Zahra semakin merasakan keanehan pada diri dan kedua sahabatnya, sebab sedari tadi hanya semilir angin dan suara daun bergesekan satu sama lain yang setia mengisi gendang telinganya.
Gak biasanya begini ,biasanya selalu ada yang mereka bicarakan, dari urusan pelajaran sampai masalah yang lebih serius bahkan bisa dibilang jauh dari umur mereka saat ini.
Zahra mencoba positive thinking, walaupun rasa penasaran nya semakin naik ke level yang lebih akut bahkan mendekati kronis.
"Kalau tidak segera diutarakan rasa ini bisa - bisa aku mati penasaran, ah jangan - jangan dulu masih banyak hal yang harus aku selesaikan di sini ^dunia^ dan juga bekalku ke sana ^akhirat^ masih lumayan jauh dari kata cukup "ucapnya dalam hati sambil menggeleng - gelengkan kepalanya samar tapi masih bisa dilihat jelas kedua sahabatnya.
Ardi dan Ibti yang melihat kelakuan sahabatnya yang satu itu pun hanya menghela nafas sejenak untuk menenangkan diri lebih dulu walaupun tau apa yang sedang di pikiran nya, demi nanti bisa menenangkan Zahra saat melihat semua telah merubah pandangan tentang sahabatnya dalam benak mereka, hanya karena kehadiran sosok idola di sekolah yang telah kembali, siapa lagi kalau bukan RAINA.
Belum sempat Zahra mengutarakan rasa penasaran nya, ketiganya sudah tiba digedung kelasnya yang sudah berubah seperti tempat pamakaman umum, sepi sunyi plus medeni (dasar Jawa tullen) sampai bulu kuduk pun ikut berdiri ,akhirnya sampailah pada level kronis rasa Zahra dan semakin membuncah rasa itu sampailah ia tak tahan untuk menahannya lebih lama dengan berkata "Ardi, Ibti ini ada apaan? kok kelas sepi banget, mana dari tadi kita jalan dari taman sampai sini juga gak ketemu seorang pun warga sekolah ,bahkan pak Dani pun gak kelihatan" .
Pak Dani adalah seorang satpam sekolah sekaligus merangkap jadi guru ekstrakulikuler bela diri pada beraneka macam cabang seperti karate, taekwondo, silat, tapak suci, dll pada saat sepulang sekolah, maklum sebenarnya Bapak ini mantan atlet nasional tapi sayang pensiun muda tanpa sebab pasti, atau lebih tepatnya ketiga sahabat itu
[ tiga serangkai aja deh, author kasih title baru biar jadi kaya pahlawan hehe, kembali kasih kalau bilang syukran].
Ardi pun angkat suara "tadi kan udah bilang ,kalau pun udah masuk pasti dari tadi, karna jam istirahat udah lewat kamu sih gak percaya ."
"Makanya kita cuma ngikut aja kamu,biar lihat sendiri gimana keadaan sekolah tercinta kita semua ini" sambung Ibti.
Belum sempat membalas omongan Ardi dan Ibti, Zahra melihat dari ekor matanya salah seorang teman kelasnya yang jalan dengan langkah lunglai dari arah aula yang memang beda gedung dari kelas yang Zahra tempati, jadi sudah pasti cukup jauh.
Didekatinya teman yang tak lain anak perempuan yang cukup manis dengan rambut yang dikepang dua di sisi kanan nya, yang memperlihatkan keanggunannya tapi pakaiannya masih masuk kategori sopan dengan rok abu yang melewati lutut dan baju putih longgar ,jadi tidak memperlihatkan bentuk tubuh yang dimilikinya karena memang dia tidak memakai hijab seperti Zahra dan Ibti atau mungkin belum siap saja.
(Doakan saja semoga lekas siap, AMIEN)
"Fa... ,maaf boleh tanya? " kata Zahra pelan."
tapi yang ditanya hanya menaikkan satu alisnya, "gak biasanya Alifa bersikap seperti ini apa aku ada salah ya? "batinnya kemudian.
Karena merasa di perbolehkan Zahra pun bertanya dengan hati - hati, takutnya salah lagi pikirnya, "Itu kemana yang lain kok sepi ?apa ada masalah di sekolah atau rapat gitu?.
Alifa berucap singkat "lihat aja nanti" lalu berlalu dari hadapan tiga serangkai itu.
Zahra mengernyitkan kening merasa bingung dengan situasi saat ini yang sebelas dua belas dengan situasi yang pernah dirasakannya setahun lalu.
Sedang kedua sahabatnya yang sudah menduga dengan perubahan ini hanya berusaha tenang supaya bisa menenangkan dan membesarkan hati Zahra nanti.