaskan.
"Apa maksudmu?"
"Tidak ada lagi yang kalian sembunyikan dariku?" rasa lelah tergambar jelas pada sorot matanya. "kenapa kau hanya diam? Katakan padaku jika memang masih ada yang tidak aku ketahui."
"Aku tidak pernah menyalahkanmu." Yoona senang mendengar itu. Tetapi hal lain merenggut ketenangannya.
"Tapi ibu dan adikmu tersakiti olehku."
"Dan itu bukan kemauanmu." Yoona menunduk lesu. Meskipun kini masalah tak lagi ada, tetap saja ia merasa khawatir. "Semuanya sudah berakhir." Sambung Sehun dengan nada suaranya yang terdengar begitu hangat.
"Kau sungguh akan itu? Benar-benar tak ada lagi yang tak aku ketahui?" Sehun tak dulu menjawab. Sepertinya ada yang terlupakan olehnya. Ada sesuatu yang menurutnya harus Yoona ketahui. Tidak, Sehun merasa ragu. Apakah dia harus mengatakannya atau melupakan niatnya itu. Tetapi sorot mata Yoona yang menggemaskan menepis keraguannya. Mulutnya yang tadinya berniat merapat malah menjadi berani untuk melontarkan kata. Kata yang akhirnya terlintas di pikirannya.
"Saranghae." Ungkapnya. "Saranghae. Hanya itu yang belum kau ketahui. Aku mencintaimu."
-
-
--
-
-
Dibalik selimut tebalnya Sehun terus mengulang kejadian itu. Dan heningnya malam memaksanya untuk mendengarkan detak jantungnya. Ini merupakan sesuatu yang amat meresahkan. Juga sangat mengesalkan.
"Kenapa dia hanya diam?!!" ia menggumal kesal. "Aish!!!" kesal karena tak juga merasa tenang. Sehun melangkah geram keluar dari kamarnya.
-
-
Daun kering berserakan diatas rerumputan. Ya, duduk di halaman depan rumahnya adalah pilihan yang terbaik. Sebenarnya udara pada malam itu lumayan menusuk, tetapi sepertinya Sehun akan tetap bertahan duduk disana. Menatap lesu kearah dan kering yang dipaksa jatuh oleh musim.
"Mau sampai kapan kau merenung seperti itu? Kau tidak kedinginan?" sapa Mari yang tengah melangkah menghampirinya. "Lagi pula, kenapa kau meninggalkan Yoona sendirian disana? Seharusnya kau mengatakannya kepada kami. Jadi eomma bisa menyuruh Somi untuk menggantikanmu." Sehun tak merespon pertanyaan itu. Karena kepulangannya kerumah juga atas keinginan Yoona. "Minum ini sebelum dingin." Diberikannya Sehun secangkir teh panas. "aa, kau sudah dengar itu?"
"Apa?" sahut Sehun hendak meraih cangkir.
"Yoona akan kembali ke Busan."
-
-
--
-
-
Di pagi hari yang masih sangat dingin. Hujan deras mengguyur hebat. Membawa angin dingin yang nyaris menusuk tulang rusuk. Sehun yang tak juga berhasil tidur sudah menyetir mobil menuju rumah sakit. Semalaman ia sudah sangat gerah, tak bisa menahan kakinya untuk segera menemui Yoona. Tentu karena keputusan mendadak Yoona yang ingin kembali ke kota asalnya.
-
-
Parkiran rumah sakit masih sangat sepi. Hanya beberapa mobil yang tampak di sana. Tanpa menggunakan payung, Sehun melangkah begitu saja keluar dari mobilnya. Tentu ia kedinginan. Tetapi rasa kesal dan sesal sudah terlanjur menyeruak didalam dirinya.
-
-
Kasur itu tampak rapi dengan selimutnya yang terlipat tepinya. Tak ada tanda-tanda keberadaan Yoona disana. Jantungnya pun mendadak memompa kuat. Matanya membesar mencari keberadaan wanita itu. Hembusan angin menyadarkannya. Terlihatlah pintu balkon yang terbuka. Dengan terburu-buru Sehun langkahkan kakinya mendekati pintu itu. Tampaklah Yoona disana. Tengah menikmati rintik hujan dengan mata tertutupnya. Sembari membuka jaket, Sehun hampiri Yoona.
"Tidak dingin?" sapanya yang sudah lebih dulu memakaikan jaket miliknya ke tubuh Yoona. Tentu saja Yoona kaget dengan kehadirannya dan hanya diam ketika Sehun menariknya masuk kedalam kamar.
"Kenapa?" tanya Yoona merasa asing dengan sorot mata Sehun kini.
"Jangan pergi." Ujar Sehun pelan. Untuk sesaat Yoona tak dapat menjawab perkataan itu. Tatapan Sehun. Ada sesuatu pada tatapannya. Sesuatu yang bar Yoona sadari. Sebuah ketulusan. Namun rasa bersalahnya menepis telak perasaan itu dan membuatnya kembali teguh dengan niat awalnya.
"Maaf, aku tidak bisa. Kembali ke Busan sudah menjadi keputusanku." Sehun mendengus penuh kekecewaan. Yoona sadari itu, mata Sehun memerah. Raut lelah semakin tergaris jelas di wajah tampan itu. Tentu itu sangat mengiris hatinya. Yoona tidak berniat untuk menyakitinya.
"Semudah itu kau pergi?" nada bicaranya dan kerutan dikeningnya semakin memperjelas keterpurukannya. Mata Yoona bergetar pelan. Menunjukkan bahwa ia benar-benar bisa merasakan kekecewaan Sehun padanya.
"Aa, kau kesini untuk menjemputku kan?" senyum paksa di wajahnya membuat Sehun tak berkutik. Wajah tampan itu tak lagi berekspresi. Tak kuat lagi, segera Yoona alihkan pandangannya. Sungguh, kini sesuatu tengah mengiris hatinya. Ia sangat menyesali perkataannya, tetapi ia tidak memiliki pilihan lain. "Aku sudah mengemas semua barang-barangku. Wah, aku sudah tidak sabar keluar dari rumah sakit ini—"
"Aku belum selesai bicara." suara terendah Sehun kembali terdengar. Yoona paksa untuk tidak menoleh padanya. Tetapi tak terduga, Sehun melangkah lalu berdiri menghadapnya. "Kumohon, jangan pergi." Suara Sehun bergetar. Airmata Yoona reflek mengalir. Ia tidak suka melihat Sehun tampak lemah seperti itu.
"Mianhae.." jawabnya sembari menahan tangis. Sehun pun mundur selangkah. Ia sudah berada pada titik terlemahnya. Ya, melihat Yoona meneteskan airmatanya tentu membuat Sehun terpaksa untuk menyerah. Menyerah untuk mempertahankan wanita itu.
-
-
--
-
-
Kereta melaju tanpa hambatan. Dari balik kaca ia menyaksikan keindahan alam yang tengah dilewati. Tak ada senyuman di wajahnya. Hanya ada raut suram dengan kekecewaan yang tak bisa bersembunyi dari raut wajahnya. Ya, Yoona kecewa dengan dirinya sendiri.
-
-
Yoona amati ponsel yang ada ditangannya. Hadiah dari Sehun sebelum mengantarnya ke stasiun tadinya. Ingat akan perkataan terakhir pria itu, Yoona buka memo pada ponsel itu—ada sesuatu yang pria itu tuliskan disana. Apa yang tengah ia baca tanpa sadar membuatnya tersenyum.
-
-
--
-
-
Belum berniat untuk langsung kembali kerumahnya. Yoona memilih untuk berjalan-jalan sejenak di lingkungan sekitar rumahnya. Menikmati keindahan gravity yang menghiasi hampir seluruh rumah disana. Tak hanya pada dinding rumah, juga di tangga bahkan di aspal. Lingkungan itu layaknya susunan permen yang membentuk pemukiman warga.
-
-
Ia tersenyum, tetapi tidak dengan gerak matanya. Sorot matanya terlihat lesu. Bagaimana pun kota itu adalah tempat kelahirannya. Banyak kenangan indah antara dirinya dan kedua orangtuanya disana. Yang nyatanya, kini dirinya tinggal seorang diri. Nafasnya menjadi berat. Kakinya tak lagi melangkah. Ingatan akan orangtuanya membuatnya matanya memanas. Sebelumnya ia tidak menyangka bahwa dirinya akan mudah bersedih seperti ini.
"Nona, dari pada melamun seperti itu. Kenapa kau tidak mencoba tteokbokiku saja?" tegur seorang nenek-nenek yang sedang berdiri dibelakang gerobak dagangannya—tepat lima langkah di samping Yoona. Tentu, tanpa ragu Yoona langsung memesan satu porsi. "anda tinggal disini, Nona? Wajahmu tampak familiar." Tanya nenek tersebut sembari meracik tteokbokinya.
"Rumahku beberapa lorong diatas sana." Sahut Yoona ramah. Si nenek berhenti bergerak sejenak. Memandangi wajah Yoona mencoba mengingat sesuatu sebelum akhirnya mendesah menyerah.
"Ingatanku sudah sangat melemah. Tapi wajahmu benar-benar familiar untukku. Dweso, makan ini. Aku taruh odeng lebih banyak untukmu." Yoona hanya tersenyum—tak berniat untuk mengatakan lebih jauh mengenai siapa dirinya.
-
-
Yoona duduk dikursi plastik—satu meja dengan barang dagangan si nenek. Tanpa bicara, ia menikmati santapannya dengan tenang. Si nenek yang tampak santai—karena sepinya pelanggan—sedang mendengarkan radio melalui ponselnya. Tangan keriputnya menyentuh kasar layar ponselnya, berniat mengganti saluran. Matanya yang sedang menyipit mendadak membentuk senyuman.
"Tentu saja. Disaat bosan kita harus mendengar lagu ini." Dan terdengarlah musik berisik yang selama ini tidak pernah cocok dengan selera Yoona. Bigbang – Bang Bang Bang.
-
Apa aku tidak salah dengar? Seorang nenek-nenek mendengar lagu yang seperti ini?
-
Batin Yoona yang termenung sejenak melihat senyum cerah nenek itu. Tidak ada pilihan lain, dia harus melanjutkan santapannya. Ia percepat mulutnya agar mengunyah lebih giat. Sebelum hatinya bergejolak—karena sesungguhnya lagu yang sedang diperdengarkan dapat membuatnya mengingat seseorang.
-
-
Saat ini Yoona tengah duduk di teras rumahnya. Bersama sebotol soju yang ia beli disaat melewati supermarket langganan ibunya. Dapat ia dengar perbincangan wisatawan yang tengah melewati rumahnya. Meski pada saat itu sudah malam hari, Gamcheon—lokasi rumahnya—akan jauh lebih indah dikarenakan lampu hias yang menghiasi area kawasan itu. Maka itu wajar saja jika situasi disana masih sangat ramai. Mungkin itu juga penyebab dari beberapa penduduk yang memilih mengosongkan rumah mereka—kecuali Yoona.
-
-
Ia teguk soju langsung dari bibir botolnya. Dengan pikiran kosong dan hati yang tentram, Yoona terus meneguk hingga disaat tegukan terakhir, ia mendadak mengingat sesuatu. Ia kembali mengingat perkataan terakhir Sehun. Mengenai memo yang pria itu tulis di ponsel miliknya—ponsel pemberian Sehun. Ia baca kembali isi dari memo itu. Alisnya mengerut sedangkan bibirnya mengulaskan senyuman.
-
Hah, memangnya aku bocah ingusan yang harus diingatkan seperti ini. Batinnya lalu meneguk habis sisa sojunya.
-
"Yoona-a.. Kau dimana?" seseorang memanggilnya dari arah luar pagar rumahnya. Membuatnya tersedak diakhir tegukannya. Diletakkannya botol soju yang sudah kosong. Baru saja hendak bangkit, seorang wanita setengah baya—berbadan gempal dan berambut keriting—sudah berdiri dihadapannya.
"O-mo, ahjumma? Ada apa?" pertama kali dikunjungi seseorang dirumah itu membuatnya cukup kaget.
"Mian, aku tidak bermaksud mengganggumu. Tapi, apa aku boleh numpang nonton drama dirumahmu?" Yoona berkedip tak percaya dengan apa yang ia dengar. Wanita gempal ini datang menghampirinya dengan eskpresi yang sangat menegangkan, tetapi hal itu hanya dikarenakan sebuah serial drama di televisi? "drama ini benar-benar spesial. Aku tidak boleh melewatkan satu episode pun. Yoona-a, kumohon. Kalau saja sedang tidak ada pertandingan bola, aku sudah menguasai televisi dirumahku. Tapi kini suami dan anak laki-lakiku sudah mengambil alih. Aku tidak punya pilihan lain selain menumpang menonton disini." Keseriusan si gempal membuat Yoona lupa bernafas—bahkan tak berkedip.
"Ne—" tampak kaku meski sudah berusaha bersikap santai. "silahkan." Yoona hanya mampu mengatakan satu kata. Layaknya pesawat tempur, si gumpal sudah menghilang diikuti dengan teriakan histerisnya—karena tidak sabar untuk melihat pria pujaannya di layar kaca. Sesaat terpikirkan oleh Yoona, selama ini dirinya tidak pernah terlalu mencintai sesuatu hingga bertindak seperti itu. intinya, hidupnya datar tak menarik—kecuali peristiwa kelam itu. Tidak. Yoona akui itu. Kehidupannya di Seoul jauh berbeda. Ya, dia merasa bahagia disana.
-
Huh..
-
Dadanya terasa berat dan secara bersamaan sesuatu menggelitik perutnya. Perasaan aneh itu membuat suasana hatinya menjadi melankolis. Yoona termenung lama diluar sana. Dalam renungannya, ekspresi wajahnya menunjukkan seakan dirinya tengah fokus pada sebuah pemikiran. Yang diakhir kesadarannya, Yoona tampak kaget hingga menggelengkan kepalanya.
-
Ada apa denganku? Kenapa aku memikirkannya?
-
Ya, sedari tadi tanpa ia sadari dirinya memikirkan Sehun. Pria yang mulanya sungguh mengusik ketenangannya, tapi nyatanya kini dirindukannya. Seketika suasana menjadi sepi. Tak terdengar lagi suara dari wisatawan. Didalam sana si gempal juga tak mengeluarkan suara. Barulah Yoona rasakan, seperti apa rasanya kesepian. Ya, ia baru menyadarinya. Diraihnya ponsel pemberian Sehun. Sorot matanya tampak ragu, tapi jemarinya mulai menelusuri isi dari ponsel itu.
-
-
Galeri foto sudah dipenuhi dengan wajah pria itu. Dengan berbagai macam ekspresi yang sialnya tidak mengurangi ketampanannya. Terlalu menyesakan melihat wajah itu, Yoona buka daftar lagu. Hanya ada 1 buah lagu disana.
"Lauv? I like me better?" Yoona merasa asing. Tentu saja, hampir dikatakan dirinya tidak pernah mendengarkan musik apapun—kecuali disaat ia berada di Seoul. Ia sentuh tombol play dan musik mulai melantun.
-
-
Setiap kalimat pada lagu itu mulai menjeratnya. Entahlah, ia merasa bisa merasakan setiap pesan yang disampaikan penyanyinya. Meskipun bahasa inggrisnya tak terlalu bagus, tetapi lagu itu cukup mudah untuk dipahami. Tetapi, sesaat terpikirkan olehnya. Mengapa Sehun mengisi daftar lagu hanya dengan lagu ini? Mungkinkah lagu ini merupakan penyampaian isi hatinya secara tidak langsung.
-
-
Yoona tersenyum. Ia sudah berusaha untuk tidak jatuh terlalu dalam, tapi nyatanya kini ia terus mengulang lagu itu. Brukk! Ponsel itu mendadak mendarat kelantai.
"Apaan ini, ada apa denganku?" Yoona malah merasa geli dengan sikapnya sendiri. Ya, dengan refleks ia melempar ponsel yang tak bersalah itu. Lucunya, musik tetap terdengar. Tubuhnya kembali menggelepar geli dan dengan gerakan cepat ia raih kembali ponselnya lalu menghentikan lagunya. Terdengarnya sisa deru nafas lelahnya. Disaat itu, terlintas dipikirannya.
-
Kenapa didalam hening sekali? Apa ahjumma ketiduran?
-
Merasa penasaran, Yoona langkahkan kakinya masuk kedalam rumahnya. Dilihatnya si gempal tengah duduk diatas sofa denga sekotak tisu—milik Yoona. Saking seriusnya, ia bahkan tidak menyadari kehadiran Yoona yang sudah duduk disampingnya. Membuat Yoona penasaran, ia pun mencoba untuk ikut menonton drama itu.
-
-
Sudah 15 menit berlalu dan Yoona masih belum bisa menemukan jawabannya—jawaban mengapa si gempal menangis tersedu-sedu seperti itu. Mata Yoona masih sangat segar tanpa airmata, tak seperti si gempal yang sudah bergelimang airmata. Merasa bosan, Yoona bangkit dari duduknya berniat keluar dari rumah itu untuk menikmati angin malam. Namun tepat ketika itu, tiba-tiba saja si gempal berteriak histeris. Membuat Yoona kaget bukan main yang sedetik kemudian merasa kesal, karena penyebab teriakan itu adalah adegan ciuman yang sedang berlangsung.
"Aish, ahjumma! Kenapa harus berteriak!" bentaknya yang benar-benar kesal serta geli dengan tingkah wanita tua tak ingat umur itu.
"Ehei.. Kau ini sungguh aneh. Ketika adegan ciuman berlangsung, semua wanita normal pasti akan bereaksi sama sepertiku."
-
Wanita normal?
-
Yoona mendadak merasa dilecehkan. Memangnya aku tidak normal?!!
-
Matanya membesar karena menahan sumpah serapah. Tapi tunggu, kenapa Yoona menjadi sangat sensitif seperti itu? Biasanya dirinya akan sangat tenang dalam menghadapi segala macam gangguan.
-
-
Meski sedang kesal, tetap saja kakinya tak melangkah sedikitpun. Yang terlihat Yoona malah kembali duduk disamping si gempal. Lanjut menikmati tontonan itu yang adegan ciumannya tak juga usai. Aneh. Ada yang aneh. Jantungnya berdebar. Ya, tentu saja jantung berdebar. Namun, detak jantungnya kini diatas normal. Yoona, benar-benar berdebar.
-
-
Mata Yoona kembali melotot ekstra. Sesuatu baru saja terlintas di ingatannya. Ingatan itu membuatnya tak bergerak dalam beberapa saat. Oh my god.. Pipinya memerah!
"Mwoya, lihat pipi merahmu. Nyatanya kau juga menikmati tontonan ini." Ujar si gempal usai melirik Yoona. "geurae, lumatannya benar-benar menggairahkan. Dia tampak sangat seksi dengan permainan bibirnya. Andaikan saja suamiku ahli dalam hal itu.."
-
Ada apa denganku??? Kenapa kini wajahnya mengisi pikiranku?!!
-
Yoona terloncat kesal hingga berdiri dengan tegak. Gerah. Ya, dia merasa gerah. Di malam musim gugur seperti itu tentu sangat aneh jika melihat seseorang merasa gerah. Suhu pada saat itu nyaris mendekati minus. Tak mampu menahan keresahan itu, dengan terburu-buru ia keluar dari rumahnya. Menuruni anak tangga—rumahnya berada di atap pemilik bangunan. Dihadapan jalanan yang sepi, ia hembuskan nafasnya sepanjang mungkin. Ia lakukan hal itu hingga berulang kali.
-
Pergilah. Pergilah dari pikiranku..
-
Begitulah mantra yang ia sebutkan. Nyatanya tak berhasil sama sekali. Wajah tampan itu sudah kekal di pikirannya, melayang-layang disekitar kepalanya. Yoona langkahkan kakinya dengan gusar. Yang perlahan tampak tenang, mungkin ia sudah menyerah. Ia memilih untuk menikmati perjalanan itu.
"Bertahanlah! Kita akan segera tiba di klinik!" seru seorang laki-laki yang sedang berlari melewatinya dengan menggendong seorang wanita dipunggungnya. Dapat terlihat olehnya ekspresi khawatir di wajah pria itu.
-
-
Aneh sekali. Matanya terasa panas. Sesuatu mendadak memburunya. Tampak enggan tetapi penasaran, ia rogoh saku celananya. Kosong. Kini ia merogoh saku jaketnya. Juga kosong. Sorot matanya berubah seketika. Yoona menjadi sangat serius. Meski awalnya ragu, tapi kini kakinya sudah berlari kencang menuju rumahnya.
-
Menaiki tangga tanpa jeda. Kakinya bergerak dengan sangat cepat.
-
Dimana ponsel itu? Dimana ponsel itu?
-
Batinnya yang terburu-buru. Pada akhirnya ia menemukan ponselnya terletak asal dibawah tempat duduk lesehan—tempat dimana tadinya ia bersantai. Hal pertama yang ia lakukan pada ponsel itu, membaca pesan yang Sehun tinggalkan untuknya. Pesan yang sudah pernah ia baca, dan kini ingin ia baca kembali.
-
-Jangan makan tteokbokki! Kecuali sausnya yang manis.
-
-Jangan minum sendirian! Kecuali ada aku.
-
-Jangan nonton drama romantis! Kau akan mengingatku.
-
-Jangan mendengar lagu romantis! Kau pasti akan langsung mengingatku.
-
-Jangan cemburu pada siapapun! Aku sudah sangat mencintaimu. Perasaanku ini tidak ada duanya.
-
-Jangan coba untuk memikirkanku! Jangan!
-
Tapi..
-
Jika kau memikirkanku, walau hanya sesaat, bisakah kau menghubungiku? Aku berjanji, aku akan langsung menghampirimu. Aku bersungguh-sungguh.
-
-
Perlahan ia buka kontak yang ada di ponselnya. Bibirnya mengulas senyuman. Hanya ada nomor Sehun disana. Gerak jemarinya tampak risau. Jempolnya bergerak kaku diatas layar ponselnya.
-
Bahkan belum sehari, aku sudah merindukannya? Aku.. Aku merindukannya?
-
Tanpa sengaja jemarinya menyentuh layar ponsel dan seketika ponselnya segera menghubungi nomor Sehun. Pada detik itu juga jantungnya berhenti bekerja.
-
-
--
-
-
Udara dingin berhembus mengenai wajahnya. Hal itu membuatnya terbangun dari tidurnya dan baru menyadari bahwa dirinya tidak mengenakan selimut. Sembari menggigil, Yoona berlari kecil menuju kamar mandi. Ia basuh tangan dan wajahnya dengan air hangat.
-
Hah.. Aku nyaris membeku. Kenapa pagi ini sangat dingin?
-
Ia segera keluar dari sana. Tampaklah olehnya jendela kamarnya yang tidak tertutup. Pantas saja kamarnya terasa sangat dingin, karena angin dapat masuk dengan mudahnya.
-
Oo? Hujan?
-
-
Baru disadarinya. Hujan tengah turun diluar sana. Cepat-cepat ia tutup jendela kamarnya. Jika tidak, mungkin saja sesaat setelah itu tubuhnya perlahan akan membeku kedinginan. Ia buka lemari pakaiannya. Terlihatlah pakaian miliknya—yang sudah tak tersentuh selama 8 tahun lamanya. Semua pakaian yang ada didalam lemari itu tersusun rapi—yang merupakan sentuhan akhir dari ibunya sebelum tiada.
-
-
Yoona tersenyum. Tak ada sirat kesedihan, hanya kerinduan yang tergaris jelas di mimik sendu wajahnya. Ia kenakan jaket tebal favoritnya. Jaket berwarna hitam yang nyatanya masih cocok dikenakan di tubuhnya kini. Yoona melangkah keluar dari kamarnya dan betapa kagetnya ketika melihat kondisi di ruang keluarga. Tisu bekas berserakan di meja dan di lantai. Tentu saja, itu ulah si gempal yang pergi begitu saja tanpa bertanggung jawab atas perbuatannya. Sambil menghela nafas menahan kesal, segera ia atasi kekacauan itu.
-
-
Satu plastik sampah dipenuhi dengan tisu bekas dan sampah cemilan. Mulut Yoona bergetar melihat betapa banyak dosa yang si gempal tinggalkan dirumahnya. Lagi-lagi hanya bisa menghela nafasnya. Meski tak rela diperlakukan seperti itu, dirinya hanya bisa bersabar. Dengan rasa kantuk yang tertinggal, Yoona keluar dari rumahnya hendak membuang sampah pada tempatnya.
-
-
Ia menuruni tangga dengan sangat hati-hati—karena masih sangat mengantuk—juga karena udara yang kurang bersahabat. Langkahnnya terhenti di pertengahan anak tangga. Ada seseorang disana. Tengah meringkuk satu anak tangga dibawahnya.
"Jogiyo.." tegurnya. "Jogiyo.. A-ahjussi?" tegur Yoona lagi. Tak terlihat wajah dari orang tersebut. Bahkan bentuknya juga tak jelas, karena orang tersebut meringkuk dengan sangat sempurna hingga berhasil menyembunyikan wajah dan tubuhnya. Yoona diam sesaat. Tentu ia merasa terganggu. Kenapa juga harus tidur di tangga rumahnya. "hei kau yang sedang tidur.." tetap tidak ada reaksi apapun. "aish! Ahjussi! Pinggirlah! Kau menghalangi jalanku!" bentaknya yang sedetik kemudian melotot ekstra. "Astaga! Yak, sedang apa kau disini?" karena tubuh yang tadinya meringkuk kini telah memperlihatkan wajahnya.
"Aku kedinginan." Ujar orang tersebut yang ternyata adalah si tampan Oh Sehun.
-
-
--
-
-
Sehun baru saja terbangun setelah tadinya tertidur pulas usai Yoona baringkan tubuhnya di kasur di kamar gadis itu. Rumah itu terlihat sepi. Hanya suara hujan yang terdengar. Ia singkirkan selimut yang tengah menyelimutinya.
-
-
Berapa lapis selimut yang dia berikan padaku? Karena tangannya tak usai menghitung lapisan selimut yang ada diatas tubuhnya.
-
-
Kenapa harus sebanyak ini? Oo? Apa ini? Dan baru disadarinya. Sesuatu menempel di keningnya. Plaster penurun panas.
-
Aku demam?
-
Ketika itu juga baru disadari olehnya. Rumah itu terlalu sepi. Hanya suara hujan yang menemaninya. Mengingat hujan, ia menjadi mengagumi dirinya—karena telah berjuang menahan dinginnya air hujan yang telah menghujani tubuhnya hampir 5 jam lamanya—hanya untuk bisa bertemu Yoona. Tapi bodohnya, sebenarnya ia tidak harus menunggu didepan pagar rumah itu. Sehun bisa saja menyewa penginapan yang terdapat di lingkungan itu.
-
-
Ia keluar dari kamar. Diamatinya segala sesuatu yang dilewatinya. Rumah itu tampak rapi—tidak seperti rumah yang sudah ditinggal lama oleh penghuninya. Langkahnya berakhir didapur yang meja makannya kosong—bahkan debu pun tidak ada. Sehun mendadak jengkel. Setelah kehujanan tentunya ia merasa lapar. Tapi dapur itu tidak menunjukan keberadaan makanan. Lemari esnya juga hampa.
-
-
Pada detik itu firasat buruk terlintas dipikirannya. Kakinya bergerak cepat melihat rak sepatu yang terletak dekat dengan pintu keluar rumah itu. Hanya ada sepatu miliknya disana. Tampak juga olehnya dua buah payung di tempatnya. Sehun menghela nafas lelah. Lelah dengan sikap acuh tak acuh Yoona—yang sejak dulu memang tidak terlalu memperdulikan tubuhnya. Begitulah firasat Sehun saat ini. Tanpa berpikir panjang, segera Sehun gunakan sepatunya lalu meraih kedua payung dari tempatnya. Ia pakai satu payung untuk memayunginya dan setelah itu sudah melesat pergi.
-
-
Jalanan tampak sepi. Banyak orang menepi guna menghindari hujan dan beberapa lainnya menembus hujan dengan payung. Seperti yang tengah ia lakukan. Saat itu hujan cukup deras. Sangat deras hingga membuat jarak pandang menjadi terbatas. Meski begitu, Sehun terus melangkah maju. Mencari keberadaan Yoona, yang entah mengapa kini semakin ia risaukan.
-
-
--
-
-
Yoona masih berdiri disana. Di teras toko guna berlindung dari air hujan yang tampaknya tak juga mereda, malah semakin deras. Situasi itu membuatnya khawatir, tentu menghkawatirkan pria itu. Oh Sehun. Tubuh pria itu sangat panas. Sepertinya ia sudah menahan demam tinggi itu berjam-jam lamanya.
-
-
Sorot mata Yoona menjadi serius. Terus berlindung seperti itu hanya akan membuang-buang waktunya. Begitulah yang Yoona pikirkan. Ia ikat plastik kresek yang ada ditangannya. Ia ikat seerat mungkin, berusaha membuat bubur kacang merah yang baru saja dibelinya tetap hangat—walau jelas sekali bubur itu pasti akan segera dingin. Setidaknya bubur itu masih bisa dipanaskan diatas kompor. Sudah merasa sangat yakin dengan tekatnya, kaki jenjangnya segera berlari kencang.
-
-
Tubuhnya menembus air hujan yang sayangnya dalam beberapa detik kemudian berhasil membasahi sekujur tubuhnya. Sudah ia duga, air hujan di musim gugur sangat dingin dan ini pertama kalinya ia berlari dibawah hujan tanpa payung. 2 menit berlalu dan tubuhnya sudah nyaris membeku.
-
-
Ketika itu jauh dari pandangannya tampak sesosok laki-laki tengah melangkah menujunya. Langkah cepat Yoona perlahan melambat, ia merasa mengenal sosok tegap yang ada jauh dihadapannya itu, dengan sebuah payung melangkah tenang menghampirinya. Sesuatu berdesir didalam tubuhnya. Hatinya menghangat. Tak ia sadari, ia sudah berdiri disana. Tak bergerak sedikitpun dari posisinya. Menunggu pria itu tiba dihadapannya.
-
-
Tampaklah oleh Yoona , Sehun yang sudah berdiri menghadapnya. Dengan sangat jelas wajah tampan itu memperlihatkan kecemasan padanya. Tanpa mengatakan apapun melepas jaket yang ia kenakan lalu memakaikan ke tubuh Yoona. Usai itu menarik Yoona untuk lebih mendekat dengannya—agar payung yang ia gunakan bisa memayungi mereka berdua. Digenggamnya tangan Yoona lalu mulai melangkah menuju rumah.
"Bodoh." Gumam Sehun yang tentunya diperuntukkan kepada Yoona. Tak memberikan reaksi apapun, Yoona hanya diam. Mengapa? Karena ia sedang menikmati kehangatan dari genggaman tangan Sehun.
"Apa kau tidak tahu berapa suhu saat ini? Kau mau mati kedinginan?!" bentak Sehun mendadak, juga mendadak berhenti melangkah untuk memperlihatkan ekspresi kesal diwajahnya. Yoona semakin terdiam dibuatnya. Aneh memang, tapi apa yang sedang dilakukan pria itu malah membuat Yoona merasa.. Terpana?
"Tak bisakah sekali saja berhenti membuatku mengkhawatirkanmu? Dengan baju setipis ini!"
"Aku pergi untuk membelikanmu bubur." Sahut Yoona akhirnya. Memperlihatkan plastik kresek yang ada ditangannya. "aish.. apa ini masih bisa dimakan?" ujarnya pada dirinya sendiri, mengamati plastik kresek yang sudah basah lalu kembali menatap wajah Sehun. Pria itu sedang memejamkan matanya sejenak sebelum kembali membalas tatapannya.
"Kita kembali kerumah dulu." Sehun pun lanjut menuntun langkah mereka.
-
-
Tangannya terus menggenggam erat tangan Yoona. Menyadarinya atau tidak, Yoona tampak nyaman dengan perlakuan pria itu. Dalam langkahnya, Sehun sempatkan untuk melirik Yoona—yang ternyata sangat menikmati perjalanan mereka. Yoona terlihat tersenyum sembari mengamati kepingan air hujan yang jatuh—bahkan mengenai bahunya. Sesuatu didalam tubuhnya kembali berlaku brutal. Ya, sebenarnya sejak tadi jantungnya tak juga bersikap normal. Sehun merasa sesak, entahlah. Ada hasrat yang tengah memburunya dan itu sangat menyesakkan. Genggaman tangannya terlepas begitu saja, kakinya pun tak lagi melangkah. Dan ketika itu juga Yoona ikut berhenti melangkah.
-
-
Raut wajah Yoona menunjukkan seakan dirinya tengah teringat pada satu hal_yang dengan reflek langsung ia tanyakan. "Kenapa kau kesini?" ia tatap Sehun yang sesaat kemudian membalas tatapannya.
"Bukankah kau yang menginginkannya?" Yoona mematung. Itu benar dan tentu saja ia tidak bisa menjawab dengan jujur. Melihat sikap diamnya, Sehun malah bergerak lebih mendekat. Tentu mendekati wajahnya. "Kau merindukanku ya?" Yoona tertegun. Ia tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti itu. Ya, tentu saja ia merasa malu untuk menjawabnya. "Baiklah, tidak masalah jika kau tidak menjawab pertanyaanku. Teleponmu pada malam itu sudah cukup membuktikan kerinduanmu padaku. Aish.. Bahkan belum satu hari kau sudah sangat merindukanku. Apa jadinya jika aku tidak langsung menghampirimu kesini?" pipi Yoona merona seketika. Sehun mengalahkannya dengan telak. Ia benar-benar tidak bisa menyangkal semua itu. Tak kuat menatap wajah tampan itu, Yoona alihkan pandangannya—tapi bahkan tak sempat mengedipkan mata, Sehun sudah memeluknya—tanpa melepas payung yang sedang memayungi mereka.
"Yak.. Kau masih demam." Ujar Yoona akhirnya. Tubuh laki-laki memang hangat, tetapi yang Yoona rasakan kini tak lagi hangat. Tubuh Sehun sangat panas.
"Nikmati saja kehangatan tubuhku."
"Yak.. Aku serius. Kita pulang sekarang. Kau harus kembali istirahat."
"Tunggu." Tahan Sehun. Ia tatap kembali wajah Yoona. Kali ini sorot matanya jauh lebih serius. "Sejak dulu aku sangat ingin melakukan sesuatu." Suaranya merendah. "Jika aku sudah menemukan wanita yang aku cintai," hati Yoona bergetar mendengarnya. "Aku ingin menciumnya ditengah-tengah hujan." Dugg! Nafas Yoona tertahan di tengah tenggorokan. Matanya terpaku pada manik coklat milik pria tampan itu. Seakan menjeratnya hingga membuatnya tak menyadari bahwa kini sesuatu tengah melumat lembut bibirnnya.
-
-
Senyap. Tak ada hujan, tak ada lagi udara dingin. Hanya ada mereka berdua dengan sentuhan lembut yang mendebarkan. Tubuh keduanya menghangat dengan sendirinya. Sentuhan itu pelan namun dalam. Kelembutannya menunjukkan rasa sayang yang berlebihan—seakan takut menyakiti jika berbuat lebih.
-
--
-
--
-
--
-
[Epilog]
-
Musim gugur kembali menyapa. Udara perlahan menjadi sejuk dan hujan mulai sering turun. Banyak dedaunan yang berubah warna, ada juga yang berguguran sehingga membuat suasana menjadi indah yang biasanya disebut romantis. Satu tahun sudah berlalu. Mereka melewatinya bersama-sama. Ikatan kasih mereka semakin kuat. Hingga banyak perubahan baik yang terjadi, mereka semakin terlihat sempurna.
-
-
Yoona sudah kembali ke Seoul. Ia memutuskan untuk kembali setelah Sehun terus-terusan mengganggunya. Dan selama setahun juga ia memulai lembaran baru. Ia bekerja sebagai pelatih bela diri di sekolah Somi. Berkat bantuan Jongin tentunya. Penampilannya juga sudah sangat mengalami perubahan. Ya, rambutnya sudah panjang. Membuatnya tampak anggun ketika rambutnya digurai bebas. Dengan sedikit polesan makeup, Yoona berubah menjad gadis dewasa yang manis.
-
-
Hal yang harus Sehun hadapi setiap harinya, yaitu menunggunya. Seperti saat ini, Sehun sudah berusaha untuk tetap bersabar menunggunya. Hampir satu jam ia sudah menunggu. Yoona tak juga keluar dari kamarnya. Sehun mulai tak sabar dan langsung menerobos masuk kedalam kamar Yoona. Ternyata Yoona sedang bercermin.
"Kau sedang apa? Kenapa lama sekali?"
"Mianhae. Ayo pergi sekarang."
"Kenapa rambutmu tidak diikat saja?"
"Kenapa? Apa salah jika rambutku dibiarkan seperti ini?"
"Kau terlihat cantik dan itu berbahaya untukku. Akan semakin banyak pria yang mengganggumu. Aku sudah sangat kerepotan melihatnya. Lagi pula, kenapa kau jadi gemar berdandan! Ini pasti karena eomma! Ikat rambutmu! Jika tidak, aku tidak akan mengantarmu! Aa, dan juga wajahmu. Aku tidak mau melihat wajahmu seperti itu. Hmm, maksudku, hapus makeupmu! Disana kau hanya melatih mereka berkelahi, bukannya berdandan!" celotehnya tanpa putus lalu melesat pergi dari sana.
"Mwo? Hah." Yoona masih sangat bersabar. Tidak biasanya ia bisa menahan sumpah serapahnya—seperti yang selama ini sudah sering ia lakukan kepada si menyebalkan Oh Sehun.
"Aa, bila perlu potong rambutmu seperti satu tahun yang lalu. Aku tidak suka melihat rambutmu yang sekarang." Teriak Sehun dari luar.
"Yak!!!"
-
-
-
-
-
The End
-
-
-
-
-
Akhirnya setelah menunggu sangat lama, kakak-kakak semua bisa baca bagian akhir cerita ini.
Maaci ya sudah mau menunggu. Hehe..
Mari lanjut ke cerita lain..
-
-
-
-
-
Btw, saya sudah terbitkan buku. Judulnya White Romance. Untuk pembelian bukunya pre-order langsung ke penerbitnya. Tapi jika tidak ingin menunggu, kakak2 bisa beli dalam bentuk E-Book.
Belinya di Play Buku (download dulu aplikasinya di play store)
Harga E-Book White Romance murah kok. Hanya RP 51.000 saja.
Bagaimana dengan isi ceritanya? Dijamin mantaps.
Karena White Romance karya terbaik yang saya buat sejauh ini.
Maaci.. ^^