California, Amerika.
BOOMM!??
Suara ledakan yang keras terdengar di sebuah gedung lantai atas. Beberapa pejalan kaki yang lewat mendongak terkejut. Semua penghuni gedung berlari keluar ketakutan.
"Apa yang terjadi?" Pertanyaan-pertanyaan itu bersahutan di udara.
Mereka kebanyakan memakai jas putih. Ada yang bahkan memakai masker dan sarung tangan bedah. Jelas-jelas mereka sekelompok dokter.
"Siapa yang ada di atas?" Seorang penjaga berteriak diantara suara-suara.
"Ruangan itu milik Professor Hadley."
Mendengar nama itu, beberapa wajah langsung pucat. Tidak boleh terjadi apa-apa dengannya. Keberadaannya terlalu penting bagi penelitian.
Saat semua orang panik, sosok kecil muncul dari pintu masuk gedung. Gadis itu tidak mungkin berusia lebih dari 17 tahun. Wajahnya kotor, rambutnya berantakan, dan dia keluar terbatuk-batuk.
"Hei, aku tidak apa-apa." Dia berkata dengan cengiran.
Gadis kecil itu adalah Azura Hadley. Jenius ajaib yang berhasil menciptakan terobosan di dunia medis. Tidak ada yang berani meremehkannya. Karena dibalik sosok kecilnya, kesehatan manusia tergantung di tangannya.
"Apa yang kau lakukan di atas sana?" Seorang professor bergerak maju memeriksanya.
"Uh, aku sedang bermain-main dengan bahan kimia tertentu, yang ternyata tidak bisa berkawan baik terhadap konsentrasi tinggi." Jawab Azura sambil mengangkat bahu.
Semua orang menghela nafas. Satu-satunya masalah mereka tentang professor cilik ini adalah temperamennya yang aneh. Dia selalu menyukai hal baru untuk dilakukan. Sering kali rasa ingin tahunya keluar dari topik dan cukup berbahaya.
"Tidak bisakah kau berhenti melakukan hal-hal aneh semacam itu, dan hanya berkonsentrasi pada apa yang sedang kita kerjakan?"
"Tidak mungkin." Sahutnya, "sangat membosankan untuk berkonsentrasi pada satu hal dalam jangka panjang. Aku akan gila."
Tidak ada yang akan berdebat dengan itu. Bagaimanapun Azura masih remaja. Mereka tidak bisa mengeluh ketika kinerjanya tidak pernah mengecewakan.
"Baiklah, semua baik-baik saja sekarang. Kalian bisa kembali dan mengerjakan apapun yang sedang kalian kerjakan." Azura mulai melangkah pergi. "Dan jangan sentuh ruanganku. Biarkan saja." Kalimatnya yang berikutnya mengubah ekspresi banyak orang.
Mendongak, mereka masih bisa melihat percikan api dengan banyak asap yang mencoba membebaskan diri dari jendela. Apakah tidak apa-apa seperti itu? Tapi sekali lagi tidak ada yang bisa mereka lakukan. Kekuatan dari kata-kata Azura bisa menentukan tindakan mereka.
Azura tidak mempedulikan mereka lagi. Tangannya bergerak melepas jas putih kotornya ke dalam tong sampah. Rambutnya yang disanggul berantakan juga dilepaskannya dari uraian. Rambut keriting pirang jatuh tertiup angin. Tapi yang ajaib, noda hitam yang menutupi kulit wajahnya menghilang seolah kotoran itu tidak pernah ada. Selanjutnya, sepasang sepatu roda yang tiba-tiba muncul di tangannya. Azura memastikan tidak ada orang yang memperhatikan semua yang terjadi.
Dia keluar di depan mata banyak orang sebagai remaja normal yang sedang menikmati harinya. Meluncur di atas sepatu roda dengan siulan ceria, gadis ini tidak bisa pergi tanpa menarik perhatian. Tidak bisa disalahkan pada mereka. Perpaduan oriental pada fitur wajah Azura bisa membangunkan keinginan setiap pria. Dia tampak berkilau dibawah matahari California tanpa khawatir menjadi seperti kepiting rebus.
Dia cukup sadar akan pengaruhnya terhadap lingkungan. Tidak malu untuk tersenyum bahkan mengedipkan mata menggoda. Azura tipe orang yang menikmati apa yang dimilikinya. Bahkan tidak takut memanfaatnya demi keuntungan pribadi.
Seperti bagaimana matanya berkilau ketika mobil sport merah berhenti tidak jauh darinya. Azura segera memata-matai cowok di belakang kemudi. Setelah yakin memiliki target yang layak, dia mendorong sepatu rodanya di samping pintu penumpang. Membungkukkan badan dengan senyum menawan, dia mengetuk jendela. Kaca itu menggulung turun. Cowok di dalamnya panas. Azura memperkirakan usianya di awal dua puluhan.
"Keberatan memberikan tumpangan?" Tanyanya penuh percaya diri.
Cowok itu mengangkat alisnya, "apa yang akan kau berikan sebagai bayaran?"
"Senyum dari kecantikan?"
Cowok itu tertawa sebelum mengizinkan Azura masuk.
"Oke, jadi kemana aku harus membawa kecantikan pergi?"
Azura memiringkan kepalanya berpikir. "Apakah kau tau Triangle Lightning?"
"Aula pelatihan beladiri?"
"Ya,"
Mobil mulai melaju. Perjalanan itu tidak terlalu jauh. Jika cowok itu lebih memikirkannya, Azura tidak perlu bantuannya untuk mencapai tempat itu. Sepatu roda yang dibawanya lebih dari cukup untuk mendorongnya. Tapi jika ada mobil yang mencolok meminta dinaiki, kenapa dia harus merepotkan diri sendiri menggunakan kakinya?
"Jadi, apakah kencan bisa dihitung sebagai pembayaran?" cowok itu mematikan mesin mobil dan membantu Azura membuka pintu.
Azura tersenyum manis, "aku perlu mempertimbangkan."
"Mason McKenna." Dia tampan dan percaya diri ketika memberikan kartu nama.
Azura melirik kartu itu sekilas. Nixon Corp? Dewi batinnya mengangkat alis tertarik.
"Seorang tentara bayaran?"
"Trainee," koreksinya.
Azura mengangguk. Jelas dia tidak bodoh. Tergabung dalam perusahaan keamanan swasta sebagai pemula yang bahkan belum diizinkan bekerja lapangan, Mason tidak akan memiliki kartu nama dengan tag perusahaan. Bahkan begitu percaya diri tentangnya.
Dia memikirkan Codename tertentu. Meringis melihat kebetulan seperti itu.
"Baiklah, aku harus pergi."
Tapi sebelum Azura berbalik, Mason menahan lengannya. "Kau belum memberitahuku namamu."
Mata Azura berkilat dengan kelicikan. Cowok itu sesuatu, tapi Azura lebih sesuatu. Dan jika sesuatu itu bertemu, dia ingin tau apa yang akan terjadi.
Azura bergerak mendekat. Dia memastikan setiap saraf Mason hidup untuknya. Ketika mata mereka terkunci, Azura mengalihkan bibirnya untuk didengar telinganya.
"Pernahkah kau mendengar legenda 1 juta dolar? Tentang pencarian sekuntum bunga merah beracun?"
Tubuh Mason menegang. Tapi senyum Azura lebih bercahaya. Dia mundur dan memperhatikan pupil mata Mason yang membelalak lebar.
"Deadly Beauty." Bisikan tak percaya keluar dari bibir cowok itu.
Azura mengedipkan mata sebelum berbalik dan menghilang ke dalam gedung pelatihan. Dia tersenyum dalam antisipasi untuk kebocoran salah satu identitasnya. Sebagai pencuri professional yang membuat jengkel semua instansi kejahatan maupun pemerintahan, kepalanya seharga 1 juta dolar. Dan Azura telah membuka jalan dalam perburuannya dengan santai.
"Apakah ada yang lucu untuk ditertawakan?" sebuah suara terdengar dari belakang.
Azura menoleh dan menyeringai. "Bukankah orang mati tidak seharusnya berkeliaran?"
Daniel menangkupkan tangan diatas jantungnya dengan dramatis. "Aku agak tersinggung."
Azura memutar mata dan mengabaikannya.
Mereka segera memasuki aula pelatihan bersama. Beberapa murid tampak berkeliaran dengan seragam beladiri. Di koridor yang mereka lewati, terdengar teriakan-teriakan yang berasal dari setiap ruangan.
Azura melongokkan kepala di salah satu kelas. Rupanya, kelas itu mengajarkan kendo. Dia memerhatikan seorang gadis yang sedang melatih teknik tusukan. Dia berhenti untuk mengagumi gerakan gadis itu. Bagaimanapun teknik Tsuki memerlukan keahlian tingkat tinggi dan pengaturan sasaran tusukan yang tepat. Gerakan gadis itu masih belum sempurna. Tapi Azura percaya, tidak akan butuh waktu yang lama sebelum dia mampu menguasainya.
"Paman, putramu berlatih di Triangle Lightning, kan?"
"Ya."
"Cabang apa yang dia ambil?"
Triangle Lightning adalah aula beladiri yang memiliki banyak kelas untuk banyak cabang beladiri. Tempat ini cukup terkenal dan diminati. Mereka ada di hampir semua negara. Namun, anggota mereka jarang menunjukkan diri pada event-event nasional. Bukan karena mereka tidak mampu, tapi Triangle Lightning memiliki aturan sendiri. Mereka tertutup hanya untuk anggota. Sehingga setiap pertandingan yang mereka adakan hanya untuk anggota saja. Tapi sekali setiap tahun event besar akan berlangsung. Mereka akan memilih setiap petarung dari setiap cabang untuk duel antar anggota Triangle Lightning di setiap negara. Event inilah yang paling menarik banyak orang untuk masuk.
"Dia mengambil semua cabang." Jawab Daniel.
"MMA?"
"Tidak, sebenarnya Adam mencoba setiap kelas diwaktu luangnya. Uh, aku bahkan tidak yakin dia memiliki hal lain untuk dilakukan selain berlatih beladiri."
"Like son like father."
Daniel menanggapi dengan tawa.
"Bagaimana kemampuannya?"
"Dia hebat. Aku berani mengatakan bahwa dia bisa menjadi Fighter alami."
"Dan paman tidak tertarik untuk membawanya masuk lebih dalam?"
"Sebenarnya hal ini yang ingin aku diskusikan denganmu."
Azura segera mengerti.
Di ujung koridor terdapat lift. Setelah masuk kedalam, Azura tidak lekas menekan tombol untuk lantai. Dia membuka konsol tersembunyi yang memperlihatkan deteksi lima jari. Tanpa ragu dia meletakkan tangan di atasnya. Dengan klik lembut, lift bergerak turun. Hanya beberapa anggota istimewa yang tau lantai ini.
Begitu lift terbuka, mereka disambut koridor putih yang sepi. Ada ruang kaca diujung. Seorang tetua berdiri menyambut mereka.
"Triangle Island?" tanyanya.
"Ya, tolong." Jawab Daniel sambil menyerahkan manik kecil seperti batu giok.
Di tengah ruangan terdapat kain hitam yang menutupi benda besar persegi panjang. Tetua itu melangkah untuk menarik penutup. Cermin besar muncul di depan mereka.
Tetua itu meletakkan manik pada lekukan kecil di atas. Percikan listrik bangkit dari manik dan menjalar menyusuri pola pada bingkai cermin. Ketika pola itu dipenuhi listrik, cermin mulai bergetar. Riak ruang terbuka.
Azura berterima kasih pada tetua sebelum melangkah ke dalam riak. Daniel mengikuti setelahnya.
Tidak ada yang tau, di belakang Triangle Lightning terdapat Guild misterius yang jauh lebih tua daripada sejarah bumi saat ini. Mereka adalah asal penciptaan, bahkan penentu bagi kelangsungan hidup bumi.