Pagi harinya, aku membantu Avery menyiapkan makanan berupa roti dan selai yang disiapkan oleh anak-anak Gluttony.
Isla dan Rick bangun 5 menit setelah sarapan selesai kami siapkan.
Mereka mencuci muka di cekungan berisi air yang kami buat susah payah sebelum tidur. Aku membangkitkan tengkorak-tengkorak untuk menggali bersama Isla yang menggali normal. Sedangkan Rick membuat bongkahan es yang dicairkan oleh api dari Avery.
Sebelum makan, Avery mengecek ponselnya.
"Justin dan Will masih berjaga," ucapnya datar. "Dimana tempat pos selanjutnya?"
Aku merongoh saku dan mengeluarkan lipatan peta itu.
Sebuah silang merah muncul di posisi pos 1 dan tulisan muncul.
"Pondok Kerajinan Kaca Delta," bacaku. "Hei. Dimana itu?"
"Aku tidak tau," Isla yang sedang menyantap rotinya, mengangkat bahu.
"Aku anak chaos yang sejak masuk perkemahan tidak pernah keluar," ucap Avery. "Mana aku tau tempat itu, apalagi itu berhubungan dengan kerajinan."
"Aku tidak tau," Rick menggeleng. "Ibuku, yah.. sebelum dia meninggal, bekerja sebagai pengerajin kaca. Tapi, aku tidak tau dimana dia bekerja."
"Jadi, bagaimana kita akan ke sana?" tanya Isla polos.
"Di saat kita tidak tau letaknya," sahut Avery.
"Haruskah ke kota dulu?" usulku.
Mereka menatapku, meminta penjelasan lebih tentang usulanku tadi.
"Bertanya tentang pondok itu," lanjutku.
"Hanya itu yang bisa kita lakukan," ucap Avery. "Siap-siap. Ayo kembali ke kota."
Kami bergegas merapihkan tenda dan bekas makan.
Kami kembali berjalan ke pusat kota yang penuh sesak. Berjalan di trotoar tanpa arah.
12.00
Kami duduk di undakan sebuah universitas yang megah, menatap ke jalanan yang dipenuhi kendaraan. Suasananya bising sekali. Klakson mobil meraung-raung silih berganti, dan seruan cempreng anak-anak, obrolan, musik iklan, dan pedagang koran.
"Ah, panas sekali," keluh Isla.
"Dimana kita harus bertanya lagi?" tanyaku pasrah. "Mereka selalu menjawab 'tidak tahu' setiap kita bertanya."
"Ya ampun," Rick menatap ke langit.
Avery tiba-tiba bangkit. Membuat kami sontak melihat ke arahnya.
"Lihat itu!" Ia menunjuk ke sebuah cafe normal. "Kita harus ke sana."
Kami hanya mengikuti Avery yang berjalan cepat.
Cafe itu memiliki lantai kayu, dengan dinding didominasi oleh kaca.
Ketika kami masuk, lonceng berdenting lirih. Aroma kopi menyambutku. Kami berjalan dan antre di barisan panjang pengunjung.
Aku dapat melihat estalase dengan kudapan yang tinggal sedikit. Lukisan-lukisan di dinding menarik perhatianku. Aku dapat mendengar obrolan dan kesibukan di balik pintu logam dengan papan 'staff only' yang tergantung miring.
Saatnya kami memesan. Kami hanya memesan yang paling murah dan kudapan berupa roti dan beberapa kerat keju.
Kami berdiri menunggu pesanan siap.
Seseorang lelaki berambut pirang platinum, bermata kuning keemasan keluar. Dengan pakaian casual yang sedang tren di kalangan anak remaja. Ia menyipit kepada kami dan membuat gestur yang menyuruh kami masuk.
Kami masuk, disusul dia.
Lelaki itu duduk dan mengerutkan kening.
"Ada keperluan apa sampai-sampai half-blood menemuiku di bisnis fana-ku?" tanya lelaki itu.
Avery membungkuk sedikit, membuat kami ikut membungkuk.
"Tidak usah membungkuk," kekehnya. "Aku benci terlalu formal. Seperti kakak dan adikku, tapi jangan anggap adik paling kecilku aku geli padanya."
Melihat kami yang tidak menjawab ia kembali terkekeh dan menyeringai nakal.
"Aku dosa besar Gluttony," ucapnya.
"Saya Avery," ucap Avery tegas. "Anak dari Chaos."
"Ah, junior kakak pemarahku," Gluttony tampak senang. "Pantas saja tegas."
"Isla, anak dari Fraudulance," ucap Isla.
"Fraudulance?" kekehnya. "Aku tidak tau dia punya anak half-blood. Dia juga jarang datang ke bisnis-ku, sih. Dosa kecil yang sibuk."
"Saya Rick," Rick menyengir ramah. "Anak dari Spite."
"Whoa! Apakah kamu juga pendengki?" tanya Gluttony.
Rick yang bingung mau jawab apa hanya bisa mengangkat bahu.
"Bagaimana denganmu, Nak?" tanya Gluttony.
"Saya Azalea Pandora," ucapku datar. "Anak dari Necromancer."
Suasana kantor kecil itu hening.
"Ah! Aku dengar kabar itu beberapa hari lalu," Gluttony mengangguk. "Sungguh mengejutkan bahwa Leader of Paradox memiliki anak half-blood."
"Apakah tidak boleh?" tanyaku.
"Bukan begitu," Gluttony menggeleng cepat-cepat. "Tapi-"
Sebuah lemparan kaleng coke kosong telak mengenai kepala dosa besar itu.
Kami menoleh dan melihat seorang gadis berambut hijau pucat yang dipontong pendek dan memakai pakaian praktis sehari hari + tidur sedang tiduran di sofa panjang, memainkan game di ponselnya.
"Sampai kamu mengucapkannya, Leader of Paradox akan murka padamu," ucapnya sambil sesekali menguap. "Kalau sampai Pride tau, kamu akan dimarahi lagi."
Gluttony menghela nafas dan melempar kaleng coke itu ke keranjang sampah.
"Ada yang mau kalian tanyakan?" tanya Gluttony.
"Dimana Pondok Kerajinan Kaca Delta berada, Yang mulia Dosa Besar Gluttony?" tanya Isla, berusaha sesopan mungkin.
"Ah! Kamu hanya perlu naik bis hingga halte terakhir," sambar Sloth. "Lalu, jalan terus sampai melewati 'Toko Daging Double Jim' dan belok kiri. Terus lurus sampai melewati 'Toko Permen Mery' dan belok kanan. Ada plang besar di depannya."
"Aku tidak tau kamu bisa menghafal," ledek Gluttony.
Satu kaleng coke kosong kembali telah menghantam kepala Gluttony sebelum kembali dilemparkan ke keranjang sampah.
Kami membungkuk dan mengucapkan terima kasih.
Kami mengambil pesanan dan naik bus.
Butuh waktu hingga 3 jam untuk sampai ke halte terakhir. Rasanya kakiku mulai kesemutan.
Kami berjalan. Hingga melewati toko daging dengan daging merah segar tergantung di jendela, aroma amisnya menusuk hidung, dan peti-peti kayu yang sama baunya.
"Ini polusi udara!" protes Rick.
Kami berbelok dan terus hingga mencapai toko permen dengan toples-toples permen aneka warna yang dipamerkan. Aroma gulali dan permen asam membuatku mengingat bahwa aku sering mengambil uang tabungan demi membeli permen.
Seorang gadis kecil berdiri dengan gaun pink-putih yang lusuh. Kain penutup kepalanya terlihat kotor dan penuh tambalan. Ia mengangkat keranjang dengan tulisan 'PERMEN GRATIS' di keras kotor.
Kami mengambil dan melambai.
Kami tiba di pondok itu. Pondok itu penuh oleh ibu-ibu dengan penampilan fashionable. Sepertinya laris sekali.
Pondok itu berupa toko sederhana dengan plang 'PONDOK KERAJINAN KACA DELTA'. Aku menyipitkan mata untuk membaca tulisan kecil di bawahnya. 'Murah, Terjamin, Luar biasa'