Note 3

Seoul, Korea Selatan.

Backstage panggung dipenuhi orang-orang yang tampak gelisah. Beberapa dari mereka baru pertama kali tampil di depan layar. Bahkan penyanyi lama masih memiliki moment gugup sebelum tampil. Kru-kru yang berlalu lalang tersenyum menyemangati mereka. Ada juga beberapa penggemar yang membantu sebagai pengalih perhatian.

Semua itu seperti tidak ada hubungannya dengan Tatsuya Hiro yang saat ini duduk menunggu di sudut. Tangannya terlipat di depan dada dan matanya terpejam.

Pasalnya grup band jalanan yang dia bergabung tidak terlalu lama yang lalu telah mendapat kesempatan untuk dikenal publik. Hiro tidak terlalu bersemangat tentang prospek itu. Dia menyukai musik, terutama permainan gitar, tapi dia tidak ingin dikenal. Dia seorang pemain pendukung. Dan menjadi pusat perhatian tidak menarik minatnya. Terutama dengan wajah tampan yang susah dilupakan, Hiro dapat dengan narsis menebak perannya sebagai anggota pertama yang paling populer diantara tiga teman band-nya. Tapi memikirkan wajah berseri mereka ketika menerima tawaran panggung, Hiro tidak berdaya. Dia tidak bisa meninggalkan tempat itu begitu saja.

Tiba-tiba tangannya bergetar. Mendesah lelah, dia mengangkat telapak tangannya ke telinga seperti memasang earphone imajinatif. Namun earphone itu benar-benar ada disana ketika tangannya jatuh.

"Yop?" Sapanya.

"Dimana kau?" suara Azura terdengar di ujung sambungan.

"Suatu tempat yang bahkan pemain pendukung akan menjadi sorotan." Hiro menjawab setengah mengantuk.

"Apa kau melihat berita?"

"Tentang bocah Bumi yang menyebabkan gempa 1 km? Apa yang istimewa? Kau ingin aku menunjukkan gempa di seluruh Bumi?"

"Lupakan saja, aku tau kau tidak berguna."

Bunyi klik mengakhiri panggilan itu. Hiro sepertinya tidak terganggu. Dia menjentikkan tangan ketika earphone menghilang secara misterius.

Tapi itu tidak berlangsung lama. Gangguan kembali terjadi.

Dengan erangan kesal, dia melambaikan tangan. Sebuah bola kristal muncul dari udara tipis. Kristal itu seukuran dua genggaman tangan dan melayang di depan Hiro. Melirik sekitar untuk memastikannya sendiri, Hiro menyentuh permukaan kristal. Kemudian layar virtual muncul.

"Ada apa?" Hiro menembak kesal pada pria tampan di layar.

Pria itu terkekeh. "Jadi aku mengganggu tidurmu," katanya tanpa rasa bersalah. "Tapi memang sudah waktunya bagimu bangun. Dengan semua keributan di dunia, kau harus melakukan sesuatu."

"Hei, aku melakukan sesuatu disini. Amal, kau tau, untuk membantu mewujudkan cita-cita mulia manusia." Hiro memutuskan penampilannya hari ini hanyalah satu dari sekian banyak amal berdasarkan kebaikan hatinya. Setelah ini dia akan menemukan cara untuk ditendang keluar dari grup band.

"Kau belum melihat berita itu, kan?"

"Selain Controller?"

"Ya, selain dia."

"Apa hubungannya denganku?"

"Sebaiknya kau cari tau sendiri di jaringan Triangle Lightning Guild."

Hiro tidak membuang waktu. Setelah mematikan telepon, dia membuat keyboard virtual dan mengetikan kode pencarian. Itu kegemparan dimana-mana.

Aula pelatihan Triangle Lightning dalam bahaya.

Sebuah kelompok misterius telah meletakkan mata-mata di dalam Triangle Lightning. Apapun yang mereka selidiki telah berlangsung beberapa bulan. Namun pencarian gagal ketika seorang agen tertangkap memasuki lantai rahasia. Bentrokan sempat terjadi yang menyebabkan kematian anggota Triangle Lightning. Mereka tidak akan mengakui siapa yang bertanggung jawab dalam operasi.

Keadaan memanas ketika mereka mulai mengaktifkan bom bunuh diri untuk menghilangkan jejak. Ledakan itu telah menarik perhatian media. Desas-desus tentang teroris mulai bermunculan. Orang-orang pemerintah mulai terlibat, bahkan menempatkan Triangle Lightning dalam siaga tinggi di semua Negara.

Semua itu berlangsung dalam waktu 5 jam. Dengan mulusnya setiap tindakan dan reaksi semua orang, jelas seseorang telah merencanakan.

Setiap master yang bertanggung jawab di Triangle Lightning mengumpulkan semua anggota yang terjebak di aula pelatihan ke dalam satu ruangan. Seluruh gedung telah dikepung. Pasukan militer mengeluarkan peringatan bagi siapapun yang bergerak akan ditembak. Beberapa korban sudah berjatuhan. Semua orang muda ketakutan. Mereka tidak mengerti dari mana tuduhan teroris datang. Mereka korban sejak awal, tapi mereka tidak diberi kesempatan menjelaskan. Beberapa anggota mati. Dan mereka tidak bisa menghubungi keluarga di luar.

Hiro memicingkan mata untuk semua informasi. Setelah beberapa pemikiran, sebuah ekspresi muncul diwajahnya. Kau tidak bisa lebih salah, bahwa ekspresi itu seperti seseorang yang menemukan mainan baru.

"Memang sudah waktunya." Gumamnya.

Saat itu terdengar langkah kaki yang mendekat. Hiro segera meraih bola kristal yang langsung melebur ke dalam telapak tangannya.

"Sebentar lagi giliranmu, pergilah bersiap-siap." Seorang kru acara datang memberi intruksi.

Hiro berbalik dengan senyum megaWatt. Jika kru wanita itu tidak mengingat waktu yang harus dipertaruhkan, dia tidak berani menjamin tidak akan melemparkan dirinya kepelukan Hiro. Cowok itu perwujudan dewa. Rambut hitam, mata tajam, bibir seksi, lengkap dengan senyum yang cemerlang. Satu pandangan cukup untuk membuat gelisah bermalam-malam.

Hiro memperhatikan kesulitan wanita itu untuk bernafas. Dia menyentuh bahunya, "apakah aku begitu tak tertahankan?" Tanyanya.

Wajah wanita itu langsung menyala merah. Dia menyadari betapa konyolnya berdiri disana dengan mulut menganga dalam pemujaan. Dia langsung berbalik melarikan diri. Hiro tertawa. Dia memang bermaksud mengirimnya pergi. Karena sesuatu yang menarik telah mengambil perhatiannya, dia tidak lagi berminat melanjutkan pekerjaan amal. Tapi dia juga tidak tega meninggalkan teman-temannya dengan kekecewaan.

Tiba-tiba sebuah asap terurai keluar di punggungnya. Asap itu bergumul dengan bentuk-bentuk aneh. Setelah beberapa menggeliat dan berubah, sosok Tatsuya Hiro palsu muncul. Selain dari datarnya ekspresi Hiro baru ini, tidak ada yang akan menemukan perbedaan.

"Aku akan pergi, jangan membuat masalah."

Dengan itu, Hiro asli menghilang.

Dia muncul kembali di atas rooftop satu gedung di samping aula pelatihan Triangle Lightning basis Seoul. Dia menatap keributan di bawahnya dengan tenang. Mobil militer berbaris dengan lampunya yang berkedip menyala. Senjata api ditodongkan pada semua titik gedung pelatihan. Meskipun ketegangan menggantung di udara, suasananya cukup sepi. Para penonton di kedua sisi jalan yang diblokir tidak ada yang berani berbicara. Semua pasukan bersenjata sangat fokus sehingga Hiro mulai merasa kasihan pada mereka. Keadaan itu sudah berlangsung berjam-jam, mereka akan pegal.

Mengeluarkan permen kecil bertongkat, Hiro membuat earphone di telinganya.

"Sudah waktunya Bumi mengetahui keberadaan kita." Katanya dengan ringan.