kemarahan kakek

Dapat Pak Kusuma rasakan kemarahan dari keluarganya terutama kedua orang tuanya, namun dirinya Pura - Pura tidak tahu dengan Hal itu.

"bapak, ibu,,dek,,Ayo duduk....Bibi...bikinkan minum" kata Bu Dahlia sembari mengajak mertuan dan juga iparnya untuk duduk. "tidak perlu kau suruh, bagaimanapun rumah ini juga rumahku" jawab sang nenek ketus.

"sudah lah....tidak perlu basa - basi....Mana Sinta..." Tanya sang kakek langsung tanpa basa - basi. "Pak....kita bicara baik - baik, Sinta sedang kuliah saat ini" jawab Pak Kusuma. "bang....kami tahu....abang sudah tahu maksud kami datang" kata Pak Wijaya adik Pak Kusuma.

"tuan besar, nyonya....den Jaya...gimana kabarnya?" Tanya bi Sarti yang baru muncul membawa minuman serta makanan ringan.

kemarahan keluarga reda karena kedatangan bi Sarti, orang yang dari dulu sudah ikut keluarga tersebut.

sepeningalan bi Sarti keadaan langsung kembali hening, tidak Ada yang mulai untuk bicara."tidak cukup kah kalian menyakiti Sinta?" kata kakek mengawali pembicaraan. "bapak,,apa maksudnya? kami tidak menyakiti Sinta, kami menyayanginya bapak tidak usah khawatir" jawab bu Dahlia.Mendengar jawaban sang istri membuat pak Kusuma menolehkan wajahnya menghadap sang istri.

perkataan sang menantu membuat kakek dan nenek tertawa kec. "seperti apa bentuk sayang mu padanya?" Tanya sang nenek yang sedari tadi diam. "tidak bisa dikatakan tidak menyakiti, ketika anak usia Lima tahun dipaksa diambil 1 ginjalnya" jawab Pak Wijaya Kali ini. Sejujurnya sejak dulu Pak wijaya memang sangat kesal dengan abang dan juga kakak iparnya itu."apa maksudmu?" Kali ini suara bu Dahlia meninggi mendenagr tuduhan adik iparnya.

"kak,,sudahlah....tidak perlu menutupinya lagi, kami semua sudah tahu apa yang kalian lakukan pada Sinta" ucap Nani istri Pak Wijaya."kamu jangan sembarangan bicara memangnya apa yang sudah kami lakukan pada Sinta....katakan apa!!!" bentak bu Dahlia.

"tidak usah membentak Nani...kami semua sudah tahu kelakuan kalian, termasuk ketika kalian memaksa mengambil ginjal Sinta dan diberikan kepada Lili" kata sang nenek sedih.

"anak itu....demam tinggi bahkan tidak berhenti menangis karena ditinggalkan ayahnya, tanpa tahu kenapa dirinya ditinggalkan dirumah kakeknya, bahkan belas operasinya belum kering saat itu" kata nenek mengenang awal Sinta ikut dengannya. "bahkan dirinya dirawat dirumah sakit setelahnya, disanalah kami tahu, kalau abang mengambil ginjalnya" kata Pak Wijaya geram.

"itu karena salahnya yang menyebabkan ginjal Lili bermasalah" marah bu Dahlia. "andai saja kakak mau melihat sedikit lebih teliti, Lili terjatuh bukan karena didorong Sinta,,justru sintalah yang menolongnya. Lili jatuh sehingga ginjalnya rusak adalah karena orang bodoh yang memberikannya sepatu roda" jawab Pak Wijaya ketus.

ibu Dahlia tentu saja terkejut. Dirinyalah yang memberikan sepatu roda tersebut kepada Lili.

"Setelah 3hari dirawat dirumah sakit kami mengetahui bahwa Sinta mengalami gagal ginjal, setiap Hari anak itu menanyakan apakah Ayah Dan Bundanya menjemputnya , atau kakak - kakaknya datang, dirinya menunggu didekat jendela namun tidak Ada satupun dari kalian yang datang, bahkan telpon dari kami kalian matikan" kenang sang nenek.

"lama kelamaan anak itu tidak lagi mengharapkan orang tuanya atau juga kakak -kakaknya, dirinya menjalani kehidupannya dengan semangat, bahkan anak itu punya impian yang selalu berusaha dia dapatkan, namun....sekali lagi,,,kau menghancurkan impiannya dengan 1 kata,,Ayah juga Bunda merindukanmu,apa kau bisa pulang dan tinggal bersama kami"cerita sang nenek.

Lalu sang nenek mengeluarkan brosur pendaftaran, kartu beasiswa (anggap aja ada) visa, passport dan berbagai dokumen diatas meja.

"itu semua adalah impiannya, bisa kuliah diluar negeri seperti Sekar" kata sang nenek.

Pak Kusuma juga sang istri sangatlah terkejut. kenyataan putri mereka mengalami gagal ginjal juga sesuatu yang mereka semua tidak duga sebelumnya. sekarang bahkan putri yang mereka lucilkan sedari kecil ternyata punya impian yang besar, namun justru mereka membuatnya membuang impiannya tersebut.

"tidak bisakah kalian tidak selalu menjadi sumber kesedihan baginya, tidak cukupkah kalian membuatnya menjadi pelangan tetap rumah sakit , tidak cukupkah kalian merengut impian besarnya haruskah kalian menghancurkan hidupnya Kali ini" histeris sang nenek.

"bang....kamu tahu kalian orang tua kandungnya, tapi jikalau kalian ingat,,,aku lah walinya dari dirinya kecil" kali ini sang adik yang berbicara.

Air Mata bu Dahlia sudahlah mngalir Bak air sungai, tangisan pilu yang penuh penyesalan. dirinya ingat dengan jelas, dirinya lah yang memaksa sang suami mengambil ginjal sang putri untuk putrinya ynag lain, dirinya lah yang bersikeras untuk menjauhkan sang putri dari keluarga yang lain, dirinya lah yang selalu menolak tiap Kali sang suami mengajaknya menjenguk sang putri, bahkan....sikapnya kepada sang putri bungsu selalu saja tidak ramah, selama anak itu kembali kerumah, bahkan dirinya lah yang membuat sang putri bungsu menerima perjodohan itu.